Happy Reading 🍂Alfa dan Zafia kini tengah duduk di meja masing-masing. Maksudnya, Zafia duduk di meja belajarnya, sedangkan Alfa di meja kerjanya. Meja keduanya bersisian. Itu dibuat Alfa agar keduanya dapat berdekatan saat sedang pusing menghadapi masalah masing-masing. Alfa dengan urusan kantornya dan Zafia urusan sekolahnya.
Zafia tiba-tiba menggelayut manja di lengan Alfa. Alfa menoleh, dan tersenyum ke arah Zafia. Tangannya terulur mengusap kepala Zafia yang menempel di lengannya.
"Kenapa, hmm?" tanya Alfa sambil membawa Zafia ke pangkuannya.
"Aku tak fokus belajar," jawab Zafia sambil meletakkan kepalanya di dada bidang Alfa.
"Nggak fokus gimana? Ada yang ganggu fikiran kamu?" Zafia menganggukkan kepalanya tanpa menjauhkan diri dari Alfa.
"Cerita sama Kakak," ucap Alfa sambil menangkup wajah Zafia.
"Hmm, temen Kak Al tadi ... aku nggak suka Kakak dekat sama dia," lirih Zafia sambil memainkan jarinya di dada bidang Alfa.
"Dia 'kan temen Kakak. Kakak deket sama dia cuma sekedar temen, 'kan?" tanya Alfa sambil memainkan rambut Zafia yang jatuh ke keningnya.
"Mana aku tahu. Kakak 'kan nggak pernah cerita kalau punya temen kecil. Nggak pernah cerita juga masa kecil Kakak kayak gimana," ucap Zafia menekan dada Alfa lebih kuat.
Alfa yang menyadari situasinya segera meraih tangan Zafia. Ia mengarahkan wajah Zafia untuk menghadapnya. Kini keduanya saling menatap dengan Zafia masih duduk di pangkuan Alfa. Badan Zafia yang terlalu mungil jelas tidak menyusahkan Alfa sama sekali.
"Kamu percaya sama Kakak? Sebanyak apa pun godaan di luar sana, hati Kakak udah terkunci untuk nama kamu. Walaupun bukan kamu satu-satunya di hati Kakak, tapi kamu menempati hampir seluruh relung hati Kakak. Kamu harus percaya sama Kakak, oke?"
Zafia menganggukan kepalanya. Dia menjatuhkan dirinya kembali ke pelukan Alfa. "Janji, jangan masukkan orang lain lagi selain aku dan Mbak Tisya? Khusus buat Mbak Tisya yang udah percaya sama aku buat jagain Kak Al dan Ifa, aku rela hati Kakak masih tersimpan namanya. Bahkan, aku berharap tidak akan mengambil seluruh hati Kakak untuk aku kuasai seorang diri. Masih ada Mbak Tisya di sini," ucap Zafia menunjuk hati Alfa.
Alfa memeluk Zafia erat. "Dasar sebuah hubungan adalah kepercayaan. Kamu harus percaya sama Kakak."
"Aku percaya sama Kakak. Tapi, aku masih takut ..." lirih Zafia di dalam dekapan Alfa.
"Takut kenapa, hmm?" tanya Alfa melerai pelukannya. Dia kembali menatap mata Zafia yang sedikit berkaca.
"Dia lebih mengenal Kakak dibanding aku. Dia lebih banyak tahu keseharian Kakak dari pada aku. Aku takut, kalau rumah tangga kita goyah karena ada orang lain yang mencintai Kakak. Aku memang terlalu labil untuk bisa jadi istri yang baik buat Kakak. Tapi, tapi aku akan berusaha yang terbaik supaya Kakak nggak akan berpaling dari aku. Aku takut, aku takut gagal, dan kalah dengan temen Kakak," lirih Zafia dengan mata semakin berkaca-kaca.
Alfa mencium kening Zafia lama. Bahkan, Zafia sampai menutup matanya untuk bisa merasakan hangatnya perlakuan Alfa.
"Kakak tahu kamu masih terlalu labil untuk menjalani rumah tangga. Di saat remaja seumuran kamu bebas menikmati indahnya dunia, kamu malah terkurung di sini untuk melayani kebutuhan Kakak dan Ifa. Kakak sangat bersyukur kamu mau berubah jadi lebih baik untuk Kakak. Kakak janji, Kakak nggak akan kecewakan kamu dengan berpaling ke lain hati."
"Aku bersyukur bisa mencintai Kakak dan menjadikan Kakak yang pertama di hati. Aku harap, Kakak juga akan jadi yang terakhir," lirih Zafia kembali memeluk Alfa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Kedua Guru Olahraga [ END ]
General FictionBagaimana ketika siswi SMA menikah dengan guru nya karena terjadi kesalahpahaman? Bahkan guru yang mengajar mata pelajaran olahraga tersebut sudah mempunyai istri bahkan mereka sudah dikaruniai seorang putri? Dan apa alasan istri pertamanya rela sua...