Part 33

72 6 0
                                    

"Eh... Fa...Fahri, apa kabar" Tanyaku.

Fahri tersenyum.

"Baik" Jawabnya singkat.

Aku duduk tepat dihadapannya,kurang lebih tiga meter jaraknya,seperti biasa duduk dekat pintu, aku menyukai pemandangan lalu lintas di depan rumahku.

"Kamu terlihat sehat" Kata Fahri. Aku hanya terkekeh, canggung sekali rasanya.

"Untuk perkataanku tadi malam, kamu lupakan saja, anggap saja aku bergurau" Kata Fahri, aku hanya diam dan melihat ke arah jalan raya, aku tidak sanggup melihat wajah Fahri, entah kenapa aku sangat malu.

"Ya......kamu berhak marah padaku,pernikahan itu tidak bisa di jadikan bahan gurauan, namun....sepertinya aku terlalu cepat, kamu masih punya banyak mimpi, akan jadi egois jika aku memaksa kamu menjadi istriku hanya karena perasaanku yang tidak jelas ini" Kata Fahri, ia menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dengan kasar. Sepertinya ia telah mengungkapkan hal yang mengganjal dihatinya.

Aku yakin sekarang ibu sedang menguping, bagaimana tidak,rumah ini tidak punya privasi sama sekali, hanya kamar bapak dan ibu yang benar benar kedap suara. Dan rasanya sangat malu sekali mengetahui bukan hanya aku yang mendengar penjelasan Fahri,tapi ibu juga mendengar nya.
Aku merasa malu untuk menjawabnya. Tiba tiba hujan turun membasahi penjuru bumi, beberapa pejalan kaki terlihat berlarian mencari tempat berteduh

"Oh iya, kamu mau minum apa Fahri?" Tanyaku, sepertinya sangat terlambat, tapi aku sangat gugup hingga tidak bisa berkata apa apa lagi selain menawarkan minum.
Fahri tersenyum

"Apa ada teh tawar?" Tanya Fahri dengan senyum yang masih mengembang.
Syukurlah Fahri mengerti aku masih terlalu gugup untuk membahas hal berat seperti ini.

"Oh kalau begitu aku ambilkan" Kataku sambil hendak berdiri, namun urung karena Ibu sudah membawa dua cangkir teh yang masih mengepul.

"Nah ini...... minumnya, silahkan nak Fahri" Kata Ibu sambil tersenyum pada Fahri. Ibu memberikan cangkir dari nampan pada Fahri dan padaku.

"Wah kebetulan sekali, teh nya masih hangat, terimakasih Bu"Kata Fahri. Ibu hanya tersenyum lalu kembali ke dapur.

Fahri meminum sedikit teh nya, lalu menyimpan cangkirnya kembali.

" Cangkirnya lucu ya, ini bahan keramik ya? Harus hati hati biar nggak pecah" Kata Fahri sambil mengusap cangkirnya.

"Iya" sahutku pendek. Suasana jadi kembali canggung. Aku melihat ke jalanan, hujan semakin deras.

"Kamu suka hujan?" Fahri memecah keheningan.

"Iya" Jawabku pendek. Aku memang sangat suka hujan, tapi tubuhku sangat lemah, tidak bisa terkena dingin terlalu lama, suatu hari aku pernah pulang sekolah hujan hujanan lalu esoknya aku kena demam tinggi seminggu. Tiba tiba aku teringat sesuatu.

"Fahri, aku ingin mengambil sesuatu sebentar di kamar, bisa tunggu sebentar" kataku. Fahri hanya mengangguk. Aku bergegas pergi ke kamar membuka laci bajuku, agak sedikit sulit mencari sesuatu dengan tangan kiri.

"Nah ini dia, kenapa bisa sampai lupa sih" gumamku lalu kembali ke ruang tengah.

Aku duduk kembali di tempatku semula.

"Nah.....ini,aku kembalikan, entah kenapa selalu lupa kalau mau kasih ini" Kataku sambil memberikan kantung plastik berisi syal hijau yang pernah Fahri pinjamkan padaku.

Fahri melihat syal itu lalu sedikit tertawa.

"Tidak usah dikembalikan, syal nya memang untuk kamu" Kata Fahri.

"Oh....oke,terima kasih, lagian entah kenapa aku suka banget syal itu" Jawabku.

"Oh iya Fahri, aku...... ingin jujur sama kamu, tapi.... kamu jangan kaget oke"Kataku. Fahri hanya mengangguk.

CINTA SUBUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang