Kepergian sang Ibu

23.2K 544 5
                                    

"Ibu jangan pergi," teriak seorang gadis kecil yang sedang berlari mengejar sebuah mobil yang sedang melaju.

Mobil itu terus bejalan tanpa memperdulikan gadis kecil yang tengah berlari tanpa beralaskan sandal atau apapun hingga di beberapa bagian telapak kakinya berdarah tergores oleh bebatuan jalan raya yang telah rusak. Jalan itu hanyalah jalan pedesaan yang telah rusak sejak lama, jalan itu tidak terlihat oleh pemerintah dikarenakan desa itu cukup terpencil dari kota sehingga bantuan pemerintah tidak sampai di desa tersebut.

Gadis itu berlari, terus berlari tanpa memperdulikan kakinya yang mulai mengeluarkan darah yang cukup banyak. Mungkin jika gadis itu menyadari lukanya dia akan meringis kala melihatnya, tapi sayangnya gadis itu tidak memperdulikan kakinya yang telah dipenuhi oleh darah itu, karena yang dia perdulikan hanyalah ibunya yang telah pergi bersama seorang pria yang berada didalam mobil hitam itu hingga tega meninggalkan gadis itu seorang diri di sebuah desa yang sangat terpencil.

Tanpa diduga gadis itu terjatuh dan kepalanya membentur sebuah batu yang lebih besar diantara batu lainnya, hingga membuat kepala gadis itu mengeluarkan darah yang cukup banyak dan akhirnya gadis itupun tidak sadarkan diri.

****

Secara perlahan mata gadis itu mulai membuka, berulang kali matanya berkedip untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina matanya. Hingga akhirnya dia dapat membiasakan cahaya yang masuk ke matanya. Gadis itu mulai mengedarkan pandangannya dan tersadar bahwa sekarang dia telah berada di rumahnya. Gadis itu juga melihat seorang wanita paruh baya yang tinggal disamping rumahnya sekarang telah berada disampingnya untuk menemani gadis malang itu.

"Bagaimana keadaanmu Nak?" Tanya wanita paruh baya itu.

"Aku tidak papa Bu Minah, dimana Ibuku?" Tanya gadis malang itu.
Ya wanita paruh baya itu bernama Minah, dialah orang yang telah menolong gadis malang itu dari pinggir jalan disaat dia baru saja pulang dari pasar untuk menjual sayuran yang baru saja dia tanam dari kebunnya sendiri.

"Ibu tidak tahu Nak, tapi tadi orang-orang bilang ibumu pergi dengan seorang pria yang membawa mobil yang bagus." Jawab Suminah dengan jujur.

Suminah merasa tidak tega melihat seorang gadis kecil yang baru berumur 5 tahun tapi sudah ditinggal mati oleh ayahnya, dan sekarang penderitaannya ditambah dengan memiliki seorang ibu kandung yang tidak memiliki hati nurani yang begitu tega meninggalkan anaknya yang masih sangat kecil yang belum mengerti apa-apa. Sungguh tega wanita itu, hanya karena kehidupan mereka yang sangat miskin dan serba kekurangan dia rela menjual diri kepada pria hidung belang dan meninggalkan Mutia yang begitu indah di tempat kumuh ini seorang diri.

"Nak Zahra, jika kamu ingin kamu bisa tinggal bersama ibu, kebetulan Ibu tinggal seorang diri." Ujar Minah dengan lembut.

Ya nama gadis itu adalah Zahra, dia adalah gadis yang baik dan jujur tapi sangat disayangkan dia mendapat kehidupan yang kurang beruntung. Zahra sekarang kembali mengingat disaat dia ditinggalkan oleh ibunya dan dia berusaha mengejar mobil yang membawa ibunya hingga Zahra jatuh dan tidak sadarkan diri.
Tanpa Zahra sadari air matanya menetes di pipi mungilnya hingga membuat sebuah aliran sungai yang akhirnya bermuara didagunya lalu menetes tepat dipakaiannya.

"Nak jangan sedih kan masih ada Ibu." Ujar Minah sambil menghapus air mata Zahra yang telah membasahi pipinya.

Minah merasa tidak tega jika harus melihat Zahra menangis, apa lagi sebenarnya dia sangat menyayangi Zahra sejak Zahra masih kecil. Kepolosannya, keluguannya, kejujurannya dan kebaikan hatinya membuat Minah tidak tega jika harus melihat Zahra menangis.

"Sudah sayang, jangan menangis kan masih ada Ibu Minah yang akan menemanimu." Hibur Minah, dengan harapan Zahra mau berhenti menangis dan segera melupakan kesedihannya.
Tapi tidak dengan Zahra, dia sangat merasa sedih atas kepergian ibunya dan Zahra bertekad akan mencari ibunya hingga dia dapat kembali bertemu ibunya, apapun yang terjadi dan sesulit apapun rintangan yang menghadapi Zahra akan kuat.

"Aku tidak papa Bu, Zahra mengantuk Zahra mau tidur." Ujar Zahra memberi alasan agar Minah mau meninggalkannya.

"Ibu temani kamu tidur ya Nak." Tawar Minah.

"Tidak perlu Bu, aku sudah terbiasa tidur sendiri." Ujar Zahra sambil tersenyum agar Minah mengira bahwa Zahra dalam keadaan baik-baik saja.

"Anak pintar, masih kecil sudah terbiasa tidur sendiri." Ujar Minah sambil mengelus rambut Zahra dengan sayang.
Setelah Minah mengatakan hal itu, dia pun pergi Zahra sendiri di kamar itu.

Ditengah malam Zahra secara diam-diam keluar dari rumahnya, dia berencana untuk mencari ibunya yang telah pergi ke kota untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Zahra akan berusaha semampunya agar dapat segera menemukan keberadaan ibu tercintanya.

Zahra terus berjalan secara perlahan sambil memperhatikan Ibu Minah yang tengah terlelap dalam mimpi indahnya. Zahra sangat bersyukur karena Ibu Minah tidur dengan sangat nyenyak walaupun dia tidur di kursi kayu yang cukup keras, bahkan saat Zahra membuka pintu dan menimbulkan suara Bu Minah tetap tertidur sangat nyenyak.

Setelah perjuangan yang cukup keras akhirnya Zahra dapat keluar dari rumah itu, dengan bermodalkan sebuah foto usang yang dia miliki Zahra akan mulai mencari ibunya.

Dalam kegelapan malam di desa yang hanya terdapat beberapa rumah saja yang memiliki lampu terlihat cukup gelap ditambah saat ini adalah tengah malam membuat suasana desa itu sangat berbeda saat disiang hari.

Jika disiang hari terdapat banyak orang yang melakukan rutinitasnya sehari-hari seperti menyapu, mencuci, menjemur pakaian, menyiram bunga dan tanaman kebun serta ada pula yang menjemur hasil tani mereka.
Tapi saat dimalam hari hanya ada sepi, gelap, dingin dan suara binatang malam yang terdengar bersahut-sahutan membuat Zahra merasa sedikit takut jika harus terus berjalan seorang diri didalam kegelapan yang entah apa hal yang mungkin menghadangnya didepan sana.

"Ibu, Zahra takut," gumam Zahra.

Tapi tekad Zahra lebih kuat dari rasa takutnya, sehingga Zahra terus melanjutkan langkahnya tanpa memperdulikan rasa takut yang mulai menyelinap kedalam hatinya.
Zahra berjalan, terus berjalan dalam kegelapan malam seorang diri, hingga tanpa dia sadari sang fajar mulai menampakkan diri diatas langit sana, menciptakan sebuah pemandangan yang indah dan menakjubkan yang dapat manusia nikmati disetiap paginya. Tapi sangat disayangkan tidak semua manusia merasa bersyukur atas nikmat yang telah Tuhan berikan padanya.

Tanpa Zahra duga ada sebuah mobil truk yang akan melintas disampingnya, dengan cepat Zahra menepi jalan lalu segera menunggu mobil truk itu melintas.

"Pak, saya boleh ikut?" Teriak Zahra saat mobil itu baru saja melintas.

"Boleh Dik, tapi di belakang ya." Jawab pengemudi mobil truk tersebut.

"Iya Pak, tidak papa."

Terjerat Cinta Bos Mafia (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang