Perselisihan

5.1K 205 0
                                    

Happy Reading guys!

Namun Marsel menyadari pergerakan dari Kenan dan langsung menembak kepala Kenan sebelum Kenan menarik pelatuk pistolnya. Sehingga Kenan langsung mati seketika di tempat itu.

"Aku telah berbaik hati tidak membunuhmu, tapi kamu yang memilih jalan ini," ujar Marsel dengan nada yang terdengar sedikit kecewa.

Tanpa Marsel sadari dari jarak yang tidak begitu jauh dari tempatnya berdiri, ada sebuah mobil yang terparkir sejak tadi dan terus mengawasinya.

Di dalam mobil itu terdapat seorang pria paruh baya yang sedang duduk di kursi belakang dan terus memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan oleh Marsel, hingga pria itu pun merasa sudah cukup memantau Marsel dan itulah saatnya untuk bergerak.

Pria itu segera mengambil pistol dari balik jas yang dia pakai, kemudian menembakkan peluru yang berada di pistol itu tepat di kepala Marsel.

Dor....

Peluru itu melesat tepat sasaran, peluru yang semula berada didalam pistol kini telah bersarang di kepala Marsel, Marsel yang merasakan tembakan di kepalanya pun langsung melihat kearah pria yang telah menembaknya, setelah Marsel berhasil melihat siapa orang yang telah menembaknya dia pun langsung tumbang seketika dengan darah yang terus mengalir dari kepalanya.

Flashback off

"Tapi Mah, bukankah pria itu sudah cukup tua. Apakah dia sekarang masih hidup dan terus hidup dengan membunuh banyak orang tidak bersalah?" Tanya Zahra yang merasa penasaran dengan sosok pria tua itu.

"Mamah juga tidak tahu, Nak. Tapi Mamah mendapat beberapa informasi bahwa sekarang perusahaan yang dia pegang diurus oleh anaknya." Jelas Renjani.

"Dia memiliki anak?" Tanya Zahra yang merasa heran, pria sejahat dan sekejam itu ternyata memiliki seorang anak.

" Iya dia punya, dan anaknya adalah laki-laki yang memiliki sifat dan karakter seperti ayahnya." Jelas Renjani.

"Anak dan Bapak sama-sama kejam dan berdarah dingin." Gerutu Zahra yang merasa kesal dengan pria itu.

"Yang sabar ya Nak, kita doakan saja semoga mereka cepat bertaubat." Ujar Renjani agar Zahra merasa lebih tenang.

"Iya Mah, lalu bagaimana dengan Ibuku? Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Zahra yang kini kembali mengingat Ibunya.

"Ibumu pergi tanpa sepengetahuan Mamah, sebenarnya Mamah juga tidak tahu apa tujuannya datang ke sini. Tapi setelah kematiannya barulah Mamah mengetahuinya, bahwa Ibumu pergi ke sini untuk mencari orang yang telah membunuh ayahmu untuk membalaskan dendamnya," terang Renjani.

"Lalu apakah Mamah menemukan orang itu?" Tanya Zahra yang semakin penasaran.

"Sepertinya tidak," jawab Renjani dengan perasaan yang kecewa.

Ya dia merasa sangat kecewa, sahabatnya harus mati sia-sia hanya karena dendang masa lalu yang tidak dapat dibalaskan. Mungkin inilah satu-satunya jalan dengan membiarkan sang pembunuh terus berkeliaran diluar sana, karena kita terlalu kecil untuk membalaskan dendam itu.

Karena jika kita terus berusaha untuk balas dendam, bukannya berhasil justru nyawa kita sendirilah yang akan melayang tanpa bisa membalas dendam.

"Sudahlah Zahra, jangan terus bersedih. Semua telah berlalu, ikhlaskan semuanya. Dan jangan pernah mencoba untuk melakukan hal bodoh seperti ibumu," nasehat Renjani.

"Tapi Mah, keluargaku hancur karena pria ini," ujar Zahra dengan perasaan marah bercampur sedih.

Zahra terus menggenggam foto itu dengan sangat erat, seolah dia ingin melampiaskan rasa kesal, marah dan bencinya kepada foto itu. Tapi itu semua tidak ada gunanya, karena itu hanya selembar foto usang yang telah lama disimpan. Dan tidak akan mempengaruhi orang yang ada didalam foto itu.

"Tapi sayang, jika kamu melakukan hal yang seperti Ibumu lakukan percuma. Kamu tidak akan berhasil, dia terlalu kuat dan berkuasa sedangkan kita hanya rakyat kecil," ujar Renjani menggenggam tangan Zahra.

"Setidaknya kita pernah mencoba," bujuk Zahra agar Renjani mau mengizinkannya untuk membalas dendam atas keluarganya.

"Sudah cukup keluarga kita hancur, sekarang Mamah hanya cuma kamu, jika kamu pergi nanti Mamah sama siapa? Apa kamu tega meninggalkan Mamah seorang diri?!" Bujuk Renjani dengan uraian air mata serta emosi yang dia coba tahan sejak tadi.

Zahra segera mendekap tubuh Renjani, dipeluknya tubuh seorang wanita yang sejak dulu selalu ada untuknya dan tidak pernah sekalipun meninggalkannya. Hati Zahra sakit, hancur dan kecewa saat melihat wanita yang selama ini tersenyum kini berganti menjadi tangis. Hati Zahra semakin hancur saat mengingat bahwa dialah penyebab Mamahnya meneteskan air matanya, hanya karena keegoisan Zahra yang ingin mengetahui masa lalunya kini harus dibayar dengan tangisan Renjani. Apakah pantas?

Bagi Zahra sangat tidak sepadan, jika dia bisa memutar balikkan waktu lebih baik dia tidak mengetahui kebenarannya dan menjalani kehidupannya yang penuh kebahagiaan bersama Mamahnya.

"Maafkan Zahra Mah, Maafkan Zahra," ujar Zahra dengan perasaan yang sangat menyesal atas perbuatannya tadi.

Namun Renjani sepertinya enggan untuk menjawab permintaan maaf dari Zahra. Hatinya masih sakit dan penuh dengan rasa takut jika suatu hari Zahra akan pergi meninggalkannya seorang diri.

"Mah, maafkan Zahra. Zahra janji tidak akan mengungkit hal ini lagi, dan Zahra janji tidak akan pergi meninggalkan Mamah untuk selamanya. Zahra mohon Mah, maafin Zahra."

Zahra mulai melepaskan pelukannya, kemudian mencium tangan Renjani sambil terus memohon permintaan maaf dari Renjani, Zahra takut, sangat takut jika Renjani tidak  mau memaafkannya dan akan terus mendiamkannya.

"Mah, Zahra mohon maafkan Zahra. Zahra janji akan selalu ada untuk Mamah dan tidak akan pernah pergi dari sisi Mamah," ujar Zahra sambil terus memohon dan mencium tangan Renjani.

"Janji?" Tanya Renjani untuk memastikan.

"Janji," ujar Zahra sambil mengangkat tangannya dengan hanya jari kelingking yang berdiri sebagai tanda janji.

Renjani pun akhirnya mau memaafkan Zahra dan menerima uluran jari kelingking dari Zahra dan mereka pun saling berjanji untuk terus bersama dalam suka maupun duka dan tidak akan pernah berpisah.

****

Sentra di tempat lain ada seorang pria yang sedang duduk bersandar di sofa yang empuk dan nyaman sambil melihat sebuah ponsel canggih yang sedang pria itu pegang.

Pria itu terus melihat rekaman cctv di sebuah rumah sakit yang pernah dia singgahi beberapa waktu lalu, pria itu terus memutar rekaman itu berulang kali sambil tersenyum tipis, sangat tipis hingga cukup sulit dikatakan jika itu sebuah senyuman. Bahkan arti dalam senyuman itupun tidak akan ada yang tahu, hanya Tuhan dan pria itulah yang tahu.

"Michel!" Panggil pria itu kepada pelayannya sekaligus orang kepercayaannya.

Dengan sedikit berlari pelayan itu pun segera mendatangi Tuannya secepat yang dia bisa agar Tuannya tidak perlu menunggu lama.

"Ya Tuan, ada yang bisa saya bantu?" Tanya pelayan itu dengan sopan sambil menunduk tanpa melihat kearah wajah Tuannya.

"Carilah informasi tentang wanita yang pernah menolong saya," ujar pria itu tanpa beralih dari ponsel yang dia pegang.

"Sesuai perintah Tuan, kalau begitu saya permisi," ujar pelayan itu.

Setelah mengatakan hal itu, pelayan itu mulai berjalan mundur sambil terus menunduk. Setelah dirasa cukup jauh barulah dia berjalan seperti biasa dan segera pergi untuk mendapatkan apa yang diinginkan oleh Tuannya.

Thanks for reading guys!

Terjerat Cinta Bos Mafia (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang