Bab 10 || Berubah

85 24 46
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Dinara keluar dari rumah, ia langsung dikejutkan dengan kedatangan Afiya. Bisa dipastikan sahabatnya itu, menunggunya untuk berangkat ke sekolah bersama. Belum sempat ia mengucapkan sesuatu, tiba-tiba saja Afiya menyerahkan kunci mobilnya.

"Lo berangkat sendiri, ya," ucap Afiya membuat Dinara mengerutkan kening.

"Lah? Lo m ...." Ucapan Dinara belum selesai saat Afiya langsung saja berlari ke arah di mana Azlan sedang duduk di atas motor.

Dinara memerhatikan gerak-gerik antara Azlan dan Afiya. Terlihat Azlan memasangkan helm kepada sahabatnya lalu Afiya naik ke motor dengan begitu manja. Perlahan mereka mulai pergi meninggalkan Dinara yang mematung. Ia sungguh tidak paham dengan sahabatnya itu.

"Fi, belum berangkat?" tanya Nada dari arah belakang.

Sontak Dinara menoleh memandang Nada dengan senyuman. Akhir-akhir ini, ia sungguh dekat dengan Nada. Entah kenapa ia tidak mengingat lagi mamanya jika sedang bersama Nada. Baginya, Nada adalah Mama yang begitu lembut dan perhatian. Ia benar-benar bahagia bisa merasakan sosok ibu di dalam hidupnya.

"Ah, iya, Ma. Ini aku baru mau berangkat." Dinara mulai mencium tangan Nada. "Assalamualaikum, Ma."

"Wa'alaikumussalam. Hati-hati, ya, Fi!" teriak Nada memandang sang putri.

Semenjak umur putrinya menginjak tujuh belas tahun entah kenapa sikap Afiya begitu berubah. Tidak suka makan, lembut, pintar bahkan tak segan-segan putrinya membantunya memasak atau bikin kue. Tidak seperti dulu yang suka makan, ceroboh, dan pemarah. Meski rasanya aneh, tetapi ia bersyukur sekali.

***

Dinara berhenti melangkah saat melihat sahabatnya sedang berdiri di depan majalah dinding sepertinya sedang melihat sesuatu yang menarik. Langsung saja ia melangkah mendekati Afiya bermaksud ingin mengajak sahabatnya itu ke kantin karena sudah satu hari ia dan Afiya tidak ke sana bersama.

"Ke kantin, yuk, Fi!" ajaknya tidak mendapatkan respons. "Lo lagi liat apa, sih?!" tanyanya menoleh memandang majalah dinding yang tertempel dengan gambar poster mengenai film layar lebar lagi diskon besar-besaran khusus pelajar. "Oh, lo mau ke bioskop?" tanya Dinara lagi yang masih belum ada balasan dari Afiya.

Terlihat Afiya mengambil poster itu yang membuat Dinara mengerutkan keningnya, sahabatnya itu sangat aneh sekali.

"Kalau lo mau, kita pergi, yuk!" lontar Dinara yang mendapatkan gelengan dari Afiya hingga membuatnya semakin bingung. "Terus kalau nggak mau, kenapa lo ambil posternya? Kasian murid lainnya juga pengen liat."

Afiya tidak memedulikan ucapan Dinara. Ia menoleh memandang sekitarnya seolah sedang mencari seseorang hingga matanya tanpa sengaja memandang murid laki-laki yang sejak dari tadi diharapkan kedatangannya.

"Azlan!" teriaknya berlari meninggalkan Dinara yang terdiam.

Dinara berbalik memandang dua insan yang saling berbincang dengan begitu gembira. Terlihat Afiya mengucapkan sesuatu kepada Azlan dengan menunjukkan poster yang diambil, sepertinya Afiya mengajak Azlan ke bioskop.

Dua Tuan Putri [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang