Bab 16 || Tersebar

73 12 16
                                    

Welcome yang baru datang🥰🥳 jangan lupa vote+coment (Kalau bisa spam coment🤭) Apa kabar semuanya? Semoga dalam lindungan-Nya🤲Jika ada kepenulisan yang salah silakan kasih tahu, ya karena aku masih penulis amatir yang masih memerlukan banyak ilmu😉

Welcome yang baru datang🥰🥳 jangan lupa vote+coment (Kalau bisa spam coment🤭) Apa kabar semuanya? Semoga dalam lindungan-Nya🤲Jika ada kepenulisan yang salah silakan kasih tahu, ya karena aku masih penulis amatir yang masih memerlukan banyak ilmu😉

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Dengan langkah santai Dinara menaiki anak tangga satu persatu. Ia mengerutkan keningnya saat semua pasang mata mengarah ke padanya dengan berbagai tatapan bahkan tak jarang ada yang berbisik. Entah membisikan apa yang pasti semua mengenai dirinya. Ia mulai terbiasa dengan semuanya, tetapi kali ini ada yang berbeda.

"Buat lo."

Suara dari salah satu murid perempuan membuat Dinara sontak menghentikan langkahnya. Ia mengerutkan keningnya saat beberapa murid memberikannya uang. Ia tak bisa apa-apa selain pasrah menerimanya karena ia masih dalam keadaan bingung. Sungguh ia tak mengerti.

Setelah semua murid pergi barulah Dinara tersadar. Ia memandang uang pemberian murid-murid SMA 712. Ia seakan seorang pengemis yang diberikan uang recehan. Ada memberikannya uang sepuluh ribu bahkan dua ribu.

"Ini sebenarnya apa, sih?!" gerutunya, ia benar-benar kesal. Baru pertama kali ia diperlakukan seperti itu.

"Eh, udah datang." Afiya bersuara dengan melangkah ke arah Dinara diikuti oleh geng Buliies.

Sontak Dinara mendongak memandang Afiya. Entah kenapa sekarang ia malas dengan Afiya apalagi jika ada geng Bullies. Itu semua membuatnya muak.

"Oh, iya, sampai lupa." Terlihat Afiya merogoh sakunya, lalu mengeluarkan selembar uang merah. "Nih, buat lo. Lumayan buat jajan sehari," lontarnya memberikan Dinara uang seratus ribu.

Tentu saja Dinara kembali mengerutkan keningnya. Ia diperlakukan layaknya seorang pengemis yang sangat membutuhkan uang. Padahal ia masih mampu membeli kebutuhannya.

"Ini ambil. Apa susahnya, sih ambil?!" Karena tidak mendapat pergerakan dari Dinara, Afiya langsung saja menyimpan uangnya ke saku Dinara.

"Nggak usah gengsi kali. Bilang aja lo butuh banget, tuh duit," timpal Inara memandang Dinara rendahan.

Ingin sekali rasanya Dinara memberikan sebuah pelajaran berharga yang tidak akan terlupakan  kepada cewek itu. Namun, semua hanya angan-angan. Ia sendiri, sedangkan mereka berempat. Ada murid-murid yang lebih memilih mereka dari pada dirinya yang hanya abu.

"Gue nggak perlu." Dinara mengembalikan uang Afiya. "Gue masih mampu buat beli sesuatu."

Sontak Afiya mendekati Dinara. "Apa? Gue nggak dengar." Ia berpura-pura menyentuh telinganya. "Nggak perlu? Yakin?"

"Alah, udah jadi miskin masih aja belagu," sahut Inara yang mendapat tawa kecil dari kedua sahabatnya.

Dinara mengepalkan kedua tangannya. Mengenai dirinya yang jatuh miskin ternyata sudah tersebar luas sampai terdengar di kedua telinga murid-murid SMA 712. Padahal ia tidak pernah memberitahukan atau menyebarkan hal-hal seperti itu kepada orang lain. Ia tak mengerti lagi. Pasti ada orang yang menyebarkan semuanya.

Dua Tuan Putri [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang