***
Afiya terduduk dengan begitu lemas. Entah kenapa ada yang hilang dari dalam dirinya ketika mendengar Dinara memutuskan persahabatannya begitu saja. Namun, bukanya itu bagus? Dengan begitu, ia tidak lagi pusing memikirkan Dinara.
"Lo kenapa?" tanya Azlan mengerutkan keningnya. Ia sungguh tidak paham dengan persahabatan gadis di sampingnya itu apalagi arah pembicaraan antara Dinara dan Afiya yang begitu ambigu. "Sikap lo berubah. Nggak kayak Dinara yang gue kenal, lembut dan tentunya sayang sama sahabat," lanjutnya ketika tidak mendapat jawaban dari gadis di sampingnya.
Sontak saja membuat Afiya menoleh. "Nggak usah ikut campur," sahut Afiya memandang tajam Azlan. Ia sekarang sedang tidak mood untuk meladeni siapa pun termasuk Azlan.
Entah kenapa Azlan merasa aneh dengan perubahan sikap sahabatnya belakangan ini. Ia mengetahui betul jika Dinara sangat menyayangi Afiya bahkan sudah menganggap Afiya sebagai saudara sendiri. Namun, mendengar ucapan gadis di sampingnya tadi membuat ia hampir tak percaya.
"Tapi, gue bingung. Kenapa Afiya yang harus marah kalau lo ngundurin diri dari olimpiade? Lo juga kenapa ngundurin diri dari olimpiade? Bukanya lo pengen banget, ya masuk?" Azlan benar-benar tidak bisa menahan mulutnya untuk mengeluarkan suara. Ia sungguh bingung dengan berbagai pertanyaan bersarang di otaknya.
Afiya menghela napas berat. Ternyata Azlan keras kepala sekali. Sudah dibilang tidak usah ikut campur, tetapi cowok itu masih saja membicarakan hal-hal sensitif menurutnya.
"Gue udah bilang 'kan? Nggak usah ikut campur. Ini urusan gue, bukan urusan lo!" dengus Afiya langsung beranjak menjauhi Azlan.
Azlan memandang punggung Afiya yang semakin jauh dengan tatapan bingung. Apa ia salah jika bertanya? Ah, cewek memang seperti itu. Marah tanpa sebab!
***
Suasana taman di samping sekolah lumayan sepi membuat Dinara sangat betah berlama-lama berada di sana dengan ditemani angin sepoi-sepoi mengenai wajahnya. Ia melamun, mengingat kejadian tadi di kantin. Mengingat itu saja membuat ia tidak bisa menahan sedih dan kecewa. Ia tak percaya bahwa sahabatnya itu mengucapkan kalimat pedas yang tidak pernah Afiya ucapkan sebelumnya.
Jujur saja ia tidak mau persahabatannya hancur hanya kerena masalah sepele seperti itu. Ia tidak masalah jika Afiya mengundurkan diri dari olimpiade fisika karena memang ia tahu betul dari awal bahwa sahabatnya tidak menyukai pelajaran fisika, tetapi ia terlalu keras kepala menyuruh Afiya. Ia tadi hanya kecewa karena sahabatnya mengambil keputusan tanpa membicarakan terlebih dahulu kepadanya.
Kejadian tadi malah membuat persahabatan mereka berdua harus hancur begitu saja padahal sudah bertahun-tahun lamanya menjalin persahabatan antara Dinara dan Afiya dengan erat. Namun, semua sudah hilang saat Afiya mengucapkan kalimat, 'hidup lo menjijikan banget'. Kata-kata itu, terus saja menghantui pikiran Dinara.
Ia kecewa bahkan hatinya retak seketika mendengar ucapan menyakitkan itu keluar langsung dari mulut sahabatnya.
Seumur hidup Dinara baru pertama kali dikatakan dengan kalimat pedas seperti itu apalagi yang mengucapkannya adalah Afiya—sahabat kesayangannya. Itu, membuat pertahanannya runtuh, dan tanpa sadar mengucapkan kata 'putus persahabatan' kepada Afiya. Bukan itu saja yang membuatnya memutuskan persahabatannya. Ia juga sudah muak dengan sikap Afiya. Sikap sahabatnya berubah hanya karena memakai tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Tuan Putri [END]
Teen FictionRemaja-Fantasi Dinara dan Afiya adalah dua gadis yang sudah bersahabat sejak kecil. Dinara yang merupakan gadis cantik dan mempunyai tubuh ideal membuat ia diberi gelar sebagai mostwanted girls. Namun, berbeda dengan Afiya yang bertubuh gemuk dan je...