Bab 45 || Tuduhan

39 6 1
                                    

Halo semua! Apa kabar? Maaf, udah jarang banget nggak up. Mungkin aku nggak bisa up seperti biasanya lagi. Cuman bisa up seminggu satu atau dua kali aja karena bukan ini saja yang aku handle. Banyak. Jadi, mohon dimaklumi ✨

 Jadi, mohon dimaklumi ✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Hari sekolah kembali di jalankan seperti biasanya semua murid akan memakai seragam kebanggaan mereka, seragam sekolah. Pada awalnya pasti murid-murid akan semangat datang ke sekolah bahkan sekalipun akan datang sangat pagi-pagi sekali. Namun, berbeda jika sudah pertengahan hari sekolah. Semuanya bermalas-malasan. Memakai berbagai alasan untuk tidak ke sekolah. Kelakuan anak pelajar sekarang sangat mudah sekali ditebak.

Hari Senin. Hari yang begitu melelahkan bagi seorang Dinara. Bukan karena ada upacara bendera yang dilakukan melainkan karena mata pelajarannya ini adalah olahraga. Ia sangat malas sekali untuk pelajaran yang satu itu. Ia dari dulu paling lemah dengan mata pelajaran olahraga. Jika memilih ia lebih baik belajar fisika yang penuh dengan rumus daripada harus olahraga.

Dengan langkah biasanya Dinara menyusuri koridor. Seperti biasanya ia hanya sendirian saja. Tidak ada teman ataupun pacar, tidak seperti murid-murid lainya. Ia Tidak punya siapa-siapa. Ia hanya punya satu teman saja, Dafa. Namun, hubungannya dengan cowok itu bisa dikatakan tidak baik-baik saja. Lupakan saja cowok itu!

Di dunia ini ia hanya hidup sendiri.

Membosankan sekali 'kan? Namun, itulah hidupnya sekarang. Apa-apa harus melakukan sendirian. Kesepian? Tidak juga karena ada rumus fisika yang selalu menemani dirinya. Anggap saja ia gila. Iya, memang ia gila.

Saat menaiki anak tangga hampir saja Dinara jatuh. Untung saja ia melihat jalan dengan benar. Ia melihat ada kaki yang sepertinya sengaja dijulurkan ke depan agar dirinya jatuh.

Tanpa melihat sang pemilik ia sudah tahu. Terlihat dari sepatu dan juga hanya mereka saja yang sering mencari masalah dengan dirinya.

"Untung aja punya mata." Suara itu berasal dari salah satu di antara mereka.

Dinara menoleh memandang ke empat sosok gadis itu yang sedang memandang dirinya dengan melipatkan kedua tangan. Geng Bullies yang tak habis-habisnya membuat masalah dengan dirinya.

Dari mereka yang paling pertama dan sering mencari masalah dengan dirinya adalah Afiya. Gadis itu yang hampir saja membuat dirinya terjatuh.

Tanpa memedulikan keempatnya Dinara berlalu pergi begitu saja dengan santainya. Tidak memedulikan tatapan tajam dan sombong dari mereka. Ia sedang tidak mau mencari masalah dengan mereka.

"What? Dia pergi gitu aja?" Inara menoleh memandang kepergian Dinara yang benar-benar tidak terima jika gadis itu pergi saja tanpa menerima balasan darinya.

"Tenang aja. Gue punya rencana," sahut Afiya tersenyum licik seolah-olah gadis itu sudah mempersiapkan segalanya.

***

Dua Tuan Putri [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang