Bab 54 || Pertukaran Pelajar

40 5 0
                                    

Baru up soalnya kemarin udah nulis banyak eh, kehapus😭rasanya gimana gitu 😪 sekarang baru bisa up. Kemarin marah benar-benar down. Semoga bab ini lebih bagus dari pada bab yang terhapus sebelumnya, huhuh😭😭😭

 Semoga bab ini lebih bagus dari pada bab yang terhapus sebelumnya, huhuh😭😭😭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Beberapa kali Dafa mengembuskan napas berat. Sungguh hari ini adalah hari yang melelahkan. Hampir seharian dirinya melakukan pelatihan. Tidak bertemu Dinara sehari saja ia sudah kangen seperti ini.

Tadinya ia mau langsung ke kamar saja untuk mengistirahatkan diri. Namun, tiba-tiba saja tanpa sengaja melihat sang mama yang berada di kamar yang sudah lama tidak ditempati. Kamar kosong yang terletak tepat di samping kamarnya.

Merasa penasaran saja Dafa melangkah masuk. Baru pertama kali ia masuk ke dalam kamar ini setelah bertahun-tahun lamanya. Pasalnya kamar ini selalu terkunci juga ia tidak memedulikan hal-hal yang tidak berguna seperti membuka kamar ini.

Kerutan kening di wajah Dafa terlihat saat melihat tubuh Kiara bergetar yang menandakan wanita itu sedang menangis karena membelakangi ia tidak bisa melihat dengan jelas.

"Ma ...." Dafa berjongkok di hadapan Kiara saat dugaannya benar bahwa sang mama sedang menangis. "Mama, kenapa?"

Kiara baru menyadari keberadaan Dafa. Wanita itu mulai menghapus air matanya. Namun, pandangannya tak lepas dari foto yang berada di tangannya. Beberapa kali ia mengusap wajah di foto itu.

Melihat apa yang menjadi pusat perhatian sang mama membuat Dafa mengerti alasan mengapa mamanya tiba-tiba saja menangis. Ternyata hanya karena melihat foto itu. Tentu saja ia tahu. Tidak asing lagi bagi dirinya karena hampir setiap hari ia melihatnya.

"Adik kamu, Dafa," ucap Kiara yang terlihat sedih. "Mama merindukan mereka berdua," lanjutnya yang membuat tangisannya pecah kembali.

Seketika Dafa langsung saja memeluk sang mama. Ia sangat mengerti bagaimana mamanya itu merindukan kedua adiknya yang sudah lama menghilang. Sudah berusaha mencari ke manapun, tetapi tetap saja tidak ada hasil sampai sekarang.

"Mereka pasti udah besar. Mama khawatir keadaan mereka gimana? Apa mereka bahagia dengan kehidupannya sekarang?" Kiara mendongak memandang Dafa dengan tatapan sendu yang menyiratkan sebuah kerinduan kepada dua putrinya itu.

Mau bagaimanapun kedua putrinya itu menghilang gara-gara dirinya. Semua salahnya. Ia tidak pantas menjadi seorang ibu jika kelakuannya dulu seperti itu.

Dafa mengangguk dengan mengelus bahu sang mama untuk menenangkan mamanya itu. "Mama tenang aja. Aku yakin mereka pasti baik-baik aja. Jadi, jangan terlalu dipikirin, ya, Ma. Mama harus banyak istirahat. Dafa takut kalau penyakit Mama kambuh lagi."

Kiara menurut. Wanita itu menyimpan foto yang dirinya pegang ke dalam laci. Beberapa kali mengembuskan napas beratnya karena rasa penyesalan dan kerinduan mendalam yang tidak pernah luntur selama bertahun-tahun ini. Hilangnya kedua putrinya tujuh belas tahun yang lalu tentu saja membuat hidupnya tidak pernah tenang.

Dua Tuan Putri [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang