Bab 59 || Sebuah Kebenaran

51 6 1
                                    

Up kemalaman, ya? Jangan lupa vote dan coment. Beberapa part mungkin terlalu panjang, ya? Heheh soalnya Ida ngalir terus. Cuma penyakit magerku sering kambuh) Semoga suka, ya dan maaf partnya panjang. Pasti mumet, ya?☺️

 Pasti mumet, ya?☺️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Dinara terdiam memandang ke arah depan dengan pandangan kosong. Tidak menyangka dengan apa yang terjadi hari ini. Dafa pergi untuk selamanya. Sekarang tidak ada lagi yang menjaga dan menemani dirinya. Pada akhirnya semua pergi satu persatu. Ia kembali sendiri bersama dengan sepi. Dafa sudah diambil, tidak tahu ke depannya siapa lagi?

Jika tahu seperti ini, lebih baik ia tidak pernah melihat dunia lagi. Semuanya sangat menyedihkan sekali. Sebenarnya ia hidup untuk apa? Untuk menderita?!

"Na, yang sabar," ujar Azlan mengelus pundak Dinara dengan lembut.

Dafa baru saja selesai dimakamkan. Kini semua orang sudah berkurang. Hanya tersisa beberapa orang saja di kediaman Arsalan termasuk Dinara dan Azlan yang masih di sana.

"Gue tau lo sedih, terpukul atas kepergian Dafa, tapi lo harus bisa ikhlasin kepergiannya. Doa'in Dafa biar tenang di sana," lanjut Azlan memandang Dinara dengan sendu.

Ia benar-benar merasa menyesal karena sudah mengizinkan Dafa melakukan sesuatu yang membuat cowok itu pergi. Ia yang salah di sini. Seharusnya ia cegah saja. Kebahagiaan Dinara ada pada Dafa. Ia sudah tahu itu, tetapi tetap saja ia bodoh.

Sekarang, lihatlah. Dinara seperti mayat hidup saja. Sejak dari tadi tidak membuka suara dengan pandangan kosong, tidak ada kehidupan.

Tanpa sadar Dinara kembali menitikkan air mata untuk sekian kalinya. Matanya saja sudah terlihat bengkak, bukan hanya mata, tetapi penampilannya yang jauh dari kata baik-baik saja.

Gadis itu mendongak memandang Azlan dengan tatapan penuh luka. Ia capek. Ingin istirahat dengan semua ini. Ia sudah tidak tahan hidup dengan begitu banyak masalah.

"Lan ... gue cuman mimpi, 'kan? Kalau ini mimpi, plis bangunin gue."

Azlan menggelengkan kepalanya dengan sedih mengerti dengan apa yang dirasakan Dinara. Ia tidak tega melihat Dinara bersedih dan terluka seperti ini. Ia rela melakukan apapun asalkan senyum gadis itu kembali. Namun, sulit karena Dinara hanya ingin Dafa kembali dan itu mustahil.

"Lan, bangunin gue. Ini mimpi buruk." Dinara memukul pipinya secara bergantian dengan menggunakan tangan Azlan. Gadis itu mengira bahwa semua hanya mimpi buruk. Berharap terbangun dan semuanya baik-baik saja.

Azlan yang melihat itu tidak tega. Cowok itu sontak saja memeluk Dinara. Meski beberapa kali Dinara meronta-ronta bahkan sampai memukuli dada bidangnya berulang kali Azlan tetap diam. Ia lebih sakit melihat Dinara seperti ini.

Tanpa sadar air matanya turun. Anggap saja ia lemah. Dirinya jarang menangis dan alasan dirinya menangis karena gadis di dekapannya ini. Ia tahu sudah banyak masalah berat yang dihadapi Dinara.

Dua Tuan Putri [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang