Bab 64 || Menyesali

69 5 1
                                    

Up lagi🔥 Seperti biasanya jangan lupa vote dan coment, yo! Huhu semakin mendekati ending🤭 spoiler mulu)

Up lagi🔥 Seperti biasanya jangan lupa vote dan coment, yo! Huhu semakin mendekati ending🤭 spoiler mulu)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Afiya memandang rumah yang sekarang dirinya injak. Rumah yang terlihat kecil. Sangat sederhana sekali. Entah ia bisa hidup dengan tinggal di sini atau tidak, yang jelas dirinya butuh istirahat terlebih dahulu.

Meski pada kenyataannya ia tidak akan nyaman tidur di tempat yang kecil, kumuh apalagi sangat panas. Tidak ada AC. Kehidupan yang ia jalani sebelumnya tidak seperti ini. Penuh dengan kemewahan.

Gadis itu melangkah lebih dalam lagi melihat-lihat apa saja yang bisa dirinya gunakan selama tinggal di sini. Dapur dan ruang makan saja tidak sebagus di rumahnya ataupun di rumah Dinara. Kamar mandi. Entah di mana kamar mandinya terletak. Mungkin saja ada di kamar.

Ia bergegas masuk ke ruangan yang terlihat lebih kecil. Pasti itu kamar mengingat hanya satu ruangan saja.

Saat masuk ia melihat lemari serta ranjang yang ukurannya lebih kecil daripada yang ada di rumahnya. Selain itu, tidak ada AC, televisi atau bahkan kamar mandi pun tidak ada. Bagaimana dirinya bisa mandi?! Apa harus ke toilet umum dan antre panjang? Benar-benar membuat ia tidak tahan dengan hal-hal yang susah.

Iya, dirinya akui Dinara sangat pintar sekali merawat rumah. Meksi kecil, tetapi terlihat rapi. Nyaman untuk ditinggali.

Beberapa kali Afiya mengembuskan napas berat. Tadinya hidup mewah kini hidup susah. Ia hidup sebatang kara. Mamanya sudah pergi meninggalkan dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia hidup? Tanpa ada seseorang yang menemani dirinya. Ia tidak bisa melakukan semuanya sendiri.

Gadis itu meletakkan tasnya ke sembarangan arah. Ia terduduk di atas lantai dengan pandangan kosong ke depan. Ia sudah susah. Ia tidak punya apa-apa. Hanya membawa diri saja. Entah bagaimana besok ia bisa menjalani hidup dengan normal. Sepertinya mulai sekarang ia harus bisa mengatur hidupnya. Sebelumnya ia tidak pernah kepikiran sampai seperti ini karena ia menganggap bahwa hidupnya sudah sempurna.

Tanpa sengaja Afiya menoleh memandang tasnya yang terbuka. Bermaksud ingin menutupnya, tetapi gerakannya terhenti saat melihat amplop berwarna putih yang berada di dekat tangannya itu.

Ia mengambilnya memerhatikan dengan seksama. Perlahan dirinya membuka isi dari amplop itu, yang ternyata sebuah surat. Ia baru mengingat Dinara memberikan dirinya surat ini. Tertulis jelas bahwa ini dari Dafa bahkan tulisannya ia kenal, tidak pernah berubah sama sekali.

Dengan mengumpulkan keberanian untuk membaca isi dari surat itu terlebih-lebih Afiya mengambil napas dalam-dalam. Entah mengapa suasana terasa semakin menyedihkan.

Usai membaca semuanya Afiya terdiam termenung. Tanpa sadar air mata gadis itu turun begitu saja. Dafa, mengapa cowok itu pergi secepat ini?

Dulu, saat dirinya di-bully Dafa selalu datang menolong dirinya. Menjaganya dari mereka semua. Saat nilai matematikanya merah cowok itu mengajari dirinya sampai ia bisa. Sampai mendapatkan nilai di atas KKM. Dafa selalu ada untuk dirinya. Ia tidak tahu lagi jika pada saat itu Dafa tidak ada mungkin hidupnya akan sulit.

Dua Tuan Putri [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang