═══*.·:·.☽✧ ✦ ✧☾.·:·.*═══
"Selamat sore, Lily."
Sore hari di hari Selasa, Madelynn berkunjung ke Perpustakaan untuk mengajari Sirius Transfigurasi. Mereka janjian tepat pada pukul lima sore, Maddie datang limabelas menit sebelumnya.
"Sore." Gumam Lily singkat tanpa menoleh. Ia seperti biasa selalu dengan Snape. Tapi jarang Madelynn dapati Lily jutek.
Ia menggigit bibirnya. Apakah ia melakukan kesalahan? Madelynn duduk berjarak satu kursi kosong. "Lily — apa aku melakukan kesalahan?" Tanya Madelynn hati-hati.
Evans menutup buku tebalnya keras sehingga mengejutkan Snape dan Gray. Ia menatap tajam teman perempuannya itu. "Mengapa kau berteman dengan Potter dan Black?! Kan sudah kubilang untuk sebisa mungkin jauh dari mereka, Maddie."
Yang di tanya menunduk diam memainkan jari di pangkuannya. "A-aku dipaksa, Lily. Profesor McGonagall menyuruhku membantu Black dalam pelajaran Transfigurasi."
Lily menghela napasnya. "Sorry, Maddie. Aku tidak bermaksud membentakmu. Hanya saja — mereka tidak se-baik yang kau kira. Bisa saja mereka memanfaatkan kepintaranmu atau kebaikanmu atau kepolosanmu. Aku hanya mau melindungimu." Suaranya mulai tenang lagi.
"Ekhem." Dehaman seseorang membuat mereka menoleh. Itu Sirius, ia sendiri berdiri di samping Madelynn. Tangannya yang sebelah ia masukan ke dalam saku celana. Jubah dan rompinya tidak ia pakai menyisakan celana hitam panjang, kemeja putih panjang yang ia lipat dan dasi merah Gryffindor nya yang sudah berantakan. Tasnya hanya ia pegang di tangan sebelahnya.
"B-Black. Silahkan duduk." Madelynn menepuk kursi di tengah Lily dan dia.
"Tidak disini." Matanya tajam menatap Snape yang berada di seberang Lily. Ia menarik tangan Madelynn untuk berdiri. "Jika kau tidak suka dengan kami, Evans, kau tak perlu menghasut semua orang. Cukup bergabung dengan para Slytherin bau dan kau sudah mendapat pasukan." Ia lalu menarik pergelangan tangan Madelynn tanpa peduli kursi disana jatuh karena perempuan itu belum siap. Ia membawanya ke pojok Perpustakaan yang jauh dari banyak orang.
Perempuan berjubah biru itu duduk di pojok dekat jendela. Sirius duduk di sebelahnya membanting tas dan tubuhnya. Jantung Madelynn berdegup kencang, takut lelaki itu kehilangan kesabaran lagi. Ia membuka tasnya pelan agar tak membunyikan suara, takut menganggu Sirius.
Ia menatap Sirius yang memejamkan matanya tenang. Wajahnya terlihat lelah dan damai sekaligus. Sinar matahari yang masuk menambah ketampanannya. Ia terus memperhatikan sampai Sirius membuka mata dan langsung menatapnya. Kikuk, Madelynn langsung pura-pura membaca materi yang akan ia ajarkan.
"Aku tahu aku tampan, Gray. Kau bukan yang pertama memperhatikan ku seperti itu." Sirius tersenyum miring melihat wajah merah partnernya.
"S-sorry." Gumam Madelynn.
"Kau cantik, Gray." Pipi Madelynn memerah lagi. "Tapi kepercayaan dirimu kurang. Itu yang membuat kecantikanmu tertutup."
Ucapan Sirius persis sekali dengan ucapan ibunya. Yes, ia susah mendapatkan kepercayaan dirinya. Ia tak secantik dan sepintar ibunya, ia juga tak sewibawa dan setegas ayahnya. Madelynn merasa dia adalah beban keluarga.
"I'm sorry." Minta maaf adalah keahlian seorang Madelynn Gray.
Sirius menghela napasnya. "Jangan minta maaf terus, Gray. Kau tak salah apapun." Ia menaikan dagu gadis itu, tersenyum miring mulai memainkan permainannya. "Kau mempunyai wajah yang sangat cantik untuk seukuran kutu buku sepertimu."
Madelynn tak tahu harus merasa senang atau sedih. Faktanya, ia tak suka di panggil kutu buku. Itu membuatnya terlihat lemah.
Sirius melanjutkan aksinya, ia mendekatkan wajah mereka. Tangannya menangkup pipi Madelynn dan mengusapnya lembut. Matanya menelusuri setiap lekuk wajah dan berakhir di bibir merahnya. Sirius mengusapnya.
"Apa seseorang sudah mengambil ciuman pertamamu, Madelynn?" Sirius menyebutkan namanya dengan sedikit aksen France.
Tak ada jawaban dari Madelynn. Ia malah menggigit bibirnya gugup di tatap dan di tanya seperti itu. Tak ada lelaki yang mengajaknya ngobrol kecuali Remus, tapi mereka hanya sebatas teman belajar dan tidak lebih dari itu, tidak pernah sedekat ini, tidak pernah menyentuh wajahnya.
Sirius meletakan satu tangannya di pinggang Maddie membuat jarak mereka semakin dekat. Madelynn terkesiap sementara Sirius terkekeh pelan.
"Jika kau terus menggigit bibirmu aku dengan ikhlas mau menggantikannya, Princess."
Baru saja Sirius ingin memangku Madelynn, kursinya sudah ditarik duluan oleh seseorang yang menyebabkan ia mundur tiba-tiba, sial, itu James. Madelynn yang hampir jatuh di tahan oleh Remus. Maddie lantas berdiri dan berlindung di belakang Remus. Remus menautkan jari mereka, bisa ia rasakan tangan perempuan itu gemetar.
"What the hell, Padfoot?!"
Sirius mengerang. "Damn, aku hanya ingin belajar mengapa sudah di ganggu. Bisakah tunggu beberapa jam lagi hingga kami selesai."
"Belajar?! Jelas-jelas kau ingin menciumnya, Sirius! Tak ada sesi belajar lagi kau dengan Maddie." Putus Remus.
Sirius menyipit, "Siapa kau mengatur kami, Moony. Dan tidak, aku tidak ingin mencium perempuan aneh kutu buku itu."
Deg! Maddie merasa di permainkan. Harusnya ia tahu konsekuensi dekat dengan Sirius Black. Ia menahan tangisnya di belakang Remus, terus menunduk tak menghiraukan argumen para lelaki tampan itu.
"Okay fine aku ingin menciumnya. Puas?" Sirius akhirnya mengakui setelah kalah berdebat dengan sahabatnya.
"Sirius sudah kubilang kau tak bisa mencium seseorang yang tidak kau kenal!"
"And Moony, sudah kubilang kau tak bisa mengatur hidupku. Dia tidak menolak juga." Sirius menunjuk Madelynn yang membeku. Ia bukannya mau, ia hanya terlalu takut untuk mengungkapkannya.
"Itu karena dia tidak ber-" Ucapan Remus terpotong, ia merasakan tarikan di belakang. Madelynn dengan wajah dan mata merah menahan tangis menarik tangannya pelan.
"Tidak perlu di lanjutkan, Remus." Bisiknya bergetar. "Aku tak apa, terima kasih. Salahku tidak berani melawannya."
"No, Maddie."
Madelynn menggeleng, "Maafkan aku sudah membuat keributan." Ia menatap Sirius takut, "I'm sorry, Black." Ia melepaskan tautan tangan Remus dan membereskan barang dan tasnya dan segera pergi dari sana.
"Maddie, wait!" Kejar Remus. Ia berhenti sejenak di samping Sirius. "Ini belum selesai, kita bicarakan lagi nanti." Setelah itu ia segera lari mengejar sahabat perempuannya.
"Damn!" Sirius menendang kursi lumayan keras. Ia mengacak rambutnya kasar.
"Padfoot." Panggil James. "Ayo, makan malam akan dimulai." Ia menarik Sirius pergi dari sana. Pettigrew di belakang mereka membawa tas Sirius.
"I always fucked up."
James menghela napas. Ia bisa menjadi ibu dari teman mereka. "Honestly, kau tak bisa mencium perempuan sembarangan, Pads. Tidak semua wanita sama. Perempuan seperti Gray ia sedikit — malu. Bukan sedikit sebenarnya, sangat pemalu. Mungkin belum pernah disentuh lelaki lain oleh keluarganya. Jadi kau, yeah, tak bisa seenaknya saja." Jelasnya panjang. "Mengerti kan, Padfoot?" Ia merangkul sahabatnya.
Sirius mengangguk lemah. Sekali lagi, what the fuck is wrong with him. Baru beberapa minggu masuk ia sudah membuat masalah dengan orang yang sama dua kali.
"Menurutmu, apa yang perempuan sukai, Prongs?"
═══*.·:·.☽✧ ✦ ✧☾.·:·.*═══
ga ada yang bisa ngalahin playboynya sirius:( untung kaya;))
KAMU SEDANG MEMBACA
LOML ¡ Sirius Black
Fanfiction- in which the potter's is not the only home he found or - in which sirius black found his home ★ • ★ [Sirius Black X OC] [Marauders era]