Chapter 31: Terpengaruh

2.8K 336 25
                                    

Hujan pagi ini mengguyur deras bumi. Gisha berdiri di kursinya seraya memperhatikan hujan dari jendela kelasnya itu.

Saat ini kelasnya sedang jam kosong dan hanya diberi titipan tugas oleh guru piket. Tak butuh waktu lama tugasnya sudah langsung ia selesaikan tadi.

Tak terasa sudah dua hari Vinka dan Emma tidak masuk sekolah. Ia dengar-dengar mereka akan berangkat ke sekolah mulai besok.
Semalam mereka keluar dari rumah sakit. Tapi sayang, Gisha tidak bisa datang menemani Vinka pulang ke apartemennya karena harus menemani Farensa ke dokter gigi.
Beruntung Reskal dan teman-temannya bisa mengantar Vinka pulang. Setidaknya gadis itu tidak sendirian.

Hubungan Emma dan Gisha juga masih baik-baik saja. Gisha berusaha tampil seperti biasanya setelah ucapan nyelekit Sari kepadanya beberapa hari yang lalu.

Huh, Gisha jadi rindu mereka berdua. Kehidupannya seperti mayat hidup tanpa mereka. Gadis itu lebih sering tidur di kelas jika sedang tidak ada guru. Gisha sendiri tidak suka basa-basi mencari topik pembicaraan dengan teman sekelasnya.

"Gi, ini minumannya." Yola menaruh sebotol minuman mineral titipan Gisha.

Gisha menoleh. "Thanks."

Yola terkejut mendengar kalimat itu. Apa ia tidak salah dengar? Gisha mengucapkan kata ajaib itu.

Gisha yang melihat Yola cengo hanya menatap gadis itu sinis. "Kenapa lo liatin gue gitu?"

Yola menggeleng cepat. "Nggak kok, Gi."

Buru-buru Yola kembali ke bangkunya sebelum Gisha menyemprotnya dengan kalimat-kalimat judes yang selalu ia terima seperti biasanya.

Beberapa detik kemudian Gisha tersadar. "Thanks?" ulang gadis itu.

Gisha sendiri tadi mengucapkan kata itu kepada Yola secara tidak sadar. Ternyata ucapan simpel Reskal berhasil mempengaruhinya sejauh ini.

Gisha kini lebih sering mengucapkan tiga kata ajaib itu. Tolong, maaf, terimakasih. Meskipun sedikit aneh di lidahnya, namun Gisha menyingkirkan perasaan itu. Itu hal normal, tidak ada yang spesial sama sekali jika dia mengatakan kata-kata itu.

Sudut bibir gadis itu refleks membentuk lengkungan kala ia mengingat ucapan Reskal saat di rumah sakit kemarin. Gisha seperti terlempar kembali ke masa itu. Satu yang baru ia pahami, bahwa Reskal tidak seburuk yang ia kira selama ini.

"Itu pasti karena lo kasihan sama gue kan? Lo pasti kasihan sama hidup gue yang menyedihkan."

Setelah Reskal selesai mengikat tali sepatu Gisha dengan sempurna, ia berdiri.

"Gue gak kasihan sama hidup lo. Tapi lo terus menarik diri gue untuk selalu lindungin lo."

"Lo dari SMP gini ya gak berubah? Gue pikir lo punya dendam besar ke gue." Gisha memandang Reskal dengan sorot terluka. "Apa lo gak terusik sama badai kayak gue, Res?"

"Lo emang badai. Cuma menang riuh doang. Tapi hidup lo aslinya kosong gak berisi." Melihat tidak ada respon dari Gisha, Reskal kembali bersuara.

"Lo terkesan merusak, simbol ketakutan orang-orang, padahal aslinya lo takut sama diri lo sendiri."

Gisha mundur beberapa langkah. Ucapan Reskal begitu dalam.

RESHA  [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang