Chapter 52: Merubah Takdir

1.7K 248 43
                                    

Alma: Gi gue butuh bantuan lo.

Alma: 5jt ya besok. Gue tunggu lo besok di sekolah.

Alma membanting ponselnya ke  kasur tatkala pesannya beberapa jam lalu itu hanya dibaca oleh Gisha. Hal yang membuat Alma makin murka yaitu ketika Gisha ternyata langsung memblokir whatsapp-nya. Saat Alma memaki-maki Gisha di sosial media lainnya pun, akunnya juga langsung diblokir oleh cewek itu.

"Brengsek. Gisha anjing!"

"Ohh lo sekarang nantang gue, Gi."

"Sialan, berani bener dia blokir gue," seloroh Alma.

Alma meremas selembar kertas yang ada di tangannya hingga tak berbentuk lagi. Ia lalu menyandarkan tubuhnya ke dinding. Mata gadis itu terpejam, mencoba untuk merilekskan tubuhnya.

Selembar kertas yang Alma pegang itu adalah surat dari dokter terkait dengan penyakit yang dideritanya. Dokter bilang ia menderita kanker usus stadium awal. Hal itu membuat hidup Alma terguncang.

Alma memang sebisa mungkin terlihat baik-baik saja di sekolah, meskipun perutnya terkadang sangat nyeri, ia tetap paksakan berangkat.

Kini Alma butuh uang lebih untuk pengobatannya. Gaji part time-nya jelas masih kurang. Sebenarnya ia masih memiliki harta warisan dari almarhum ayah angkatnya, mengingat beliau tidak memiliki anak kandung dan saudara. Tapi sampai detik ini Alma belum berani menyentuh uang itu.

Alma sebisa mungkin memanfaatkan Gisha untuk menambahi biaya kekurangan untuk membeli obatnya. Begitu-begitu juga Gisha berguna untuknya selama ini.

Alma lalu memukul perutnya. "Sialan lo. Kenapa harus kanker usus? Buang-buang duit aja."

Gadis itu kemudian duduk di meja riasnya. Ia berkaca di sana. "Liat lo kelihatan pucat dan lemah. Gue benci sama muka menyedihkan ini."

Tak berselang lama seseorang memasuki kamar Alma. Alma pun menoleh ke arah orang itu. Tampak dia datang membawa dua nasi bungkus untuknya dan Alma.

"Kita makan dulu, Al. Lo bisa makin parah kalau gak makan," ajaknya.

Alma memutar tubuhnya kembali dan berkaca. "Tuhan mau main-main sama gue sepertinya. Dia kasih penyakit sialan ini sebagai hukuman buat gue?"

Dia menggeleng. "Gue akan bantu semaksimal mungkin untuk pengobatan lo. Lo harus sembuh. Lo harus bertahan."

"Gue selalu ngerepotin, maaf."

"Lo jangan bilang gitu. Gue gak pernah merasa di repotin, Al." Orang itu mendekat ke arah Alma. Ia menaruh kresek berisi nasi bungkus itu di atas meja rias Alma.

Dia kemudian mengambil sisir dan menyisiri rambut Alma yang berantakan. Alma pasti sangat terpuruk sehingga menyiksa dirinya sendiri sampai berantakan seperti ini.
"Lo selalu ada buat gue. Tapi gue gak pernah ada buat lo. Kenapa lo gak tinggalin aja manusia egois seperti gue?" tanya Alma seraya membiarkan orang itu menyisir rambutnya.

Alma juga melihat dari kaca, si dia hanya tersenyum tipis. "Gue di sini atas dasar kasih sayang. Lo punya gue dan gue punya lo. Akan selalu begitu sampai kapan pun. Bukannya gitu hmm?"

Alma mengangguk lemah. "Gue utang balas budi sama lo."

"Tenang aja. Gue ikhlas, gue gak nuntut dibalas." Dia kini mulai mengikat rambut Alma. Dan selesai, ia kemudian memegang kedua pundak Alma dari belakang. "Cukup jangan mati oke?"

Alma tersenyum kecut mendengarnya.

"Kenapa masih maksain sekolah? Lo harusnya istirahat dan fokus sembuhin sakit lo. Lo gak boleh terlalu stress, Al." Tersemat nada begitu cemas dari orang itu.

RESHA  [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang