Chapter 17: Ternodai

4.5K 420 68
                                    

Gisha terbangun seraya mengerjapkan matanya tatkala sinar matahari menyusup masuk melewati celah jendela kamarnya.

Gadis itu menguap malas. Bersyukur ini hari minggu jadi ia bisa malas-malasan sekarang.

Gisha menguletkan badan---ritualnya setiap bangun tidur.

"Siapa yang buka kordennya sih," gumam gadis itu seraya menutupi sinar matahari yang menyilaukan mata dengan satu tangannya.

Gisha melirik jam kecil di nakasnya. Ternyata pukul delapan lewat lima belas menit.

Ia menggaruk kepalanya, berpikir. Tadi malam pulang sama siapa? Apa Vinka yang mengantarnya pulang?

Gisha mencoba mengingat-ngingat apa yang terjadi tadi malam. Tapi kepalanya terasa sangat pusing, karena masih terpengaruh oleh minuman laknat yang semalam ia minum bersama Vinka dan Emma.

Gisha merenung sejenak alasannya kemarin datang ke tempat terlarang itu. Ya, karena bentuk pelampiasannya itu.

Karel lagi-lagi mengungkit sesuatu yang seharusnya tidak dibuka. Perlu diketahui juga, Gisha selalu terluka ketika Karel menekannya dengan membawa-bawa sesuatu yang memang bukan kesalahannya.

Tindakan Karel itu sangat victim blaming dan Gisha selalu benci dengan itu. Miris, banyak orang yang masih kurang bijak ternyata. Seolah bersembunyi dengan kata 'mengingatkan' padahal 'menghakimi' secara tidak langsung.

Seperti:

"Kamu tidak ingat kejadian itu seharusnya buat pukulan telak untuk kamu."

"Jangan banyak tingkah, Gisha. Kalau kamu tidak bisa bertanggung jawab kepada orang lain, setidaknya kamu bertanggung jawab pada dirimu sendiri."

"Tidak usah macam-macam sok mau jadi model. Uang yang papah kasih kepada kamu masih kurang sampai menjual tubuh kamu kepada agensi itu?"

Dan masih banyak lagiiii.

Gisha sakit hati diremehkan dan selalu dianggap kurang di mata papahnya. Padahal Gisha lagi-lagi hanya meminta sebuah kebebasan, bukan meminta suatu hal yang sangat besar. Gisha ingin mandiri, agar orang-orang berhenti menilainya sebagai anak yang hanya menikmati kekayaan keluarganya saja.

Salah?

"Aishhh sialan!" Gisha memukul-mukul gulingnya mengingat ucapan nyelekit itu.

Bersamaan dengan itu, pintu kamar mandinya terbuka menampilkan seseorang yang jelas sangat familiar di mata Gisha.

"LO? NGAPAIN DI KAMAR GUE?!" tanya Gisha masih belum sadar.

Reskal yang sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk, menghentikan aktivitasnya karena pertanyaan konyol Gisha itu.

Tadi ketika ia baru bangun, Farensa ternyata sudah pulang dan mendatangi kamar Gisha. Farensa sudah tahu bahwa Reskal tidur di rumahnya. Makanya ia menyiapkan segalanya untuk Reskal, termasuk perlengkapan mandi.

Reskal bernapas lega, untung saja ia tidur di sofa yang ada di kamar Gisha itu. Entah apa jadinya jika Farensa melihat pemandangan tidak senonoh dirinya dengan Gisha di atas ranjang seperti semalam. Astaga ngeri!

Mungkin Farensa akan memaklumi, tapi Reskal akan malu seumur hidup jika itu terjadi.

"Ngapain? Lo bilang ngapain?" Reskal berdecih dan melirik gadis itu sinis.

Cowok itu berjalan ke arah sofa dan duduk di sana. Tatapannya masih tidak lepas dengan gadis itu.

Gisha membeku sepersekian detik. "Lo semaleman tidur di sini?"

RESHA  [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang