Chapter 48: Fakta Baru

2.1K 266 28
                                    

Seorang gadis membawa sebuket bunga mawar merah di tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya memegang payung berwarna hitam.
Meskipun matahari akan segera tenggelam setengah jam lagi, gadis itu tetap menyusuri sebuah pemakaman untuk melepas rindu dengan orang yang ia sayangi.

Ia berhenti di sebuah gundukan tanah yang masih terdapat bunga mawar yang sudah layu. Hal iu menandakan, bahwa wanita bersurai panjang ini sering mendatangi makam itu.
Setidaknya dua minggu sekali.
Ia duduk di samping makam tersebut lalu menaruh bunga lily itu di dekat nisan.

"Hai, apa kabar?" Tangannya mengusap-ngusap nisan, membersihannya dari debu. "Hari ini aku bawa bunga cantik buat kakak. Semoga suka, ya?"

Hening. Jelas tidak akan ada jawabannya.

Gadis itu berdiri. Ia kemudian mendongak ke atas langit.
Sang gadis sampai detik ini masih belum bisa terima kenyataan bahwa satu-satunya anggota keluarga yang ia miliki, telah tiada dengan cara yang sangat tragis.

Wafat: 15 November

Tulisan di nisan tersebut menandakan, bahwa hari itu adalah kiamat bagi hidup gadis itu.

Ia sudah kehilangan orangtuanya, dan hari itu ia kehilangan satu-satunya anggota keluarga yang ia miliki. Ia kini hidup sebatang kara. Sangat kesepian dan harus menjahit lukanya seorang diri. Ia menjerit setiap malam dalam kebisuan.

Dunianya runtuh, namun tetap memaksanya untuk tetap bertahan. Baginya hidupnya hanya seperti kertas dengan tulisan abstrak. Takdirnya tidak jelas.

Orang bilang, kita harus bersyukur apapun kondisinya. Gadis itu telah jutaan kali mencoba bersyukur, tapi ia tetap manusia lemah, berbagai macam kehilangan-kehilangan tak pernah absen di hidupnya.

Lagi pula siapa manusia paling bersyukur di dunia ini? Cepat tunjukkan padanya. Ia ingin les privat kepadanya haha. Karena ia yakin, sebagian besar manusia mungkin dari luar terlihat bersyukur atas kekurangannya. Padahal dalam hati mengutuk takdir buruk mereka.

"Mereka bilang, akan indah pada waktunya. Apa waktunya itu datang setelah aku mati, Tuhan?" tanyanya bermonolog. Ia kemudian tersenyum kecut. "Tuhan mau mempermainkan hidup aku lagi? Maaf Tuhan, orang yang paling aku sayangi sudah habis. Oh atau jangan-jangan sebentar lagi jatahku?"

Ia menunduk ke gundukan makam itu lalu mengajak berdiskusi orang yang sedang terlelap di dalamnya.

"Kak, lihat. Tuhan mau mempermainkan aku lagi," adunya.

"Kakak kalau ketemu Tuhan, aku titip pesan ya. Bilang kepada-Nya, ambil aku setidaknya ketika aku udah mampu membayar kebahagiaanku. Yaitu melihat manusia laknat itu mati di tanganku."

Tawanya kemudian berderai nyaring. "Aku tidak takut mati. Tapi setidaknya adil lah sedikit kepadaku, Tuhan. Aku tidak pernah merasa bahagia sedikit pun di dunia yang mengerikan ini. Matikan aku dalam keadaan bahagia."

"Dan buat kakak. Aku akan balaskan dendam kakak ke monster itu segera," janjinya.

"Udah puas ngadunya?" ucap seseorang membuat sang gadis menoleh.

Gadis itu menurunkan kaca mata hitamnya sedikit. Ia melihat laki-laki yang memakai pakaian tertutup serta tak lupa payung hitam yang sama seperti miliknya.

"Lo ngikutin gue?" tanya gadis itu penasaran.

"Lo lupa kalo gue emang selalu ada buat lo?" ejeknya jenaka. "Lo kan cuma punya gue sekarang. Cuma gue yang bisa ngertiin lo, Ly."

RESHA  [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang