Chapter 76: Mimpi Buruk

3.7K 275 11
                                    

Alma dengan dibantu Yola berjalan tertatih-tatih ke ruangan Gisha. Tadi di luar ruangan Alma juga memeluk Farensa yang sedang membaca doa-doa untuk Gisha.

Alma tahu betul wanita separuh baya itu terlihat sangat pasrah. Ia juga menganggap Farensa seperti ibunya sendiri mengingat dulu ia juga sering main ke rumah Gisha.

Hubungan buruk Alma dan Gisha seolah menguap begitu saja. Alma tidak meminta apa-apa lagi selain kesembuhan Gisha.

Alma yang pucat dan lesu duduk di kursi sebelah brankar sahabat lamanya. Tak munafik, hatinya berdenyut nyeri melihat kondisi rivalnya itu. Sudah 3 minggu sejak kejadian naas itu, akan tetapi tidak ada perubahan sama sekali dengannya.

"Hai, anak nakal?" Alma tersenyum menyapa. Ia juga mengusap-usap punggung tangan Gisha. "Capek banget ya jadi tidurnya lama?"

Yola yang tadinya berdiri, kini sedikit berjongkok membisikkan sesuatu di telinga Gisha. "Kita semua rindu lo, Gi. Rindu perang mulut hehe."

Setelah itu Yola beringsut dan merangkul pundak Alma. Kedatangan mereka ke ruangan Gisha juga merupakan idenya. Ia merasa bersalah juga karena kesalahan Alma di masa lalu. Andai saja ia dekat dengan Alma, pasti ia akan berusaha mengendalikan adiknya agar tidak menyakiti siapa pun.

"Maafin gue ya, Gi? Gue yang udah rusak persahabatan kita dan buat lo jadi dimusuhin sama satu sekolah dulu waktu SMP."

"Gue juga suka morotin lo dulu. Abisnya lo jahatin kakak gue sih hehe."

"Tapi gue cuma bisa bayar kesalahan itu dengan ngembaliin citra lo di mata anak Heksizt. Cukup gak? Kalo gak cukup nanti kalo gue sembuh, gue kerja keras lagi buat kembaliin duit lo yang udah gue palakin. Syaratnya satu, lo harus bangun dulu!"

Yola tertawa kecil. Terdengar sangat lucu di telinganya memang.

Hingga dua gadis itu cemberut ketika sudut mata Gisha mengeluarkan air mata.

Alma dengan sigap mengusap air mata itu. Ia panik karena membuat anak orang menangis.

"Eh jangan nangis! Gue gak jahatin lo lagi kok, Gi, suer! Gimana nih, Yol?" Alma kelimpungan.

"Al, Gisha bisa dengar apa yang kita katakan. Dia kayaknya terharu sama lo."

Alma menatap tajam Gisha. "Lemah banget sih lo, Gi. Ayok bangun! Bully gue lagi dong."

Yola mencubit lengan Alma kecil hingga gadis itu sedikit mengaduh. "Lo malah bikin Gisha males bangun, dek."

"Gue gak mau tau. Setelah gue sembuh total, lo juga harus bangun dari tidur panjang lo, Gi. Gue tunggu lo dan kita baku hantam lagi haha," canda Alma menghibur Gisha. Alma berharap Gisha benar-benar mendengarkannya.

Alma mendekat ke telinga Gisha. "Reskal masih setia banget nunggu lo, Gi. Dia bucin banget sama lo, lo harus tau ini. Lo beruntung bangettt. Jadi, bangun ya? Kita semua bangga sama perjuangan lo selama ini. Semangat!"

⚡⚡⚡

Tiga bulan kemudian.

Seorang laki-laki berseragam SMA dengan penampilan berantakan  berjalan di lorong koridor rumah sakit menuju ke ruangan Gisha. Laki-laki itu masih sama seperti hari-hari yang lalu. Selalu saja datang ke ruangan Gisha setiap harinya.

"Kasian ya dia. Padahal ganteng tapi kayak orang gila sekarang gara-gara nunggu pacarnya bangun," bisik seorang perawat kepada temannya.

"Masih muda tapi sweet banget sih. Jarang ada cowok sesetia dia. Padahal dia bisa dapetin cewek yang lebih."

"Ceweknya beruntung banget gila. Cowoknya sebucin itu."

Cerita Reskal dan Gisha menjadi bulan-bulanan pekerja di rumah sakit ini. Mereka terharu dengan Reskal yang masih saja setia menunggu ketidak pastian. Padahal dokter saja sudah pasrah dan bilang kalau persentase Gisha akan sadar hanya 3% saja.

RESHA  [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang