Sepulang sekolah Gisha menelfon sopir di keluarganya untuk tidak usah menjemputnya. Papahnya memang mulai protektif dan tidak membolehkan Gisha menyetir sendiri sejak kejadian di bioskop. Gisha juga masih harus istirahat dan tidak boleh terlalu kelelahan.
Tapi di sini lah Gisha akhirnya berada, di sebuah kafe yang letaknya tidak jauh dari SMA Heksadistira. Gisha sudah memberitahukan papahnya bahwa ia hanya keluar sebentar.
"Jadi lo untuk sementara waktu mengajar di SMA Heksadistira?" tanya Gisha pada laki-laki dewasa berpakaian formal itu.
Gerald. Ya cowok itu memang langsung mengirim lampiran pendaftaran sebagai guru di SMA Heksadistira. Papahnya lah yang merekomendasikan itu kepadanya.
Karena papah Gerald dekat juga dengan Arlan Heksadistira, Gerald pun diberi kemudahan untuk diterima.Meskipun begitu, Arlan tentu saja mempertimbangkannya karena Gerald memiliki rekam jejak yang baik pada kuliahnya. Gerald sendiri mengenyam pendidikan di Oxford University. Ia berhasil lulus dengan predikat Cumlaude dan mendapat gelar Philosophy Politics and Economics (PPE).
Gerald memutar ponselnya yang terletak di meja. Cowok berwajah bersih dan putih itu mengangguk.
"Ya..., kurang lebih seperti itu."
"Oh iya, gue penasaran kok tadi lo tiba-tiba masuk ke kelas gue? Lo tau kalo gue di kelas itu, Kak?" tebak Gisha tepat sasaran.
Namun Gerald justru tertawa membuat Gisha sangsi. "Enggak kok. Gue tadi cuma lagi muter-muter aja, itung-itung beradaptasi sama sekolahnya," jelasnya.
Gisha hanya ber-oh ria. Ia mengutuk dirinya yang sok tahu itu.
Seolah mengetahui apa pikiran Gisha,Gerald akhirnya angkat bicara lagi.
"Iya, Gi. Gak salah kok. Gue tadi tanya sama salah satu guru mengenai letak kelas lo.""Dih dasar kepo."
Gerald yang gemas dengan gadis itu mengacak rambut panjang milik Gisha.
Gisha menyesap Dalgona Cofee-nya dan mengamati keadaan luar kafe yang mulai gerimis.
"Gimana sama temen kelas lo---" Gerald tampak berpikir mengingat nama seseorang. "---Yola. Udah baikan?"
Sewaktu Gerald ditemani bu Arina untuk keliling sekolah dan tepat di depan kelas 12 IPS 3, mereka mendengar kegaduhan besar.
Gerald dan bu Arina pun langsung turun tangan menyelesaikan kasus di kelas Gisha. Yuta, Yola, Gisha dan sang ketua kelas dibawa ke ruang BK untuk dimintai keterangan.
Bersyukur Gerald datang di waktu yang tepat. Jika terlambat sepersekian detik saja, Gisha akan melakukan tindakan yang jelas-jelas akan merugikan gadis itu. Gisha bisa kena skor karena melakukan sebuah kekerasan.
Gisha selama ini memang tidak pernah melakukan kekerasan secara fisik kepada mereka yang mengusiknya. Ia lebih menyerang secara mental. Tapi tindakan Yola tadi benar-benar membuatnya sangat murka.
"Gue gak bisa akur sama orang munafik kayak dia," ujar Gisha sesuai fakta.
Kening Gerald bergelombang. Ia sangsi juga dengan sikap Yola. Akan tetapi ia lebih percaya dengan Gisha. Bukannya apa-apa, Gisha selama ini memang terkadang berkata ketus dan nyablak. Tapi Gisha tidak pernah berbohong. Gadis itu selalu jujur dalam mengekspresikan segala sesuatu. Ya, meskipun caranya terkesan kasar dan membabi buta.
KAMU SEDANG MEMBACA
RESHA [SUDAH TERBIT]
Fiksi Remaja[TERBIT] Heksanetz, akun lambe turahnya SMA Heksadistira, yang awalnya diciptakan untuk keseruan para siswa-siswi namun secara mendadak menguak rahasia terbesar Gisha yang selama ini ia tutupi. Karena berita yang tersebar di Heksanetz itu lah semua...