Chapter 14: Tatapan Permusuhan

4.2K 422 45
                                    

Seorang gadis berkucir kuda bersimpuh di hadapan seseorang. Di bawah teriknya matahari, ia rela melakukannya.

Yola. Ia lagi-lagi harus membunuh harga dirinya di hadapan teman-temannya. Ia bahkan kini posisinya nyaris berlutut di kaki Gisha di lapangan utama sekolah.

Kesialannya bertambah mengingat sekarang adalah jam istirahat. Jelas tindakannya itu mendapat feedback dari banyak orang yang menontonnya, baik dari lantai satu maupun sampai lantai atas.

Gisha mengipaskan wajahnya yang berkeringat menggunakan kipas portable milik Emma. Saat mereka pulang dari lab ekonomi dan melewati lapangan, tiba-tiba Yola menghadang mereka dan bersimpuh di hadapan gadis itu.

Gadis berwajah pucat itu terlihat menyedihkan, lemah, tidak berkuasa, dan tidak punya harga diri.
Saat itu Yola memang kehabisan kesabaran karena begitu tertekan. Ia tidak berpikir panjang tindakannya itu bisa berpengaruh pada beasiswanya. Jadi kali ini ia mengikuti instruksi teman sekelasnya untuk meminta maaf kepada Gisha di depan banyak orang.

Gisha tidak gila hormat, akan tetapi melihat Yola yang jatuh harga dirinya di hadapan anak-anak Heksizt membuatnya puas.

"Ngapain lo? Mau jadi suster ngesot?" sarkas Gisha melihat Yola hanya menunduk tidak mengucapkan sepatah kata.

Selain Gisha, Vinka dan Emma, teman-teman sekelas mereka juga ada di sana. Termasuk Yuta, pihak yang turut dirugikan.

"Ma-maaf," ucap Yola kelu.

Yola menghela nafas panjang. Percuma juga ia membela dirinya mati-matian. Pada akhirnya orang-orang akan tetap menghakiminya, menjauhinya, mengasingkannya, dan mengabaikannya. Hidupnya terlalu menyedihkan untuk sekadar mencari pengakuan bahwa ia layak untuk dianggap dan dihargai.

"Lo ngomong apa kumur woii?! Mana sambil nunduk, gak pede sama muka lo?" gertak Vinka jengah.

Yola mendongak. Cahaya matahari membuatnya refleks menyipitkan mata. Bibir kering dan pucatnya menandakan bahwa gadis itu dehidrasi.

Gisha menghentakkan kakinya ke tanah sangat kesal karena Yola mengulur waktunya.

"Lo mau ngomong apa sih udik? Lo gak tau panas?" tanya Gisha nyalang.

"Tau nih si udik kemaren aja lo bisa bacot gede di kelas. Giliran gini ciut kan nyali lo," sindir Emma.

Ubed yang selalu ikut di barisan para cewek-cewek 12 IPS 3, mendekati Yola.

"Cek cek," ucapnya seraya mengetuk-ngetik sebuah mic. Ketika mic nya sudah berfungsi, ia lalu memberikannya kepada Yola. "Nih Yol lo ngomong pake mic yee biar semua orang denger lo ngomong apa."

Teman-teman sekelasnya tertawa. Termasuk Yuta, ia puas melihat Yola yang kalang kabut seperti itu.

"Mantap juga lo, Bed," puji Ersya.

"Iya dong gue mah selalu bisa diandalkan cyinn."

"Mantap-mantap."

Yola yang tadi menerima mic dari Ubed berdiri. Ia memandang sekelilingnya. Bahkan ia sampai mendongak ke lantai dua dan lantai tiga. Ia benar-benar sukses menjadi bahan tontonan rupanya.

RESHA  [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang