Chapter 36: Gymnastic

2.1K 293 22
                                    

Sepulang sekolah Gisha melewati lorong koridor yang masih lumayan ramai. Beberapa siswa-siswi SMA Heksadistira memutuskan untuk langsung pulang, sebagian lagi ekskul. Tidak hanya anak kelas 10 dan 11 saja yang aktif ekskul, beberapa anak kelas 12 juga masih bisa aktif di semester 5 ini.

Sedangkan Gisha sendiri dari kelas 10 tidak minat mengikuti ekskul apa pun. Gisha memang sedikit berbeda. Trauma di masa lampau membuatnya tidak ingin aktif di kegiatan sekolah. Ia juga tidak betah lama-lama di sekolah.

Koridor demi koridor ia lewati. Hingga tepat di depan gymnasium khusus ekskul rythmic gymnastic, samar terdengar alunan lagu Fantaisie-impromptu in C-Sharp Minor, Op. 66. Gisha tak asing dengan musik itu. Seperti dikendalikan, Gisha otomatis berhenti.

Rasa penasarannya sangat besar. Gisha melangkahkan kakinya yakin ke arah sumber suara. Ia masuk ke dalam gymnasium kemudian duduk dari kejauhan menonton pemandangan luar biasa di depannya.
Dari kejauhan tampak seorang atlet rytmic gymnastic sedang berlatih. Bisa dilihat gerakannya yang energik, selaras dengan musiknya.

Gadis yang ada di depan sana adalah Gladys. Salah satu atlet gymnastic kebanggaan SMA Heksadistira. Gadis itu beberapa kali berhasil menyabet juara 1 tingkat nasional bahkan pernah sampai ke tingkat ASEAN.
Nama Gladys tidak pernah absen dalam setiap perlombaan. Ia selalu dipilih menjadi perwakilan sekolah ini.

Kebanyakan wanita mungkin insecure karena kecantikan orang lain. Berbeda dengan Gisha, definisi insecure bagi Gisha sendiri adalah melihat orang lain bisa memaksimalkan bakatnya. Serta didukung oleh banyak orang.
Dan seorang Gladys sendiri adalah satu-satunya orang di sekolah ini yang membuat Gisha sangat insecure.

Menjadi atlet gymnastic yang hebat adalah cita-cita Gisha dari kecil. Gisha bahkan dulu sering memenangkan perlombaan. Sudah banyak kemenangan juga yang ia raih. Setidaknya sampai ia kelas 8 SMP.  Kemudian ia harus mengubur mimpinya itu dalam-dalam.

Gisha mulai membenci ribbon sticks, holahop, bola, bajunya, dan segala yang berhubungan dengan gymnastic, Gisha tidak ingin menyentuhnya lagi.

Untuk bertemu dengan teman-teman di club-nya dulu pun Gisha tak ingin. Ia benar-benar menghindari hal itu. Gisha juga selama ini selalu menghindar jika anak-anak rythmic gymnastic Heksizt tampil.

Tapi detik ini, jiwanya seolah terpanggil. Gisha semakin terpukau dengan penampilan Gladys. Gadis itu terlihat sangat piawai memainkan bolanya. Untuk pertama kalinya semenjak Gisha membenci gymnastic, kini ia bisa menikmatinya lagi.
Ya, meskipun rasa sesak membumbung tinggi di dalam dirinya. Tidak terelakan lagi, Gisha sangat iri.

Permainan Gladys selesai. Gisha tersenyum kecut. Ketika ia hendak beranjak pergi dari sana, tiba-tiba suara tepuk tangan menggema seantero gymnasium.

Gisha melirik ke arah sang pelaku yang entah datang sejak kapan. Padahal tadi Gisha yakin, hanya ia sendirian penonton di sini.

"Keren!" teriak sang pelaku dengan lantang kepada Glayds.

Gadis itu tampak tersenyum lebar dan mengacungkan jempol sebagai respon. Kemudian gadis itu pergi dari sana menyisakan Gisha dan orang itu.
Gisha menatap curiga orang itu. "Lo masih aja ya selalu ngikutin gue?"
Sudah bisa menebak siapa pelakunya 'kan? Reskal. Siapa lagi kalau bukan cowok itu?

"Engga. Kebetulan gue tadi denger suara lagu enak banget jadi ya gue masuk ke sini," elak Reskal. Alasan klasik. Modus berkedok lagu enak ini namanya.

"Ngaku aja cepet," tuntut Gisha tak mau kalah.

RESHA  [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang