Setelah acara makan pagi bersama selesai, Reskal akhirnya pamitan untuk pulang ke rumahnya.
Reskal sangat dongkol. Ia sengaja mengulur waktu untuk pulang bersama Gerald, namun pria itu tak ada tanda-tanda untuk pergi. Akhirnya ia yang memutuskan untuk pulang saja.Gisha dan Gerald sendiri akhirnya memutuskan untuk jalan-jalan, mencari angin di luar.
Tak biasanya, Gisha ingin sekali mendatangi taman hiburan. Seperti ada ilmu sihir, Gerald pun langsung mengabulkannya. Memang sulit sekali untuk cowok itu mengatakan 'tidak', jika Gisha yang memintanya.
Dengan wajah berbinar dan senyum tipis, Gisha melahap es krim yang baru saja Gerald beli. Mereka duduk di sebuah bangku dan menikmati es krimnya.Gerald menatap Gisha sangsi. "Lo masih suka nekat makan es krim?"
Gisha mengangguk pelan. "Iya."
"Ck, nanti gigi lo sakit lagi. Gue masih inget banget waktu lo nangis karena sakit gigi. Gak kapok huh?"
Gisha berdecak dan menatap nanar es krimnya. Ada benarnya juga perkataan Gerald, namun sepersekian detik kemudian ia kembali melahap es krimnya tidak peduli.
"Makan dikit gak pa-pa lah," ucapnya tak mengindahkan cowok itu.
Gerald tersenyum simpul. "Anak nakal."
Dulu, bagi Gisha sakit gigi karena makan es krim dan coklat adalah momok paling mengerikan di hidupnya. Tapi sekarang, semua itu tidak ada apa-apanya. Gisha bahkan sampai kewalahan dan beberapa kali nyaris bundir untuk menghadapi realita kehidupan yang ia jalani sekarang.
"Coba deh lo liat ke sana." Gerald menunjuk seorang anak kecil dengan kostum badut sedang menghibur para pengunjung. "Yakin lo merasa jadi manusia paling kurang beruntung?"
Gisha menatap lamat-lamat anak itu. Tampak anak itu tertawa bahagia, padahal belum tentu juga ia bisa makan hari ini.
"Orangtuanya brengsek banget gak sih. Anak sekecil itu malah disuruh nyari duit," kesal Gisha.
Gerald paham, hati Gisha memang begitu keras. Namun sebenarnya gadis itu mempunyai sisi yang lembut jika mengenalnya dengan baik.
"Ya kita gak tau cerita mereka sebenarnya, Gi. Mungkin emang mereka bener-bener gak mampu. Lo gak bisa lihat dari satu sisi."
Gisha membeku.
"Gimana kalo ternyata orangtuanya sakit gak bisa cari nafkah? Atau kemungkinan buruknya orangtua dia meninggal?" imbuh cowok itu lagi.
Gisha makin terketuk hatinya. Benar juga. Kenapa ya orang-orang bisa berpikiran positif, sedangkan dirinya selalu saja mencari kesalahan orang lain tanpa tahu fakta sebenarnya bagaimana. Gisha jadi merasa orang paling jahat di dunia ini.
Gisha akui hatinya begitu mati untuk sekadar respect kepada orang lain. Gisha bahkan pernah memaki seorang ojol karena mengantar makanannya lama dan ternyata minumannya juga tumpah. Ojol itu berinisiatif untuk mengganti, akan tetapi Gisha menolaknya dengan sarkas. Ia malah membayar uangnya lebih dan tidak meminta uang kembaliannya meskipun ia lagi sensi.
Ojol tersebut jelas bingung mendapat customer macam Gisha. Nyelekit tapi tapi tidak pelit.
Begitu lah Gisha, punya caranya tersendiri untuk melakukan hal-hal baik. Ya, meskipun caranya dominan salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
RESHA [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[TERBIT] Heksanetz, akun lambe turahnya SMA Heksadistira, yang awalnya diciptakan untuk keseruan para siswa-siswi namun secara mendadak menguak rahasia terbesar Gisha yang selama ini ia tutupi. Karena berita yang tersebar di Heksanetz itu lah semua...