62

643 75 4
                                    

Jungkook menggenggam benda kecil yang beberapa hari lalu ia simpan dalam sebuah kotak di lacinya. Sejak hari itu, setiap hari ia memikirkan perkataan Jaeyong tentang Seulgi yang menyukainya.

"Mengapa dia bilang dia menyukaiku," gumam Jungkook. Jungkook mengambil ponsel dari kantongnya dan menghadapkannya ke depan wajahnya kemudian tersenyum bangga.

"Kau memang tampan Jeon Jungkook," kata Jungkook pada dirinya sendiri.

"Ya Jungkook-ah, aku baru saja membeli makanan tetapi terlalu banyak," kata Jin dari balik pintu.

"Jeongmalyo? Gidaryeo hyung!!!" teriak Jungkook semangat. Pemuda itu meninggalkan aktivitasnya dan segera berlari menemui Jin. Jin duduk di depan meja makan dengan banyak makanan fi hadapannya. Sungguh mengherankan, Jin makan sangat banyak tetapi dia tidak pernah gemuk seperti kebanyak orang.

"Wah kau beli banyak sekali hyung," kagum Jungkook.

"Jungkook-ah, pinjam alat cukurmu, milikku patah," kata Jimin yang muncul entah darimana.

"Di kamarku, sepertinya di laci kecil," balas Jungkook yang masih sibuk membuka plastik penutup makanan milik Jin.

"Araseo, gomawo," kata Jimin lalu meninggalka mereka menuju kamar Jungkook. Pemuda itu membuka pintu bercat putih milik sang maknae dan memasuki ruangan di sana.

"Gelap sekali," gumam Jimin. Pria itu menuju tempat yang dikatakan oleh Jungkook tadi. Matanya mencari letak laci kecil.

"Ah di sana," Jimin mendekat ke arah meja dengan laci kecil di dekat jendela. Pria itu mendudukkan dirinya di kursi kerja milik Jungkook untuk memudahkannya menggapai laci yang posisinya lebih rendah. Namun tangan Jimin berhenti tatkala matanya menangkap sebuah benda aneh di atas meja. Atensinya teralih sepenuhnya pada benda persegi panjang kecil yang tergeletak di atas meja. Jimin mengambil benda itu. Tiba-tiba ia teringat akan mantan kekasihnya yang sempat ia sentuh itu. Jimin melihat dengan seksama testpack itu.

"Negatif," gumam Jimin. Ia segera meletakkan benda itu di atas meja Jungkook kembali. Melupakan aktivitas utamanya, Jimin malah berjalan terburu menuju kamarnya. Ia mengambil sebuah hoodie dan meraih kunci mobil di dalam lacinya. Pemuda itu berjalan dengan terburu tanpa memedulikan keadaan sekitarnya. Tanpa pamit atau berkata apapun pada membernya.

Jimin mengemudikan mobilnya dengan cepat di jalan yang cukup lengang malam ini. Sudah hampir tengah malam memang, tetapi pikirannya tiba-tiba kacau membuatnya tidak tenang. Perasaannya semakin berkecamuk tatkala dia melihat siluet seseorang di lantai dua sebuah rumah dengan lampu yang masih menyala terang. Jimin melihat ke arah satpam yang tampak berjaga. Ia tidak gila, mau sekeras apapun ia merayu, satpam tidak akan membuka pintu untuk pria selain yang ia kenal akrab. Dan Jimin bukanlah salah satunya. Pria itu mengambil kerikil dan melemparkannya ke arah jendela kaca kamar yang ia tuju. Berkali-kali ia mengulangi tindakannya hingga sang pemilik jendela membuka tirainya.

Jimin tersenyum cerah ketika gadis itu membuka tirainya meskipun tidak lebar setidaknya ia bisa melihatnya. Mereka saling berpandangan untuk waktu yang lama. Ekspresi tidak bisa berbohong, keduanya saling merindu namun sang gadis dilanda perasaan benci yang lebih besar dari rasa cintanya.

Seulgi menghela nafasnya pelan. Ia melihat Jimin di sana. Ingin rasanya ia menutup tirai itu namun perasaan enggan lebih besar. Hingga tak terasa ia membuka tirai itu cukup lama. Ia melihat wajah Jimin yang ditimpa cahaya bulan membuatnya tampak bersinar seolah menyuruh Seulgi untuk terus memandanginya. Senyumnya tampak tulus dan tangan yang terbuka seolah ingin memeluknya. Seulgi menyeka air matanya yang perlahan turun. Gadis itu menutup tirainya, tubuhnya melemas hingga merosot di lantai. Gadis itu membelakangi jendela enggan menatap Jimin lebih lama lagi. Hatinya sakit mengingat perlakuan Jimin padanya malam itu.

Winter Bear | Jimin X SeulgiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang