18

736 87 0
                                    

Jaeyong mengambil tasnya dan mengemasi bukunya. Jam kerjanya sudah habis. Oleh karena itu, sekarang ia bersiap untuk pulang. Ketika ia ingin melanhkahkan kakinya meninggalkan minimarket, bosnya tiba-tiba memanggil. Anak itu menengok dan membungkuk sebentar pada sang atasan. Tampak seorang ahjussi berumur awal tiga puluhan itu ikut tersenyum.

"Ja...igeo", beliau memberikan sebuah amplop.

"Gajimu", lanjutnya. Jaeyong menerimanya dengan senang hati.

"Kau lihat dulu jumlahnya", perintahnya.

Jaeyong menurut saja. Ia membuka amplopnya dan terkejut manakala mendapati jumlah uang yang diberikan untuknya lebih besar daripada yang diperkirakannya.

"Sajangnim, bukankah ini terlalu banyak?", tanyanya.

"Aniyo, kau sangat giat. Aku suka kau bekerja di sini", kata ahjussi tersebut.

"Ah kamsahamnida", ucap Jaeyong sambil berkali-kali membungkukkan tubuhnya tanda terima kasih yang amat sangat. Ahjussi tampan satu anak tersebut tertawa dengan tingkah Jaeyong yang menggemaskan.

.

Jaeyong sengaja langsung pulang ke rumah sebab ibunya sudah diperbolehkan dirawat di rumah. Ia sangat senang karena bisa sedikit lebih bebas dari biasanya. Beruntung keluarganya tidak melarangnya untuk bekerja. Fisiknya yang sudah cukup tinggi dan kuat mendukungnya untuk mendapat izin dari mereka. Sebelum pulang, Jaeyong berinisiatif untuk pergi ke suatu tempat. Ia terus-menerus tersenyum. Ia ingat kata-kata yang diucapkan Wendy saat di sekolahnya tadi siang. Benar, Jaeyong bersekolah di sana. Ia ada di antara siswa siswi tadi. Duduk di barisan belakang masih dengan buku di tangannya. Ia berharap barisan belakang mendukungnya untuk tetap belajar di tengah keramaian. Sejujurnya ia tidak terlalu menyukai acara konser musik atau sejenisnya. Ia lebih senang berkutat dengan buku penuh rumus yang memusingkan sebagian orang itu. Namun, ketika ia mendengar suara Wendy terlebih saat ia bercerita tentang dirinya, hal itu membuat hati Jaeyong tersetrum. Ia kagum dengan seorang Son Wendy. Dirinya hanya bergulat dengan buku tebal setiap harinya. Tiada hari yang berwarna. Semua hari sama saja. Ia memiliki perasaan yang sama setiap hari. Kata-kata Wendy cukup membuat kagum dan ingin mencari perasaan yang berbeda. Sehingga di sinilah ia sekarang. Berdiri di depan sebuah toko alat musik. Tersenyum memandangi papan nama bertuliskan "JIGEUM" yang terpampang megah di hadapannya. Ia memasuki tempat penuh alat musik tersebut. Meskipun dengan perasaan bingung dan campur aduk, pemuda 14 tahun tersebut bertekad kuat untuk memulai hidup yang lebih terasa hidup untuknya. Ia pergi ke bagian alat musik petik. Matanya mengamati berbagai macam bentuk dan ukuran alat-alat itu. Setelah sekian lama berkeliling, pandangannya jatuh pada sebuah gitar berwarna coklat yang tampak begitu berkilau di matanya. Didekatinya gitar itu, tak lupa mengamati harga yang tertera. Ia tersenyum tatkala mendapati harga gitar itu sesuai dengan uang yang dibawanya ditambah gaji bulan lalu. Ia segera memanggil penjaga toko untuk membungkusnya.

----
"Aku hari ini mendengarkan lagu I Just milik Red Velvet berkali-kali. Enak sekali instrumennya", kata j-hope.

"Aku yang buat", ucap Suga sambil menyeruput kopinya.

"Jangan bercanda hyung. Apa hubungannya kau dengan SM sampai kau diminta membuat lagu untuk mereka", sangkal j-hope.

"Itu benar, kau cek saja", kata Suga santai.

"Shireoyo (tidak mau) kau mengerjaiku saja", jawab j-hope.

"Terserah kau saja", final Suga.

Suga merasa haus dan ingin pergi ke dapur. Namun tangan j-hope menghalanginya.

"Ya... hyung, jjinjjayo igeo?", j-hope memperlihatkan layar ponselnya pada Suga. Suga menghela nafas malas dan memilih melanjutkan tujuannya meninggalkan j-hope yang masih menutup mulutnya tidak percaya. Bukan masalah Suga membuat lagu, tentu saja itu bukanlah hal yang mengejutkan lagi. Namun, perihal dirinya membuat lagu untuk Red Velvet benar-benar mengejutkannya. Suga adalah member yang tidak terlihat tertarik pada girl group sehingga wajar saja jika reaksi j-hope sedikit berlebihan.

----
Bel telah berbunyi menandakan pelajaran telah usai. Semua siswa tampak bersemangat untuk segara pulang ke rumah masing-masing, tak terkecuali Lee Jaeyong, seorang siswa kelas akselerasi. Dalam tas berwarna biru tua itu ia memasukkan semua bukunya. Berjalan meninggalkan sekolah yang sebentar lagi akan benar-benar ia tinggalkan. Langkah kaki panjangnya menyusuri jalanan kota Seoul sambil memikirkan apa yang akan ia lakukan nanti. Pemuda 14 tahun itu menaiki bus berwarna biru untuk menuju ke minimarket dekat rumah sakit tempatnya bekerja. Meskipun ibunya sudah pulang namun kebaikan pemilik minimarket membuatnya bertahan untuk bekerja. Ia bertekad untuk melakukan yang terbaik agar tak mengecewakan siapapun. Tampaknya ucapan Wendy menjadi candu untuknya. Butuh waktu 20 menit untuknya sampai di minimarket. Jaeyong mengganti seragam sekolahmya dengan pakaian yang lebih santai agar tak mengotorinya.  Suara pintu dibuka mengalihkan atensi Jaeyong.

"Eoseo osipsiyo", sapanya pada pembeli. Sang pembeli mengangguk dan berjalan ke arah rak untuk membeli kebutuhannya. Tak lama kemudian, ia sudah berdiri di gadapan Jaeyong untuk membayar. Pembeli itu terus mengamati wajah Jaeyong membuat pemiliknya bertanya-tanya adakah yang aneh dengan wajahnya.
"Ada yang bisa saya bantu?", tanyanya kemudian.

"Tidak", sang pembeli malah mengeluarkan kartu dari saku jaketnya dan memberikannya pada Jaeyong. Dengan tatapan penuh keheranan, Jaeyong menerima kartu tersebut.

"Saya adalah salah satu staf BigHit Entertainment. Datanglah untuk audisi", katanya. Jaeyong menatap lekat kartu tersebut.

"Maaf, menjadi artis bukan keinginan saya", jawab Jaeyong halus.

"Datang saja dulu, semoga beruntung", kata pembeli yang tak lain adalah seorang staf BigHit itu sebelum benar-benar berlalu meninggalkan minimarket. Jaeyong tak ambil pusing dan langsung memasukkan kartunya ke dalam tas.

----
"Jim, kau semakin terkenal saja", puji Taemin.

"Hyung, kau lebih terkenal", puji Jimin balik.

"Ahahaha kau bisa saja. Oh ya untuk kolaborasi kita kali ini kita latihan di mana?", tanya Taemin.

"Di tempat hyung saja", jawab Jimin. Bukan tanpa alasan Jimin memilih berlatih di SM. Bagaimanapun juga, Taemin adalah seniornya apalagi lebih tua darinya. Rasanya tak enak jika seniornya yang harus menemuinya. Maka dari itu, ia berinisiatif untuk mendatangi seniornya yang juga temannya itu.

"Geurae. Tidak masalah. Datanglah ke SM", ujar Taemin yang diangguki Jimin.

----
"Jaeyong-ah", Jiyeon mengamati adiknya yang sedang bermain basket di halaman rumahnya itu.

"Kau tak lelah?", tanga Jiyeon.

"Aniyo", jawab Jaeyong.

"Noona!", panggil Jaeyong saat Jiyeon akan meninggalkannya untuk masuk ke dalam rumah.

"Wae?", tanyanya. Jaeyong mengambil kartu pemberian staf BigHit tadi dan memperlihatkannya pada Jiyeon.

"Noona, ini benarkah asli dari BigHit", tanya Jaeyong pada Jiyeon. Karena Jiyeon berkerja di Bighit cukup lama, tentu ia akan dapat membedakan mana yang asli dan palsu.

"Eo ini asli, darimana kau dapat?", tanya Jiyeon.

"Aniyo, geunyang menemukan di jalan", jawab Jaeyong. Jiyeon hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan berlalu meninggalkan anak itu.

"Eotteokke...", gumamnya.

Bersambung

Have a nice dream friends!!!😆

Winter Bear | Jimin X SeulgiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang