Chapter 21

146 13 0
                                    

Coba klik tombol bintangnya, kali aja double update hihi

Enjoy!

"Papa sekolahin Lio di SMA negeri bukan buat tawuran!" omel Lionel pada anak perempuannya sambil menyetir, "Ini Lio cuma luka kecil, bisa aja kena luka parah? Lio pikirin keluarga yang selalu khawatirin Lio."

"Tapi mereka duluan yang ngeroyokin Rama," bela Liora sesegukan, matanya berkaca-kaca karena terus diomeli Papanya sejak keluar dari kantor polisi. Sementara Leander dan Mamanya hanya diam, membiarkannya dimarahi sang Papa.

"Rama siapa?"

"Rama anaknya Bu Hilda?" sambung Alrine bersuara.

Liora mengangguk sambil mengusap airmatanya, "kemarin Rama dikeroyok anak-anak tadi, dia sampe masuk rumah sakit. Tangan kirinya patah. Lio cuma mau balas mereka, terus mereka nggak terima dan mukul balik karena temennya, Lio tendang di..." ia menjeda takut mencari kosa kata yang cukup sopan.

"Dimana?" giliran Alrine bertanya..

"Di... anunya." Ia meringis saat mengatakan kata itu.

Satu mobil hening sesaat, tiba-tiba semua tertawa membuat Liora kebingungan bahkan membuat Papanya terkekeh, "Lah?"

Leander menghentikan tawanya meski perutnya masih geli, "Heh! Kalau dia mandul gimana?"

"Emang bisa mandul?!" tanya Liora panik. Apa itu artinya ia secara tak langsung telah membunuh calon-calon keturunan dari laki-laki itu?

"Tanya aja ke ahlinya," sahut Lionel dengan nada menggoda.

"Ahli apaan?" Alrine memukul lengan suaminya, "mandul nggak mandul itu tergantung, intinya kalo Lio nendangnya kuat bisa cidera itunya."

"Kuat nggak ya?" Liora mengingat-ingat. Tendangannya memang kuat, menurut testimoni dari laki-laki yang pernah ditendangnya, kecuali di bagian tubuh itu.

"Kok malah bahas anu sih, udah-udah," Alrine mengalihkan topik yang tabu itu, "cari makan aja yuk."

"Boleh, mau makan di resto depan kantor Papa aja?" usul Lionel langsung diangguki keluarganya.

_÷_

Keluarga kecil itu sedang menikmati sajian makan malam di sebuah restoran bintang lima depan gedung perusahaan milik Lionel.

Liora tampak lahap karena perutnya sedari tadi meminta untuk diberi makan. Ia sampai memesan jenis makanan yang beragam.

"Laper banget?" tanya Leander keheranan, adiknya itu pun hanya menyengir.

"Janji ya, Li. Ini terakhir kalinya ikut tawuran. Sampai keulang lagi, Liora balik ke sekolah lama dan semua fasilitas Mama sita." ancam Alrine serius. Liora langsung mengangguk lesu.

"Iya, Ma. Janji."

"Pinter, sekarang abisin semua. Abis ini kita pulang-- uh oke oke," raut wajah Mamanya berubah kesal, "ada yang mau ketemu kalian."

Kernyitan muncul di dahi kedua anaknya dan suaminya, "Siapa-- ah iya, bener-bener sekarang?" tanya Lionel.

Leander dan Liora langsung mengerti, siapa lagi yang sering mengesalkan Mama mereka tiba-tiba kalau bukan dia.

Alrine mengangguk, "Pusing dari tadi diocehin terus," Ia memejamkan matanya, kemudian kembali membuka mata. Aura-aura gelap muncul namun tak terlalu pekat, hingga tidak mengusik pelanggan-pelanggan lain yang sedang makan sama sekali.

"Hey kids!" sapa Sierra mencubit gemas anak-anaknya.

Ia memeluk Liora erat, "are you sure you're okay? I'm really worried about you! Little me," ia melepaskan pelukannya dan menyentuh pelan luka Liora yang sudah diobati.

P.S Don't Tell Anyone [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang