Chapter 50

91 8 2
                                    

Nggak kerasa udah 50 chapter wkwkw

Moga ya minggu depan bisa lebih sering update

Enjoy!

Di sebuah mansion besar, Amelia duduk bersantai selagi menunggu kabar dari putranya mengenai kehancuran anak dari wanita pembunuh suaminya.

"Pasti keluarga itu sedang bertengkar, menangis, stres, dan... gila." Ia tertawa licik membayangkan ekspresi terkejutnya pembunuh itu ketika melihat putrinya diperkosa.

Tok Tok Tok

"Masuk!" jawabnya mengira bahwa itu adalah Devano.

"Nyonya, ada yang mengirimkan ini di depan." ucap pembantunya memberikan sebuah kotak hitam dengan pita merah berukuran sedang yang cukup berat.

Amelia menaruh kotak itu ke atas ranjangnya lalu menyuruh pembantunya keluar. Wanita itu mengangkat alisnya penasaran, siapa yang mengiriminya kado?

Matanya tertuju pada sebuah kartu ucapan yang bertuliskan,

I think this belongs to you, hope you like it!

Tak ada nama pengirim di situ, tanpa pikir lama ia merobek pita merah itu dan membuka kotak.

Bau busuk menguar ke seluruh ruangan, Amelia langsung menutup hidungnya. Ia terbatuk-batuk karena tidak tahan dengan bau seperti bangkai.

Jantungnya serasa berhenti ketika melihat isi kotak itu.

Amelia menutup kotak itu kembali, seluruh badannya bergetar hingga meluruh ke lantai, kakinya tak mampu menahan tubuhnya.

"DEVANO!!!" Ia meraung nama putranya yang sudah tak bernyawa dan salah satu anggota tubuh putranya berada di dalam kotak.

"Kenapa kamu begini, Nak? Maafkan Mama," Air mata Amelia mengalir deras, ia memukul-mukul dadanya dengan kepalan tangannya.

Penyesalan merasuki hatinya, ia yang menyuruh anaknya. Akibatnya putra satu-satunya meninggal menanggung dosanya.

Namun penyesalannya tak berangsur lama, api dendam semakin membara. Ia tidak boleh gegabah, semuanya harus sesuai rencana. Amelia akan membalaskan kematian putranya, pembunuh itu harus merasakan hal yang sama.

_~_

Seringaian terbit di wajah Alrine, ketika mengetahui kado dari Sierra sudah diterima oleh Amelia. Ia yakin wanita licik itu sedang menyesali perbuatannya, Alrine masih berbaik hati untuk menahan Sierra memburu seluruh anggota keluarga Amelia hingga habis tak tersisa.

Orangtua mana yang tidak marah kedua anaknya diperlakukan kasar? Bahkan hampir diperkosa?

Tentunya sosok itu sangat murka menganggap dirinya dikalahkan wanita itu 2 langkah lebih unggul. Namun dengan kado spesial itu, mereka berdua berhasil memperingatkan kembali kepada siapa wanita itu berhadapan.

"Mama!" Alrine menoleh ke arah putrinya yang memanggilnya. Di samping Liora terdapat Xaidan berdiri dengan seragam sekolahnya.

"Idan katanya mau temenin Lio, nggak apa-apa, Ma?" tanya Liora pada Mamanya hati-hati, gadis itu merinding sendiri sempat melihat seringaian sekilas dari Mamanya tadi.

Alrine menoleh ke arah putrinya lalu mengangguk, "boleh, kok, pemeriksaan fisik aja." jawabnya ramah. Liora pun duduk, kemudian mulai diperiksa oleh Mamanya.

"Lio tekanan darahnya rendah. Harus banyak minum air, nggak boleh begadang, banyakin makan sayur-sayuran," jelas Alrine berupa peringatan, bibir Liora mengerucut sebab diharuskan untuk memakan makanan yang tidak disukainya, "Xaidan, pastiin Liora makan sayur abis ini. Paksa aja kalau nggak mau."

P.S Don't Tell Anyone [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang