Chapter 58

76 5 0
                                    

Enjoy!

"Ada apa, Ma? Nggak biasanya Papa kayak gitu," tanya Liora memaksa ketika ia tiba di dalam ruang kerja Mamanya, "ini bukan gara-gara Idan, ini salah Lio. Lio bisa jelasin sem—"

"Li! It's not about it." potong Alrine cepat.

"Then tell me, Ma. What's wrong?" bujuk Liora memohon. Ia membayangkan perasaan Xaidan apabila Papanya memarahi pacarnya itu, padahal yang bersalah adalah dirinya.

Alrine menatap mata putrinya intens, "kamu beneran serius sama Xaidan?"

Gadis itu sontak mengangguk menjawab pertanyaan Mamanya, "Lio nggak pernah seserius ini dalam pacaran, Ma."

Helaan nafas panjang keluar dari mulut Alrine, siap untuk menjelaskan perihal masalah tadi, "tadi Mama dan Papa ke rumah sakit Bakti Mulia, untuk check-up. Di sana Papa Mama juga menjenguk Papanya Xaidan yang bersama Mamanya. Pas Lio nelpon dan bilang kalian di rumah sakit, orangtua Xaidan mendengar itu."

Liora menyimak dengan jantung berdebar.

"Papa nggak sengaja ngomel kalau Lio pasti tawuran lagi dan..."

"Dan apa?" desak Liora.

"Papa Xaidan terkena serangan jantung dan meninggal."

Wajah Liora seketika memucat, jantungnya seakan berhenti mendengar kabar itu.

"Mamanya Xaidan marah, dan saat itu juga meminta kalian berdua untuk putus."

"Apa?" lirih gadis itu, lututnya melemas hingga ia terduduk di atas kursi dengan pandangan kosong.

Alrine memandang putrinya prihatin, wajahnya yang terdapat lebam dan luka goresan yang sudah diberi obat luka namun masih terbuka. Ia pun beralih mengambil peralatan medisnya untuk mengobati luka-luka putrinya dalam diam.

_~_

Waktu menunjukkan pukul 5 sore, setelah merasa badannya mulai pulih. Xaidan berdiri dengan dibantu Leander dan Alvaren di sana.

"Lo yakin udah mendingan?"

Xaidan mengangguk, "gue bisa istirahat, setelah lihat wajah bokap gue untuk yang terakhir kali."

Lionel menatap sendu laki-laki itu lalu menaruh tangannya pada pundak Xaidan, "Om turut berdukacita, ya, semua kehendak Tuhan. Jangan salahin diri kamu."

"Makasih, Om. Salam buat Tante sama Liora." tutur Xaidan kemudian tersenyum tipis. Ia berjalan sambil menggendong tasnya keluar dari kamar rawatnya.

Di depan kamar, Xaidan berpapasan dengan Liora. Gadis itu tampak lebih baik dengan perban di sekitar wajahnya. Satu pertanyaan terbesit pada otak Xaidan, darimana saja Liora saat ia membutuhkan gadis itu tadi?

"I'm sorry, kamu lekas sembuh, ya." ucap Liora bergetar menahan tangis, keputusannya sudah bulat untuk kebaikan Xaidan sendiri, meski itu begitu menyakitkan hatinya.

"Thanks," ucap Xaidan singkat, laki-laki itu pun melanjutkan langkahnya yang terhenti. Ditemani oleh Leander dan Alvaren, ia diantar untuk menemui jenazah Papanya.

_~_

Hari berlalu begitu cepat, tepat tiga hari sejak kematian Papa dari Xaidan. Kegiatan perkemahan SMA 45 tetap berlangsung dan memasuki hari kedua.

Meskipun menjabat sebagai ketua OSIS, Xaidan diberi izin untuk tidak mengikuti kegiatan karena sedang berduka. Sehingga penanggung jawab kegiatan ini jatuh pada tangan Liora selaku wakilnya, sebuah keberuntungan untuknya karena akhirnya pengurus OSIS serta pihak sekolah setuju agar kegiatan perkemahan diadakan di perkebunan dekat Villa keluarga Janvers di Bandung. Selain gratis, tentunya daerah tersebut aman dan layak untuk dijadikan tempat perkemahan.

P.S Don't Tell Anyone [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang