Enjoy!
Di perjalanan pulang, Liora hanya diam dengan badan gemetar. Ia mengelap darah di tangan kirinya pada rok seragamnya.
Sementara Alrine memandang anaknya sendu, ia tahu Liora bermaksud untuk melindungi diri dari penculiknya. Tangannya meraih tangan putrinya menyalurkan kehangatan. Memori masa lalunya muncul, saat ia pertama kali tersadar dengan tangan yang berlumuran darah tanpa mengingat kejadian sebelumnya dan Mamanya lah yang menenangkannya saat itu.
Dan saat ini putrinya mengalami hal yang sama.
"Mama tahu rasanya, Lio hanya melindungi diri. Lio nggak sengaja." ucapnya lembut berusaha agar putrinya tenang.
Liora memeluk Mamanya, "Dia meninggal, Ma. Ini salah Lio!" tangisannya memecah.
Di dalam mobil hanya Leander dan Denta di depan yang mengantar mereka ke rumah. Alrine hanya melibatkan polisi, ia belum sempat menghubungi suaminya serta Om Reza tadi.
Leander hanya diam memandang ke luar jendela mobil kosong, merenungkan nasib adiknya. Ia tidak tahu efek apa yang akan ditimbulkan suntikan tadi pada Liora, ditambah mental gadis itu terguncang karena tak sengaja membunuh penculik tadi.
Kenapa harus Liora, Tuhan? Bukan aku aja yang menanggung semua beban dia? batinnya berdoa seakan berbicara pada Penciptanya.
_~_
"Lean, Lio!" Lionel memeluk kedua anaknya yang baru tiba, anggota keluarganya yang lain juga ikut menunggu mereka di sana, setelah menerima kabar dari Alrine bahwa kembar sudah ditemukan dari penculik yang menyekap mereka.
Leander tersenyum ke Papanya dan keluarganya seakan mengatakan semua baik-baik saja. Ia harus memasang topeng sempurna, agar keluarganya tidak ada yang curiga mengenai hal tadi. Demi keselamatan Liora.
Alvaren dan Brandon juga turut memeluk sepupu-sepupu mereka.
"Lio, biar kita selalu musuhan tapi gue khawatir banget sama lo," Alva mengusap kepala Liora, "Tante Rin tadi telepon gue nanya kalian, emang kalian dari mana sih?" cercanya.
"Kalian emang nggak langsung pulang?" tambah Brandon.
"Gue sama Lio tadi habis sekolah mau cari makan, tiba-tiba ada orang-orang yang nyulik kita berdua." jelas Leander sebab adiknya hanya diam tanpa ekspresi apa-apa.
Alrine tiba memegang bahu kedua anaknya, "Alva, Brandon, jangan banyak tanya dulu ya, Lean sama Lio pasti capek."
"Iya, Tante, maaf." ucap Alvaren dan Brandon tak enak.
Alrine tersenyum simpul pada dua keponakannya, lalu menuntun kembar ke kamar mereka masing-masing.
"Lean, mandi terus nanti makan di bawah ya. Mama bangga, kamu anak yang kuat." ucap Alrine pada putranya. Leander mengangguk lalu tersenyum pada Mamanya kemudian masuk ke dalam kamarnya.
Alrine menemani Liora ke kamarnya, membersihkan dengan telaten sisa darah mengering di tangan kiri putrinya. Sepanjang jalan pulang, setelah tangisan gadis itu berhenti, Liora yang ceria menjadi pendiam meskipun tadi bertemu keluarganya yang lain.
Alrine tahu benar apa yang dirasakan Liora saat ini, perasaan bersalah dan penyesalan. Sengaja maupun tidak sengaja, anak itu merasa itu kesalahannya.
"Lio, lihat Mama,"
Mata sembab Liora menatap iris mata coklat Mamanya.
"Hidup harus berjalan, ini bukan akhir dari hidup Lio. Penyesalan ada bukan untuk menyakiti diri, tapi untuk memperbaiki. Di dunia ini, kadang ada orang-orang yang pantas mati karena kejahatannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
P.S Don't Tell Anyone [HIATUS]
Fiksi RemajaLeander dan Liora Antares adalah kembar dengan sifat yang bertolak belakang. Putra-putri dari keluarga kaya, dikelilingi oleh orangtua serta keluarga besar yang menyayangi mereka, tampak sempurna bagi orang yang melihat. Sedikit yang tahu termasuk m...