Enjoy!
Pagi hari di SMA Angkasa, seperti biasa Leander melakukan rutinitasnya membaca bukunya sebelum kelas. Disamping ada sepupunya, Alvaren sedang berbincang dengan temannya yang lain.
"Leander," Pak Rudy memanggil dari luar kelas, guru matematikanya. Leander pun menghampiri guru itu.
"Ada apa ya, Pak?"
"Ini, olimpiade tinggal seminggu lagi. Rain belum bisa Bapak hubungi, bagaimana progress sejauh ini?"
"Tinggal Bab 6 aja, Pak, yang belum dipelajarin."
Pak Rudy mengangguk lega, "Terus rencananya kapan kalian belajar lagi? Coba kamu hubungi Rain deh, udah mau seminggu dia nggak ada kabar sama sekali."
"Saya mau mundur aja, Pak." jawab Leander spontan. Mengingat ia tidak ingin lagi melihat wajah gadis itu. Sudah seharusnya Leander tidak berubah pikiran sebelumnya, karena persiapan olimpiade itu adalah jebakan awal pengkhianatan gadis itu.
"Loh? Kok gitu sih? Dua bulan loh kalian persiapin ini, kenapa kamu mundur?" tanya Pak Rudy tak setuju.
"Ini keputusan saya, Pak. Saya nggak mau lagi terlibat sama dia. Permisi." jawab Leander sopan lalu pamit meninggalkan guru itu, kembali ke kursinya.
Leander tahu keputusan egoisnya mengecewakan gurunya dan sekolah, namun menjauhi gadis itu jauh lebih baik untuk keselamatan keluarganya sendiri.
_~_
"Eh, baru inget sekolah, nih, cewek aneh!" seruan Donna mengalihkan perhatiannya dari buku.
Tak seperti biasanya, Rain muncul tanpa menggunakan hoodie. Bekas-bekas luka di kedua tangannya masih sedikit terlihat. Gadis itu tidak menghiraukan ucapan Donna dan gengnya sama sekali. Ia berjalan menuju kursinya yang berada di sebelah Leander.
Melihat gadis itu mendekati kursinya, Leander segera berdiri membawa tasnya lalu beranjak dari kursinya tadi untuk duduk di kursi samping Alvaren. Rain menunduk tidak berani menatapnya, gadis itu pun duduk di kursinya tanpa mengeluarkan sepatah kata.
"Kasian banget dijauhin temen sebangku! Hahaha!" seru Donna mengundang tawa teman-temannya, "mending lo pindah kelas deh, kalau bisa sih pindah sekolah! Nggak ada lagi yang mau temenan sama lo, freak!" tambah Donna lalu tersenyum kemenangan.
Rain melipat tangan dan menenggelamkan kepala dalam lipatan tangannya. Air matanya terpaksa ia tahan, percuma ia menangis malah akan membuat orang-orang yang merundungnya merasa menang.
_~_
Sementara itu, di sekolah SMA 45, tepatnya kelas Liora, gadis itu tampak tertawa tanpa beban mendengar cerita Dilla, tentang cara Gilang menembak sahabatnya itu.
Liora turut senang akhirnya kedua sahabat yang saling memendam rasa itu sudah resmi berpacaran. Kini gilirannya yang disebut "jomblo" karena sahabat tomboynya itu sudah punya pacar.
"Anak-anak, diam dulu, boleh minta waktunya?" tanya kepala sekolah mereka yang datang bersama seorang pria dengan kemeja putih berdasi hitam yang nampak menempel cocok pada tubuh idealnya.
"Wow, siapa tuh?" tanya Dilla tak berkedip, dengan cepat tangan Liora melayang pada bahu sahabatnya.
"Lo udah punya pacar, bego!" bisiknya pedas.
"Perkenalkan ini Pak Rega Andara. Dia guru fisika sekaligus menggantikan Bu Asri sebagai guru BK."
Seisi kelas menjadi ribut, ada yang memperbincangkan nama belakang pria itu yang mirip dengan ketua OSIS mereka, ada juga yang penasaran dengan kabar Bu Asri. Sedangkan Liora mempertanyakan dua topik itu dalam kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
P.S Don't Tell Anyone [HIATUS]
Teen FictionLeander dan Liora Antares adalah kembar dengan sifat yang bertolak belakang. Putra-putri dari keluarga kaya, dikelilingi oleh orangtua serta keluarga besar yang menyayangi mereka, tampak sempurna bagi orang yang melihat. Sedikit yang tahu termasuk m...