23. Saling membicarakan

7.3K 936 217
                                    

Di kamar.

Nila mulai memasuki kamarnya yang tak tertutup, kemungkinan si pemilik rumah yang tak lain adalah Cakra sudah menunggu di sana.

"Kenapa tuh anak gantengnya ayah teriak-teriak? Kamu tau gak Nil?"

"A--aku?"Nila menunjuk dirinya sendiri lalu menggelengkan kepalanya."A-aku gak denger yah, telingaku lagi mager buat denger-denger teriakan nya si Sakratul."

Kalaupun Nila tahu, ia juga tak akan memberitahu Cakra.

Cakra mengangguk, pasalnya ia juga tak mendengar begitu jelas apa yang diteriaki oleh Sakra, jika ia tahu.. hemm, sudah jadi apa nanti Nila.

"Ayah mau pantun."

"Wihhh mantul, pantun apaan tuh yah mau denger Nila."

Nila langsung mendudukan dirinya disamping Cakra, ia menatap wajah sang ayah dengan sorot matanya yang berbinar.

"Ayah mulai ya.. dengerin baik-baik!"

Nila mengangguk antusias.

"Buah kedondong belinya di penjual beras.."

"Cakep!"Nila mengacungkan jari jempolnya.

"Kamu tadi masuk rumah sakit kenapa? Mau bikin ayah miskin?"

Nila yang sedari tadi semangat mendengarkan pantun dari Cakra langsung menatap Cakra datar. Pantun macam apa itu namanya, tak masuk akal sama sekali, kenapa harus basa-basi terlebih dahulu kalau hanya ingin bertanya mengenai penyebab masuknya Nila di rumah sakit tadi.

"Ayo jawab! Kamu lihat ini.."Cakra menjeda ucapannya, ia mengeluarkan dompet dari saku celananya dan menunjukkan isinya kepada Nila."Lihat! Uang ayah tinggal dua ribu tujuh ratus sembilan puluh lima rupiah (Rp.2.795)! Gak kasihan sama ayah kamu? Udah tau gak bisa makan cokelat kenapa masih maksa?"

Nila terkekeh, ia merebut dompet Cakra dan meng-unboxing seluruh isi dari dalam dompetnya. Ternyata benar dompet yang terbuat dari kulit badak asli limited edition beli di tepak obralan tak terisi apapun. Bahkan kartu kredit pun juga tak ada.

Setelah lama meng-unboxing akhirnya dompet itu dikembalikan lagi kepada Cakra.

"Salah siapa uangnya di kasih semua sama bunda.."

"Di suruh opa! Kamu gak tau ya opa Jeffry itu julid banget. Sukanya pengaruhi bunda, lihat sekarang kalau bunda pegang semua uang ayah karena basikan jahat dari opa!"bisik Cakra.

"Oh bagus tuh... Biar ayah gak macem-macem paling.. sekarang gini ya yah, semakin lelaki pegang banyak uang pasti akan semakin banyak godaan syaiton di luar sana. Jadi positif ting-ting aja mungkin maksud opa baik biar ayah gak selingkuh."

Cakra menelan ludahnya dengan susah payah, setiap mendengar kata selingkuh pasti ia akan mengingat wanita itu. Mengingat betapa go to the bloknya dia hingga menyebabkan ia sampai pernah study tour di rumah sakit jiwa.

Cakra menyengir mencoba untuk mengalihkan pikirannya."Ih ayah mah cuma satu macem doang tapi bisa dapet dua anak, hehehe. Keren kan ayah? Udah ah serius kembali ke dunia nyata!"

Cakra beralih mengubah raut mukanya menjadi dingin bak vampire, selesai sudah waktunya bercanda sebagai pemanasan, sekarang ia ingin berbicara serius kronologi masuknya coklat kedalam mulut anaknya yang rakus itu.

"Sini jelasin sama ayah kenapa bisa makan coklat? Sengaja kamu? Mau atraksi? Atau gimana?"

Nila diam sejenak, ia berpikir dulu apakah harus mengatakan yang sebenarnya atau tidak. Pilihannya jatuh pada sebuah kejujuran. "Dikasih temen yah, awalnya Nila nungguin ayah Haris lama banget jadi bikin perut Nila kelaparan. Terus datanglah teman Nila ngasih roti, awalnya Nila gak sadar kalau itu roti coklat pas udah masuk ke dalam perut baru deh Nila sadar.."

QueeNila (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang