38. Gak boleh pacaran.

6.1K 1K 259
                                    

  yuk spam komen!


Yang mau gabung dengan gc silahkan klik link di bio.

*****

Tes..

Air mata Haris menetes begitu saja sesaat matanya tak sengaja melihat apa yang dilakukan Daffa pada kekasihnya, ia yang hampir memutar knop pintu langsung ia urungkan, ia bisa melihat Nila yang meminta Daffa mengusap rambutnya dan Daffa yang memberi sebuah kecupan yang tak sengaja Haris saksikan di celah jendela pintu.

Haris kembali mendudukan dirinya di kursi panjang, ia menyisir rambutnya dengan jemarinya sendiri, menundukkan kepalanya dan mengusap sedikit jejak air mata di ekor matanya. Mungkin menunggu di luar adalah pilihan yang tepat dari pada harus membuat Nila tak nyaman dengan keberadaannya. Percuma juga jika ia ingin Nila memaafkannya jika anak itu sendiri masih tak mau memberikannya, Haris tak mau memberikan kesan yang memaksa, ia mau Nila memaafkannya atas dasar hati Nila sendiri.

"Kali ini gue biarin meskipun sebenarnya gue marah liat adegan itu, mungkin bener kata Nila kalau gue cuma bisa buat dia nangis gak kayak Dafuck yang selalu bisa ngertiin keinginan dia.."

Haris mencoba tenang meskipun sebenarnya hatinya sudah bergejolak, ia berusaha untuk menahan semua pikiran buruk, ia yakin Nila tak akan berpaling, ia yakin kebersamaan mereka yang telah terjalin bertahun-tahun tak akan musnah begitu saja hanya karena sebuah masalah kecil.

Sepuluh menit berlalu, Haris masih setia untuk menunduk memperhatikan jemarinya, ia sempat menyesal karena waktu itu telah membiarkan Dilla menyentuh tangannya, tidak! Menurut Haris ini bukan kesalahannya secara keseluruhan karena waktu itu Dilla mengatakan bahwa foto potret tangan mereka hanya untuk memanasi sang mantan dan hanya di bagikan ke mantan namun sialnya Dilla berbohong.

"Lah ngapain lo di sini? Kagak masuk?"

Haris mendongak ketika mendengar suara ngebasnya Cakra, ia menatap lelaki yang telah tersadar dari pingsannya tadi dengan Nisa yang berdiri di samping lelaki itu dengan tangan menggenggam seplastik telur gulung.

"Ayo kak masuk.."ajak Nisa

Haris menggeleng menolak tawaran mereka. "Gue nunggu di luar aja. Nila bisa pulang hari ini kan?"

Cakra mengangguk, ia mengintip sekilas sang anak."Ayo Nis beresin barang yang mau di bawa pulang."

"Ayo, kak Haris gak mau ikut masuk?"

Haris menggeleng lagi, sebenarnya ia mau hanya saja ia sudah menegaskan pada hatinya sendiri untuk tidak masuk jika bukan dari Nila yang mengizinkan. Haris membiarkan Cakra dan Nisa masuk ke dalam ruang perawatan Nila, ia tersenyum tipis menguatkan hatinya sendiri yang telah terluka terlalu dalam. Eak!

Clek!

Pintu terbuka, Daffa yang melihat kedatangan kedua orang tua Nila langsung bangkit dari duduknya, ia memperhatikan mereka, memperhatikan Cakra yang berjalan menghampirinya. Setelah sampai di sampingnya, Daffa lantas langsung mengulurkan tangannya, ia mengecup punggung tangan Cakra sekilas.

Ini anak sopan banget, cerminan diri gue waktu muda wkwk.

Cakra tersenyum, ia juga membayangkan jika Sakra akan semanis Daffa, ia membayangkan Sakra akan mengecup punggung tangannya, ia membayangkan Sakra akan berhenti menatapnya dengan sinis. Akksnska! Anak Cakra yang satu itu memang unik, sikapnya yang ketus seperti wanita yang sedang datang bulan, sekali senggol bachoek.

"Kamu udah makan nak?"

Daffa menunduk, ia menggeleng lemah. Memang pada kenyataannya ia belum makan sama sekali, ia tak mungkin makan makanan orang lain begitu saja.

QueeNila (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang