34. Menjelaskan

8.3K 991 596
                                    

Sesuai janjinya Haris kembali menjenguk Nila di rumah sakit tepat pukul empat sore, wajahnya sudah terlihat membaik meskipun masih terlihat jelas lebam di sekitar pipinya seperti blush-on badut.

Clek! Kriakk!

Lelaki yang di juluki Sakra sebagai lelaki tua itu mulai membuka pintu hingga menyebabkan suara pintu yang saling bergesek dengan lantai, ia melihat semua anggota keluarga Nila yang berkumpul masih lengkap dengan pakaian yang sama digunakan tadi.

"Em, i--ini Cak gue bawain makanan buat kalian. Nila tidur ya?"

Cakra diam, jika biasanya ia akan dengan antusias menerima makanan pemberian Haris maka kali ini tidak meskipun air liur di tenggorokannya sudah berteriak meronta-ronta menginginkan makanan itu.

"Taruh aja di meja kak, makasih ya."timpal Nisa.

Haris mengangguk, berjalan ke arah meja disaat itu pula ia harus meneguk liurnya dengan susah payah ketika tak sengaja melihat tatapan tajam menusuk dari calon adik iparnya yang tak lain adalah Sakra.

"Lo pulang dulu aja Cak sama Nisa sama Sakra, biar gue yang jaga Nila dulu."

Cakra melirik. "Yang ada lo malah buat anak gue nangis lagi nanti!"

"Iya bener kata ayah! Mending Haris tulang lapuk aja yang pulang! Semen dulu sana tulangnya biar gak mudah keropos!"sahut Sakra tanpa mengubah tatapannya.

Nisa mengerang frustasi, ia memijat pelipisnya dengan pelan melihat kedua lelaki tercintanya bersatu untuk memusuhi Haris, jujur Nisa merasa tak enak hati melihatnya apalagi ketika melihat wajah Haris yang sungguh melas seperti induk babi yang kehilangan anak pitiknya.

"Kalau kak Haris yang bantu jaga Nila ya gak papa, aku malah makasih banget yang penting tolong jangan buat Nila nangis------"

Ucapan Nisa terungkan ketika Cakra tiba-tiba menghampirinya dan langsung mengapit bibirnya dengan jemarinya.

"Gak ada!"tolak Cakra.

Nisa geram, ia menggerakkan jemarinya untuk mencubit pinggang Cakra hingga lelaki itu meringis kesakitan.

"Kenapa sih Nis? Jangan aku terus gitu loh yang di sakitin, dicubitin, di songkangin! Harusnya kamu marah sama dia karena udah buat anak kita kayak gini! Ya gak Sak?"

"Engga."

Cakra melotot, ia memandang Sakra heran untuk kali ini. Bukankah tadi Sakra selalu menyetujui ucapannya? tapi sekarang kenapa tidak? Apakah karena Sakra melihat sorot kemarahan sang bunda?

"Udalah kak, ayo kita pulang dulu bersihin badan. Biar kak Haris yang jaga Nila sebentar."

"Gak mau Nis, kamu aja yang pulang sama Sakra."

Nisa mangguk-mangguk, ia mengambil tasnya dan juga tas Sakra. "Ayo kak Haris anterin Nisa pulang."

Damn! Cakra langsung berdiri dari duduknya tanpa babibu, ia mengambil alih tas selempang Nisa untuk di kaitkan ke lehernya lalu berjalan mendahului mereka tentu saja dengan bibir yang terus berkomat-kamit seperti mbah Jambrong baca rumus perkalian.

Haris terkekeh, ia menggelengkan kepalanya melihat tingkah Cakra yang begitu overprotektif dengan Nisa. Jika kalian ingat, Haris memang sempat waktu dulu menyukai Nisa bahkan secara terang-terangan mengatakan hal itu dengan Cakra namun sekarang sudah tak lagi, hatinya sudah tersangkut dengan pesona Nila, anak dari temannya itu.

Lelaki itu mendudukkan dirinya di kursi bekas Cakra, tangannya terulur untuk membawa tangan Nila ke dalam genggamannya kemudian mengecupnya dan menempelkan di pipinya.

QueeNila (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang