40. Belum Berdamai

5.7K 927 416
                                    

Setidaknya kalau gak mau Komen coba beri Vote ya 🙏 karena vote bermanfaat untuk aku dan kita semua.

Selamat membaca ❤️

*****

"Ayah..."

"Hem?"

Cakra menurunkan koran yang ia baca, matanya beralih pada tubuh sang anak yang sudah begitu rapi dengan seragam yang melilitnya. Cakra berdecak kagum pasalnya penampilan Nila kali ini bisa terbilang cukup rapi di bandingkan sebelumnya di tambah lagi dengan bandana telinga banteng menambah kesan imut untuk anak gadisnya itu.

"Wah kepala kamu ada antena nya ya sekarang?"

Nila mengangguk, ia merapikan sedikit bandananya. "Bukan antena lagi yah, ini udah masuk ke dalam kategori tower, siapapun yang mendekat sama Nila pasti langsung bisa terhubung dengan sinyal 5G."

Cakra senang mendengarnya, ia mengacungkan jari jempolnya, ia bangkit merogoh saku jas untuk mencari uang yang sudah ia sembunyikan supaya tidak ketahuan oleh Nisa, ketika sudah menemukannya ia langsung menyodorkan selembar uang seratus ribu itu kepada sang anak. "Ini, uang jajan. Maaf ya ayah cuma bisa kasih seratus ribu doang."

"Wah ayah udah punya uang? Nyuri dari bunda nih pasti?"

"Ssssttss, diem aja napa sih? Ayah nyuri lima ratus ribu, nah seratus ribu buat kamu yang tiga ratus udah buat top up dan seratusnya lagi nanti mau ayah buat beli kaos kaki, ayah tadi lihat di tiktok ada kaos kaki dari kulit delman lagi diskon jadi enam pulu lima ribu.."

Nila mengangguk paham, sebenarnya ia merasa sangat kasihan dengan sang ayah yang tak memiliki uang sedikitpun karena semua uangnya di bawa oleh sang bunda, alhasil sang ayah setiap menginginkan sesuatu pasti selalu mengepet dulu untuk mengambil uang di dompet sang bunda. Ketika Cakra berhasil mengepet pasti ia tak lupa untuk membagi hasilnya dengan Nila supaya dosanya juga ikut terbagi. Bhaks!

Sebenarnya ada hal yang ingin Nila bicarakan dengan Cakra namun hatinya masih sangat ragu, ia terus memandang sang ayah yang sekarang sedang mengecek ponselnya yang berdering. Hembusan nafas kasar berkali-kali terdengar hingga membuat Cakra mengalihkan matanya kepada Nila.

"Kenapa? Ada yang mau dibicarain sama ayah? Masih sakit kah? Kalau masih sakit mending gak usah sekolah deh Nil."

Nila menggeleng lemah, ia mencoba menarik sudut bibirnya, mencoba melangkah untuk mendekatkan dirinya pada sang ayah. "Yah, hari ini gak usah di anter ya?"

Cakra mengkerutkan keningnya, matanya menelisik setiap inch wajah Nila, ia penasaran kenapa sang anak meminta untuk tak perlu mengantarkannya ke sekolah. "Kenapa? Ayah Haris udah perjalanan ke sini loh, lagian hari ini ayah gak bawa mobil mau bonceng dia.."

"Sebenarnya Nila mau di jemput temen...."

"Siapa? Cowok atau cewek? Watik?"

Nila menggeleng, ia memutar-mutar dasi untuk dililitkan di jari telunjukknya, ia mendongak sekilas lalu menyengir seperti kuda liar. "Dijemput Daffa."

"APA?! Daffa yang kemarin itu kan?! Yang 11-12 sama ayah?! Omoo-omoooo, yaamsyong?! Really??! Cincau?! Lasegar?!"

Nila mengerjapkan matanya berkali-kali melihat sang ayah yang begitu so exited setelah mendengar ucapannya, ia kira sang ayah akan marah atau semacamnya namun ternyata terlihat tidak. Nila hanya diam saja memperhatikannya, ia juga membiarkan sang ayah untuk merapikan rambut panjangnya.

"Jam berapa di jemputnya? Naik apa? Motor atau mobil? Pantesan kamu rapih banget hari ini."

"A-ayah gak marah?"

QueeNila (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang