Cukup lama mereka terdiam, Haris masih setia menempelkan bibirnya pada punggung tangan Nila. Jika ia mendongak pasti sudah sangat terlihat jelas matanya yang bengkak dan memerah karena sedari tadi ia hanya menangis dan mengucapkan maaf berkali-kali.
Ia mengaku salah, entah kesalahan seperti apa yang di perbuatannya-ia tak menjelaskannya. Haris bungkam, hatinya sangat sesak, ketakutannya bertambah ketika Nila mengetahui kebohongannya.
Apakah setelah mengatakan kejujurannya akan membuat gadis yang paling ia cintai ini pergi? Jika iya, maka Haris tak akan pernah rela, ia tak akan bisa hidup tanpa Nila layaknya sebuah pohon tanpa daun kemangi.
"Ni--Nila....."
"Vi--Vie mohon setelah ini jangan tinggalin Vie, Vie akan jelasin semuanya ke kamu sayang.. tolong dengerin Vie baik-baik ya?"
Haris menegakkan badannya, ia memutar sedikit badannya untuk mengambil tissue yang berada di kursi belakang. Matanya sempat teralihkan pada sebuah totebag pemberian Nila, sekotak bekal nasi goreng telah ia lahap dengan habis meskipun rasanya masih sangat kurang pas di lidahnya. Setidaknya ia merasa sangat senang ketika bisa merasakan masakan pertama dari sang kekasih.
Kenapa gue sebodoh ini?
Ia tersenyum pilu, kembali ia membalikkan badannya, mengusap air mata dan ingus yang menghiasai wajah tampannya bak dewa sawo. Ia juga mengulurkan tangannya yang memegang tissue untuk mengusap jejak air mata yang berada di pipi sang kekasih. Syukurlah ketika Nila tak menolak usapan dari tangannya.
"Kita ke rumah sakit dulu ya buat obatin tangan kamu."
"Sebelumnya Vie sangat berterima kasih atas nasi goreng buatan kamu, rasanya enak Nil bahkan Vie makan semua sampai habis.."imbuhnya.
Ia tak mungkin mengomentari masakan Nila apalagi dalam situasi seperti ini, ia ingin menghibur Nila dengan memberikannya sebuah pujian.
Haris menghela nafasnya lirih, ia mencoba melengkungkan senyumannya meskipun itu sulit, ia mencoba mencondongkan tubuhnya kearah Nila untuk mengecup sekilas puncak kepala Nila.
Lelaki berumur tiga puluh tujuh tahun itu kembali membenahi posisi duduknya untuk menyentir lagi menuju rumah sakit terdekat dengan tangan yang terus menggenggam erat tangan Nila layaknya anak panda yang tak ingin kehilangan ibunya.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan yang begitu ramai, Tak ada percakapan di antara mereka, Nila diam, ia bungkam setelah mengungkapkan semuanya yang awalnya tak ingin di ungkapkan.
Tak ada yang ingin Nila lakukan, tak ada yang ingin Nila katakan, yang ada di pikirannya sekarang hanya ingin bertemu sang ayah dan memeluknya. Pelukan sang ayahlah yang bisa membuatnya kembali tenang dan melupakan sejenak masalahnya.
Tak lama kemudian mobil Haris terparkir di depan klinik, niatnya ia akan membawa Nila ke rumah sakit tapi tak di sangka tak jauh dari sana terdapat sebuah klinik hingga akhirnya ia memutar stirnya untuk menuju ke sana.
"Ayo Nila kita turun."
Nila masih diam, tak bergeming.
"Ayo sayang, kita obatin dulu tangan kamu.."
Haris sudah turun untuk beralih membuka pintu mobil untuk Nila, ia kembali tersenyum getir melihat Nila yang masih tetap diam bahkan untuk menoleh pun tidak.
"Nilaa..."
Diusapnya bahu Nila sekilas supaya anak itu tersadar dari lamunannya namun nyatanya tetap saja sama.
"Nila, Vie tau kamu marah tapi Vie mohon dengerin Vie kali ini buat ngobatin tangan kamu sebentar ya?"
Nila menoleh, menatap manik Haris sejenak lalu mengeluarkan kakinya satu-persatu dari dalam sana. Ia berjalan mendahului Haris, saat Haris menyusulnya dan merangkul bahunya-Nila menolak, ia melepaskan dengan kasar tangan Haris.
KAMU SEDANG MEMBACA
QueeNila (End)
RomanceTIDAK PLAGIAT DAN JANGAN PLAGIAT!!! "Cinta itu lucu ya bisa berlabuh kemana aja tanpa kita dugong."-Nila Diam-diam menjalin hubungan dengan teman ayahnya namun kemudian dipertemukan dengan anak dari mantan masa lalu sang ayah. Apakah Nila akan olen...