27. Senam Bibir

8.2K 897 264
                                    

"Seblak! Seblak! Seblakk! Hotzzz!!!!"

Nila menghentakkan kakinya berkali-kali karena begitu sebalnya dengan Haris. Kini anak itu berdiri di depan gerbang sekolah menunggu siapapun yang akan menjemputnya dengan ditemani Wati yang terus saja menempel seperti anak kanguru yang selalu berada di dalam kantong Doraemon.

"Seblak? Mau dong Nil mumpung panas-panas gini kan enak tuh makan yang pedes-pedes tapi kamu yang bayarin..."

Nila melirik tajam, ia menghadapkan tubuhnya kepada Wati sembari melipatkan tangannya di depan dada.

"Sebel Wati bukan Seblak! Males ah ngomong sama Wati bikin darah nge-fly terus!"

Wati menyengir memperlihatkan gigi runcingnya kepada Nila tanpa merasa bersalah sedikitpun. "Ini demi kebaikan kita semua, oke? Jangan banyak tingkah, jangan banyak gaya juga soalnya kamu bukan atlet renang."

Nila berdecak, hampir saja ia mengulurkan tangannya untuk menarik rambut Wati namun terhenti karena tangan lain tiba-tiba menarik tangan Nila pelan.

"Jangan.."

Daffa tersenyum, tangan itu adalah tangan Daffa. Daffa bisa melihat gerak-gerik Nila yang akan menarik rambut Wati, kenapa Daffa sampai menghentikannya? Ini bukan tentang Daffa yang menyukai Wati melainkan Daffa yang tak suka jika melihat Nila menjadi wanita yang sangat ringan tangan, Daffa takut jika itu akan menjadi kebiasaan buruk untuk Nila.

"Abisnya sebel sama Wati ganggu kita!"

"Ekhem! Tuh tangannya bisa dilepas dulu gak Daf?"sela Wati.

Daffa mengangguk, ia mengerti, ia sempat melirik sekilas tangannya yang saling bertautan dengan Nila lalu melepaskannya meskipun sedikit ada perasaan tak rela.

"Oalah Tik-Watik! Pegangan tangan doang masak gak boleh?!"

Wati menggeleng sembari menggerakkan telunjuknya ke samping kanan kiri. "No! Tidak bisa! Aku aduin ke eyang Haris mau kah? Mau eyang Haris berpaling ke Wati? Gak papa lah dapet bekas kamu soalnya dia kaya banget, lebih kaya Husband Cakra atau eyang Haris sih Nil?"

Nila diam, ia mengetuk dagunya berkali-kali. Benar juga kata Wati ini, ia juga tak tahu sebenarnya lebih kaya ayahnya atau kekasihnya? Kenapa ia sampai tak memikirkan itu? Tapi jika lebih kaya ayahnya kenapa ayahnya begitu pelit berbanding terbalik dengan kekasihnya?

Daffa terus diam mendengarkan nya. Ia merasa tak percaya diri sekarang. Ia melengkungkan senyum tipisnya sekilas dan menganggap memang dirinya tak ada apa-apanya jika di sandingkan dengan kekasih Nila.

"Kaya semuanya! Kamu gak pulang Wat? Dimarahin Watu loh nanti."

Watu adalah saudara kembar Wati yang berjenis kelamin lelaki. Sebenarnya mereka akan disekolahkan dalam satu sekolah yang sama tapi tak jadi karena Wati insecure jika disandingkan dengan Watu karena Watu jauh lebih tampan darinya. Ya jelaslah kan dia lelaki..

"Gak tau hehe."

"Dih sana pulang, nanti Watu marah loh. Lagian Vienya aku udah otewe kesini."

"Iya kah?"

"He'em."Nila mengangguk antusias, ia sempat tersenyum sekilas kepada Wati.

"Yaudah kalau gitu Wati pulang ya? Inget! Jangan grepe-grepe!"

"Iya udah sana ih.."

Nila memutar balik badan Wati dengan segera dan mendorong nya sampai ke ujung pulau Merauke. Setelah nya ia tertawa sedikit keras hingga mengejutkan sepasang koeching yang akan berproduksi.

"Kenapa ketawa?"

"Hehe, engga."

"Apa dia udah dalam perjalanan kesini?"

QueeNila (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang