29. Sedikit Bermain

7K 993 283
                                    

"Kenapa diem?"

Nila tersenyum ketika mendapatkan sebuah tepukan pelan di bahunya. Ia menoleh, seseorang yang menepuk bahunya adalah Daffa. Kini mereka semua sedang berada di lapangan untuk melakukan olahraga sendiri-sendiri karena kebetulan guru di mata pelajaran olahraga sedang sakit ambien jadi terpaksa tak datang mengajar.

"Gak ada temen, Wati gak masuk soalnya sakit."

"Ada aku. Kita adalah teman bukan?"

Nila mengangguk setuju, kepalanya kembali menunduk melihat kutek yang sedari tadi ia pegang. Rasanya ia ingin sekali menyantet siapapun pemilik kutek yang dipegangnya.

"Itu punya kamu?"

"Ini?"

Daffa mengangguk ketika Nila mengangkat kutek tepat di wajahnya. "Itu yang buat kamu sedih?"

Nila mengangguk pelan, ia tak menyangka jika Daffa bisa secepat itu menangkap apa yang tengah ia rasakan.

Belaian halus Nila rasakan di rambutnya, ia menoleh lagi melihat Daffa yang tersenyum menatapnya. "Jangan sedih, mungkin itu punya saudaranya atau ibunya dan bisa jadi temannya.."

Nila menghela nafasnya pelan, memasukkan kembali kutek itu kedalam kantong celana trainingnya. "Dia anak tunggal, maminya di Surabaya dan teman wanita-------- dia bilang gak ada waktu buat temenan sama wanita lain.."

"Lalu?"

"Ha? Lalu apa?"

"Apa kamu curiga?"

"Entahlah."

"Jangan sedih, mau aku kuncirin rambutnya gak?"

Nila menoleh lagi, ia mengerjapkan matanya berkali-kali sehingga hal itu terlihat lucu di mata Daffa seperti kuda beranak sapi.

"E-emang Daffa bisa?"

Daffa mengangguk meskipun ia tak yakin bisa melakukan itu atau tidak. Ia menerima kuncir rambut itu dan mulai menggerakkan jemarinya untuk menyatukan rambut Nila yang sedikit lebat seperti hutan pinus.

"Daffa belajar dari siapa? Dari adik Daffa?"

"Dari kamu. Ini pertamanya kalinya aku kuncirin rambut perempuan."

Setelah lama kemudian Daffa telah menyelesaikan kegiatannya. Ia tersenyum puas meskipun hasilnya masih sedikit berantakan.

"Makasih Daffa. Ayo kita lari-lari nyusul yang lain."

****

"Kamu pulang sama siapa?"

Berjam-jam sudah berlalu waktunya para murid untuk pulang ke rumah masing-masing. Seperti biasa jika Nila akan menunggu didepan gerbang ditemani oleh Daffa. Daffa akan pergi jika ia sudah melihat dengan siapa Nila pulang.

"Sama dia. Tadi udah telpon sih."

Daffa mengangguk. Ia ikut duduk dikursi panjang yang disediakan disana. Suasana hening tak ada obrolan sama sekali, Nila terus menunduk memperhatikan sepatu nya sedangkan Daffa diam-diam ia mencuri-curi pandang untuk melihat Nila.

"Daffa?"

"Hm?"

"Kalau semisal dia selingkuh, aku harus apa?"

Daffa tersenyum, ia membawa tangan Nila ke dalam genggamannya tanpa ada penolakan sedikit pun.

"Bertahan atau melepaskan."

Mereka saling bertatapan dengan jemari yang masih saling bertautan. Nila senang ketika diperlakukan seperti ini. Ia merasa jika Daffa sedang menyalurkan energi yang menguatkan untuknya.

QueeNila (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang