55. Perasaan Daffa

2.5K 264 21
                                    

Selamat membaca 💗

Maaf apabila menemui banyak kekurangan di cerita QueeNila. 🙏

*****

Nila terus berjalan tanpa arah dengan penampilannya sekarang yang sangat menyedihkan sekali. Mata yang sembab, hidung yang memerah dan rambut yang terlihat acak-acakan, apalagi dengan menggunakan gaun yang seperti ini membuat dirinya kedinginan. Ia menghentikan langkahnya saat melihat sebuah bangku kosong, ia mendaratkan dirinya disana.

Ia tak ingin pulang dengan keadaan seperti ini, ia tak mau membuat kedua orang tuanya khawatir dengan keadaannya. Nila mengambil ponselnya, saat ini yang ingin ia hubungi adalah Wati, beberapa kali ia hubungi namun Wati tak kunjung menjawabnya membuat Nila semakin frustasi. Matanya beralih pada nama satu temannya lagi yaitu Daffa, tapi jika diingat atas kejadian tadi siang, apa masih pantas ia meminta bantuan pada lelaki itu?

Tapi sialnya meskipun hatinya menolak tetap saja jarinya justru menekan nama Daffa hingga berakhirlah ia menghubunginya. Tak butuh waktu lama, suara Daffa langsung terdengar membuat tangan Nila bergetar, air matanya menetes kembali. Jadi haruskah ia menekan egonya sekarang untuk tetap meminta bantuan?

"Nila? Kamu menangis? Apa yang terjadi?"

Nila semakin tak tahan, isak tangisnya justru semakin kencang dan terdengar jelas. Dengan perlahan ia menempelkan benda pipih itu di samping telinganya. "Da-Daff..."

"Share lokasi kamu sekarang dimana!"

Nila mengangguk tanpa penolakan, ia memutuskan sambungan telponnya lalu dengan segera mengirim lokasi dimana ia berada sekarang. Begitu cepat sekali respon Daffa, membuat Nila tak menyangka apalagi ia belum mengatakan apapun tentang apa yang sudah terjadi.

Matanya sejenak menatap layar ponselnya, tidak ada satupun pesan dari Haris, sama sekali tidak ada. Sepertinya mereka memang telah benar-benar berakhir. Nila tersenyum pilu, mengarahkan jemarinya untuk mengusap foto Haris. Ia masih sulit untuk melepaskan tapi sayangnya dirinya sendiri yang menginginkan perpisahan ini hanya karena kecemburuannya terhadap Dilla, teman baik ibunya.

Tak selang beberapa lama ia menunggu, datanglah Daffa. Lelaki itu tampak tergesa-gesa menghampiri Nila, bahkan ia langsung berlutut melihat tampilan Nila yang sangat acak-acakan. Lelaki itu sangat khawatir, dengan segera ia melepaskan jaketnya dan membalutkan jaket itu ke tubuh Nila supaya tidak kedinginan. Ia juga mencoba merapikan rambut Nila dengan jemarinya sendiri.

Daffa memeluk Nila begitu saja, memberikan tepukan pelan untuk menenangkan wanita itu yang masih menangis."Ssstt, udah jangan nangis lagi ya, ada aku disini."tuturnya dengan lembut. Ia melerai pelukannya, mengusap air mata Nila dengan jemarinya sembari tersenyum.

"Aku tadi ke rumah mu, tapi kamu pergi sama om Haris ya? Terus kenapa sekarang bisa ada disini sambil nangis kayak gini, hm? Kamu tau gak sih ini berbahaya untuk perempuan secantik kamu duduk sendirian di tempat yang sepi.."

Nila mendongak, ikut menatap kedua bola mata Daffa, lalu menunduk lagi. "Ka-kamu masih peduli? Meskipun udah terjadi masalah antara keluarga kita?"tanyanya membuat Daffa lagi-lagi tersenyum. Lelaki itu tahu apa yang sudah terjadi di antara kedua orang tua mereka tapi bukan berarti Daffa akan melampiaskan semua yang terjadi kepada Nila yang pada kenyataannya tak tahu apapun sama seperti dirinya.

Untuk apa pula ia balas dendam pada keluarga yang sudah baik kepadanya. Tidak ada alasan untuk melakukan itu karena hatinya menolak.

Saya sangat mencintai Nisa. Selepas dari apapun kesalahan saya, dia tetap mau menerima saya sama seperti halnya Derry, selepas dari apapun kesalahan Eli, lelaki itu tetap sangat mencintai ibu mu. Dari sekian banyak perempuan, cuma Eli yang Derry pilih. Bahkan dia sangat menjaga apa yang sangat berharga yang ada dalam diri Eli yang justru malah saya yang merusaknya. Berdamailah dengan Papa mu, Daffa..

QueeNila (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang