26. Bodyguard

6.4K 850 232
                                    

"Kok baru pulang kak?"

Cakra mengangguk, ia mengecup sekilas kening istrinya dan menyerahkan tas kerjanya kepada Nisa. Nisa bisa melihat bagaimana raut kelelahan yang sangat terlihat pada raut wajah suaminya.

"Aku cuma nyuruh Haris sebentar buat nganter Nila pulang malah gak balik sampai sekarang. Enak banget itu anak makan gaji pincang terus."

Nisa terkekeh, ia mengulurkan tangannya untuk mengusap pipi Cakra sekilas. "Baru aja nganterin Nila loh kak, sekali-kali marahin itu kak Haris biar izin dulu kalau mau bawa Ni------"

"Ayaaaaaahhhhhhh!"

Nila datang berlari menghampiri Cakra lalu berhamburan memeluk tubuh sang ayah. "Hiks! Sroooootttttt! Rottttt! Weeerrrr!"

"Hem seger banget Nil, sedot terus sedot sampai ke akar-akarnya!"

Cakra geram melihat Nila menyemburkan semua ingus kental manisnya di jas Cakra dengan begitu banyaknya seperti slaime.

Nila kembali menangis mengadukan apa yang telah Sakra perbuat pada sang ayah dengan sedramatis mungkin hingga Airmatanya berjatuhan rintik-rintik seperti gerimis mengundang kekasih dimalam ini.

Cakra memijat pelipisnya, ia meleraikan peluknya dan membuka jasnya untuk diberikan kepada Nisa. "Tolong cuci ya Nis, jijik banget! Iyuh gak level kampseupay!"

Nisa mengangguk, ia menonyor kepala Nila sekilas sebelum pergi meninggalkan mereka. "Banyak drama kamu tuh! Orang kamu yang bandel, untung Sakra yang marah bukan bunda."

Nila menjulurkan lidahnya membalas ucapan Nisa karena bukan membelanya malah membela si Sakratul muat."Cuci tuh jas ayah. Selamat bersenang-senang dengan ingus Nila bundaaa.."

Nisa melotot, ia ingin menonyor kembali kepala Nila tapi ia urungkan ketika Cakra melarangnya.

"Hus..hus...bunda galak sana pergi!"

"Udah diem jangan berdebat sama bunda! Ini juga jangan nangis lagi ah, gitu doang kamu nangis. Toh yang bandel kamu, pulang ya langsung pulang jangan keluyuran, udah di kasih tau bunda malah kamu bantah."

Puk! Nila menepuk sekilas mulut Cakra secara sepontan namun tidak terlalu keras karena ia kesal ketika Cakra juga malah ikut menyalahkan nya, harusnya Cakra membelanya. Bukankah lelaki tua itu tak senang jika melihat anak gadisnya menangis?

"Wahh, kamu tuh anak lebih ajar ya Nil? Masak mulut ayah ditepuk kayak gitu? Gak baik!"

"Salah siapa ikutan nyalahin Nila? Nila ini tersakiti loh yah, anak ayah yang lakik nyakitin Nila, mengsakit, mengnyeri, mengashoi ini telinga Nila karena tarikan Sakra, dan karena Nila ini anak baik jadi Nila gak bales."

Cakra mengangguk saja mengiyakan perkataan Nila supaya anaknya ini senang, ia menepuk-nepuk puncak kepala sang anak. "Yaudah nanti ayah marahin Sakra ya."

"Emang ayah berani?"

"Loh siapa berani? Ayah takutlah! Ya kali ayah berani sama pawangnya bunda heuheheh.."

Nila berdecak menepuk kembali lengan sang ayah."Pokoknya ayah harus marahin Sakra!"

"Iya sayang. Udah ya? Ayah ke kamar dulu mau minta jatah sama bunda. Bye ladies emmmmuach!"

Cakra berlari meninggalkan Nila yang masih terdiam ketika mendengar kembali kata 'jatah' dari sang ayah. Ia masih tak paham dengan maksud dibalik kata itu.

Dret..dret! Tingkiwingki dipsi lala poooo!

Ponsel Nila berdering, ia merogoh saku dasternya untuk mengambil ponselnya dan melihat ternyata nama Daffa yang ia beri nama Ayang Daffa tertera dilayar ponselnya. Nila senang lalu mengangkatnya dengan segera.

QueeNila (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang