=60=LAHIRAN

14.6K 768 154
                                    

Eight months later...

Hari demi hari berlalu tanpa terasa, bulan demi bulan telah dilewati dengan cepat, seakan waktu berjalan begitu cepat. Kini, usia kandungan Anya telah mencapai tahap akhir—sembilan bulan.

Tap. Tap. Tap.

Suara langkah kaki terdengar dari tangga, mendominasi keheningan rumah. Kenzo, dengan mata yang terpaku pada layar ponselnya, sedang menuruni anak tangga. Ia berhenti sejenak, menyimpan ponselnya ke dalam saku celananya, dan melanjutkan langkahnya. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti lagi. Matanya terbelalak melihat pemandangan di depannya.

Anya, dengan perut yang sudah membuncit, tengah berusaha mendorong galon air yang penuh. Meski usia kandungannya sudah mencapai sembilan bulan, dia masih nekat mencoba mendorong dan mengangkat galon tersebut. Kenzo tahu bahwa tindakan Anya ini berbahaya—bisa saja bayi mereka terjepit oleh beratnya galon yang ditekan.

Sejak Anya hamil, Kenzo menjadi suami yang sangat protektif. Ia melarang Anya melakukan pekerjaan rumah tangga, seperti mencuci baju, mencuci piring, menyapu, dan mengepel. Semua pekerjaan itu kini ditangani oleh Mbak Sri, pembantu rumah tangga yang sengaja dipekerjakan Kenzo untuk memastikan Anya tidak kelelahan.

“SAYANG!”

Anya langsung terdiam ketika suara berat suaminya menggema di telinganya. Ia segera berdiri tegak, menahan perutnya dengan hati-hati. Sementara itu, Kenzo berjalan cepat ke arah Anya, mulutnya tak berhenti mengoceh.

“Udah aku bilang, jangan kerjakan pekerjaan rumah! Kan ada Mbak Sri!” ucap Kenzo dengan nada cemas.

Anya menundukkan kepalanya, “Maaf, aku cuma pengen minum air galon, tapi galonnya habis. Jadi aku inisiatif mau isi sendiri,” jelasnya dengan suara pelan, masih menunduk.

“Kan bisa panggil aku,” ujar Kenzo, sambil mengangkat dagu Anya agar mata mereka bertemu. “Hei, apa gunanya punya suami kalau nggak diperlakukan layaknya suami? Aku ngerasa nggak berguna tahu, sebagai suami kamu!” Kenzo membentak.

Kenzo benar-benar bingung dengan Anya. Meski sudah berkali-kali dia melarang Anya melakukan ini dan itu, Anya tetap saja keras kepala. Padahal, Kenzo sudah sengaja mempekerjakan Mbak Sri agar Anya tidak kelelahan. Dia hanya khawatir istri dan anaknya mengalami masalah.

“Maaf,” lirih Anya, suaranya hampir tidak terdengar.

“Tugas suami itu membantu istri, dan sebaliknya, tugas istri membantu suami,” ucap Kenzo sambil mengangkat galon dan memasangnya pada dispenser. Setelah galon terpasang, ia mengambil gelas dan menuangkan air dari dispenser.

Kenzo melangkah mendekati Anya, yang masih berdiri diam di tempat, lalu menyodorkan gelas berisi air itu. Tanpa berkata apa-apa, Anya langsung mengambil gelas tersebut dan meneguk airnya sampai habis.

Anya menaruh gelas kosong itu di atas meja, kemudian memejamkan matanya sesaat sebelum menatap Kenzo dengan tajam. “AKU GAK SUKA YA DIBENTAK! Siapa kamu, bentak-bentak aku?!”

Alis Kenzo mengkerut. “Aku suami kamu lah! Emangnya aku ini siapa menurut kamu? Satpam komplek?” balas Kenzo, merasa kesal namun juga bingung dengan perubahan emosi istrinya.

Anya melangkah sedikit ke depan, menghindari tatapan suaminya. “Kamu itu terlalu posesif, Kenzo. AKU CAPE HARUS DIAM-DIAM DAN DIAM TANPA MELAKUKAN APA-APA!” Anya meluapkan kekesalannya, suaranya penuh dengan frustasi.

Kenzo mengerutkan kening, mencoba memahami kenapa tiba-tiba istrinya marah. Bukankah tadi dia yang marah? Ternyata, mood seorang ibu hamil memang bisa berubah dengan cepat.

“Sebenarnya aku ini istri kamu? Atau cuma pajangan boneka doang? Yang harus berdiam di rumah tanpa melakukan apa-apa, dan hanya dimainkan saat kamu butuh saja!” Anya membalikkan kata-kata Kenzo sebelumnya, membuat Kenzo semakin kebingungan.

KENZO:TIGERISHCREWS (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang