3.3

22 5 0
                                        

"Papa lama nggak pulang tapi sekalinya pulang udah bawa anak ya," ucap Yohan. Matanya menatap lurus ke arah seorang balita yang kini asik bermain kuda plastik milik SeoHwa di halaman depan.

"Maafin papa."

"Lima tahun Yohan, MinKyu, sama mas WooSeok berjuang mati-matian buat jagain SeoHwa sesuai pesan papa dulu lho. Selama lima tahun ini SeoHwa berjuang mati-matian buat ngilangin traumanya dan papa seenaknya dateng lagi kesini cuma buat kasih tahu kalo sekarang papa udah punya anak lagi? Apa papa nggak pernah mikirin gimana sakit hatinya SeoHwa kalo tau selama ini papanya nggak sebaik yang dipikirin?" tambahnya.

Yohan sekuat tenaga menahan dirinya untuk tidak mengumpat dan memaki pada sosok di hadapannya yang dipanggilnya dengan sebutan papa itu. Lama berlalu namun rasanya pria paruh baya di hadapannya itu tidak berubah sedikit pun. Bagi Yohan papanya itu hanya berubah menjadi sosok yang lebih mengerikan lagi dibading yang sebelumnya.

"Maafin papa Yo."

"Mau papa bilang maaf sampe ribuan kali pun rasanya nggak akan ada dampaknya buat Yohan. Kata maaf yang papa ucapin itu nggak akan bisa bayar semua rasa kekecewaan kita, bukan cuma Yohan tapi mas WooSeok, MinKyu, sama SeoHwa juga. Dan ini bukan pertama kalinya Yohan kecewa sama papa lho. Buat kejadian yang dulu Yohan bisa maafin. Tapi buat yang sekarang ini sama sekali nggak bisa Yohan maafin."

Yohan bangkit dari duduknya kemudian beranjak masuk ke dalam. Kalau terus duduk disana mungkin pikiran dan hatinya akan semakin menggila dan bahkan bisa saja melewati batas. Jadi lebih baik jika dia menyingkir dari sana sebelum semua pikiran buruknya mengambil alih.

WooSeok dan MinKyu yang sedari tadi asik menguping di balik pintu kini menghampiri sosok papa mereka. Rasa rindu mereka selama hampir lima tahun ini ternyata dapat terobati dengan hadirnya kembali papa mereka di kehidupan mereka. Tapi semua itu harus dibalas dengan sebuah kekecewaan yang teramat sangat pada sosok yang mereka rindukan itu.

WooSeok menghela napas dalam-dalam kemudian duduk di salah satu kursi yang ada di samping papanya itu. MinKyu yang masih menahan dirinya untuk tidak melupakan kemarahannya memilih untuk berdiri sambil memperhatikan seorang anak kecil yang tadi sempat diperkenalkan kepada mereka sebagai adik tiri mereka. Jujur saja ini kali pertama bagi MinKyu membenci sosok yang selama ini dijadikan role model olehnya.

"Papa ada perlu apa dateng kesini? Nggak mungkin cuma dateng tanpa sebab kan? Ato papa kesini cuma mau nunjukin kalo sekarang udah bahagia karena punya anak lagi?" ujar WooSeok.

"Papa pasti lupa sama janji yang pernah papa buat sebelum bund ameninggal kan? Ya gimana nggak lupa kalo selama di Korea ini ternyata diem-diem udah punya anak," tambahnya.

MinKyu menatap kakaknya itu dengan tatapan terkejut bukan main. WooSeok memang terkenal tegas dan garang kepada adik-adiknya, tapi kalau kepada orangtuanya dia pasti akan lebih halus. Tapi dengan mendengar dan melihat apa yang terjadi di depan matanya sekarang ini maka MinKyu dapat menyimpulkan bahwa kakaknya itu sudah merasa jengah dengan apa yang papanya lakukan selama ini.

"Kita pulang ke Korea ya," lirih papanya.

"Maksudnya?" tanya WooSeok dan MinKyu. Mereka terdengar sangat terkejut mendengar apa yang papa mereka katakan.

"Papa mau jual rumah ini. Nanti kita tinggal di Korea aja biar bisa kumpul bareng-bareng lagi. Kakak mau kan?" tanyanya.

"No. Definitely no," sahut MinKyu cepat-cepat.

"Kenapa? Bukanya selama ini kakak selalu bilang kalo kakak pengen kumpul bareng lagi?" balas papanya.

"Pa, rumah ini satu-satunya tempat dimana memori tentang bunda terus hidup. Papa nggak boleh seenaknya gitu dong. Kita juga punya hak buat pertahanin ini. Kalo misal papa mau jual mending papa jual ke WooSeok aja. Biar WooSeok yang lunasin," balas WooSeok.

In Aeternum Te AmaboTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang