BAB 8

2.5K 161 0
                                    

Jangan lupa Follow, Vote, and Coment 💜

Sepanjang perjalanan menuju Caffe Reaser, bibir Naira tidak pernah berhenti bersenandung. Karena dirinya memiliki hobi sedari kecil yaitu bernyanyi. Maka dari itu, dulu dia sering menjadi salah satu siswa yang mengisi acara-acara di sekolahnya.

Sembari menunggu lampu lalu lintas berubah menjadi merah, Naira mengamati sekitaran jalan yang sudah dia lewati hampir satu tahun ini. Matanya berhenti tepat di sebelah kiri. Dimana tempat tersebut terdapat seorang Nenek tua dengan pakaian yang tidak terlalu rapi sedang menjual kerupuk yang mungkin belum laku terjual. Naira menghampiri Nenek tersebut meskipun lampu lalu lintas telah berubah menjadi merah.

"Permisi Nek," sapanya setelah berada di depan Nenek tua itu.

"Mau beli dagangan nenek Cu?" tanyanya sembari memperlihatkan dagangannya.

"Berapa satunya Nek?" tanya Naira.

"Lima ribu Cu," jawab Nenek tersebut.

"Ya udah saya beli dua ya Nek," ucapnya sembari mengambil uang di dompet. "Ini uangnya Nek," sambungnya sambil memberikan uang bernominal lima puluh ribu rupiah itu.

"Maaf Cu, nenek nggak ada kembalian. Dari kemarin belum laku dagangan-nya," ucap Nenek tersebut sembari memberikan kerupuk dagangannya.

"Nggak papa Nek, kembaliannya ambil aja, saya ikhlas."

"Serius Cu?" tanya Nenek tersebut dengan mata berkaca-kaca yang dibalas anggukan dan senyuman oleh Naira. "Terimakasih Cu, semoga rezekinya lancar," sambungnya.

"Iya Nek, terimakasih doanya. Kalo begitu saya pamit dulu Nek, mau bekerja. Permisi," pamit Naira lalu pergi setelah mendapat respon berupa anggukan oleh nenek tersebut.

Tanpa Naira sadari, sedari tadi ada sepasang mata yang memperhatikannya dari balik kursi kemudinya. Dia Devano yang tanpa sengaja mobilnya berhenti di pinggir jalan tepat di sebelah Naira dan Nenek tua tadi berinteraksi saat lampu lalu lintas berubah menjadi merah.

Entah hal apa yang membuat Devano memperhatikan Naira. Devano sendiri pun tak tau. Tanpa sadar bibirnya membentuk lengkungan ke atas yang membuat wajah tampannya menjadi tambah dua kali lipat tampannya. Senyum di bibir Devano membuat orang yang berada tepat di sebelahnya bertanya tanya, apa yang terjadi dengan Devano?

"Bang kenapa senyum-senyum?" tanya Keysha yang mana membuat senyum di bibir Devano luntur dan membuat sepasang matanya berhenti memandang Naira yang sedang menyebrangi jalanan.

"Nggak papa," elaknya sembari menginjak pedal gas mobilnya karena lampu lalu lintas telah berubah menjadi hijau.

"Bohong banget, orang tadi aku liat mata Abang ngarah ke gadis yang nyebrang jalan," jawabnya membuat Devano gelagapan.

"Ah-hmm enggak kok, tadi abang liatin jalanan di depan," elaknya lagi.

"Bohong dosa loh Bang," Keysha menakut-nakuti, sembari menatap Abangnya yang sudah keringat dingin.

"Apaan sih Key, udah sana turun udah sampe juga," bersyukur Devano karena mobilnya telah berhenti didepan kampus Keysha.

"Ishh, yaudah aku pamit dulu, Assalamualaikum," pamitnya sembari mencium punggung tangan Devano.

"Wa'alaikumussalam," jawab Devano sembari tersenyum.

Setelah memastikan Keysha masuk ke dalam Universitas nya, Devano baru saja akan melajukan mobilnya ke tempat kerjanya apabila handphone yang berada di saku celananya tidak menghentikan aktivitasnya.

Di sana terdapat pesan dari Juna, yang mana isi pesan tersebut memberi tahu bahwa dia akan meeting dengan client di Caffe yang terletak sudut kota untuk membahas tentang pekerjaan dan menyuruhnya untuk langsung datang ke Caffe tersebut.

Setelah membalas pesan dari Juna, Devano pun segera melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang membelah jalanan padat menuju sebuah Caffe yang terdapat di sudut kota.

_______

"Maaf Mbak, Nai telat. Tadi ada kendala di jalan," maaf Naila kepada Meli karena telat samapai di Caffe.

"Iya nggak papa," jawab Meli. "Yaudah sana cepet ganti, pelanggan udah mulai datang tuh," sambungnya.

"Yaudah, Nai ganti baju dulu Mbak," pamit Naira dan segera menuju tempat ganti karyawan, karena pelanggan sudah mulai berdatangan.

Ia telat karena kejadian tadi dilampu merah, saat dirinya membeli kerupuk pada Nenek tua itu. Dan ternyata dia terlalu lama bercengkrama dengan Nenek tersebut sehingga dirinya telat sampai di tempat kerjanya.

Setelah berganti pakaian dengan pakaian khusus karyawan Caffe, Naira segera menjalankan tugasnya sebagai pelayan Caffe dengan giat. Karena pada hari Sabtu akan lebih banyak pelanggan yang datang. Karena hari Sabtu adalah akhir pekan, banyak remaja yang sudah siap dengan pasangan nya untuk menyambut malam minggu. Jadi jangan heran jika hari Sabtu ini pelayan Caffe lebih terasa lelahnya, karena memang banyak sekali pelanggan yang datang.

Tapi tidak apa, karena rasa lelah itu akan hilang dan terganti dengan serasa senang setelah nanti mereka akan mendapatkan hasil dari bekerjanya selama sebulan ini.

________

Bersambung....

Menurut kalian, ceritanya gimana?

Idolaku Suamiku •END•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang