BAB 15

2.7K 156 2
                                    

Jangan lupa Follow, Vote, and Coment 💜

Sepanjang perjalan menuju rumahnya, hanya ada keheningan di dalam mobil yang Devano dan Keysha tumpangi. Mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing. Yang satu sibuk bermain ponselnya sedangkan yang satunya sibuk dengan berbagai pertanyaan yang berkecamuk di pikirannya.

Kenapa Keysha bisa kenal? Kenapa mereka terlihat akrab? Kenapa dia sangat cantik? Batin Devano.

Menghembuskan napas kasar, Devano melirik kursi penumpang di sampingnya, memperlihatkan adiknya sedang sibuk dengan ponselnya. "Key," panggilnya.

Merasa namanya dipanggil, Keysha pun menoleh ke samping, menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya, 'apa?'

Kembali menghembuskan napasnya, entah kenapa Devano merasa gugup. Padahal dia hanya menanyakan perihal kedekatan Keysha dan Naira. "Yang tadi?"

"Ohh Naira?" segera dibalas anggukan oleh Devano. "Iya Bang, itu gadis yang waktu itu aku ceritain ke Mama Papa loh, yang umur 19 tahun udah kerja," jelasnya.

Devano terkejut. Benarkah dia masih semuda itu? Apakah dia mau denganku? Batinnya bertanya.

"19 tahun?" tanyanya memastikan yang dibalas anggukan mantap oleh Keysha.

"Menurut Bang Devan, Naira cantik nggak?" dibalas anggukan oleh Devano. "Menurut Key, Naira itu manis banget, sopan, terus dia kayaknya nggak biasa natap laki-laki deh, tadi aja waktu kenalan sama bang Devan dia cuma sebentar liat mukanya Bang Devan," jelasnya.

"Kamu punya nomer ponselnya?" tanya Devano ragu-ragu.

Keysha menoleh menatap curiga Devano. "Kenapa emang nanya kaya gitu?"

Devano gelagapan bingung harus menjawab apa. "Emm-eh itu kan tadi kamu bilang katanya lanjut di telepon berarti kamu punya nomornya kan? Kalo enggak gimana mau lanjut cerita di telepon," kilahnya.

Keysha manggut-manggut percaya dengan ucapan abangnya. "Ohh iya aku punya, waktu itu tukeran nomor telepon, jadi aku punya."

Devano manggut-manggut. Setelahnya mereka berbincang-bincang banyak hal, dari kerjaan Devano, kuliah Keysha dan lain lain. Hingga mobil yang mereka tumpangi sampai di depan rumah berlantai tiga milik keluarga Aditama.

_________

"Assalamualaikum Bu, maaf ya Naira telat soalnya tadi abis beli Novel eh, lupa ada janji," ucap Naira sesampainya di rumah Ibu kost, sebelum itu Naira sudah ke kamarnya untuk melaksanakan kewajiban sebagai umat Islam terlebih dahulu.

"Wa'alaikumussalam Nai, nggak papa kok ini juga baru mulai," ucap Bu Ratih-pemilik kost.

Setelah itu Naira membantu Bu Ratih membuat kue pesanan. Sembari membuat kue, Bu Ratih dan Naira juga mengobrol banyak hal. Salah satunya mengenai gebetan atau pacar.

"Gimana Nai, udah mau setahun di sini udah nemu yang cocok?" tanya Bu Ratih menggoda.

"Emm Bu Ratih gimana si, kan tau kalo Nai nggak mau pacaran," jelas Naira dengan senyumnya.

"Maunya langsung nikah aja to?" tanya Bu Ratih lagi.

"Iyalah Bu, kalo ada yang berani meminta ke Bapak terus menurut saya pas, ya saya terima. Lagian pacaran kan bisa setelah menikah, iya kan Bu?"

"Benar sekali Nai, pacaran setelah menikah justru itu menyenangkan. Mau ngapa-ngapain juga nggak dosa malah dapet pahala, kan sudah halal jadi bebas." Jelas Bu Ratih. "Kamu tuh manis, rajin, pinter masak, mandiri, pokoknya udah siap deh kalo ada yang mau ngajak berumah tangga," sambungnya.

"Naira masih belum dewasa Bu, umurnya saja masih 19 tahun," jelas Naira sembari terkekeh.

"Dewasa itu bukan tentang umur Nai. Banyak loh yang udah berumur tapi masih belum berpikiran luas. Menurut ibu kamu itu sudah dewasa, sudah siap nantinya jika aja yang mengajak bersama. Buktinya kamu ada di sini untuk bekerja membantu perekonomian keluarga. Banyak loh yang seumuran kamu belum memikirkan tentang itu. Mereka masih sibuk dengan dunianya, tidak tau seberapa keras orang tuanya bekerja," jelas Bu Ratih.

Benar kata Bu Ratih, dewasa itu bukan tentang umur, tetapi dewasa itu tentang pemikiran kita yang bisa melihat ke depan. Tapi belum ada calonnya juga lah ya jadi aku bisa mikir nanti nanti. Batinnya.

"Bu, Nai boleh tanya sesuatu?" tanya Naira ragu.

Bu Ratih menoleh dan mengangguk mantap. "Dulu waktu pertama kali Ibu suka sama Bapak, gimana?" tanya Naira pelan.

Bu Ratih mengerutkan alisnya tidak paham, "maksudnya gimana itu apa?"

Naira sungguh bingung mau menjelaskan apa. Di gelagapan, salah tingkah dan sebagainya. "Emm-maksudnya tuh, ibu kepikiran Bapak terus apa gimana?"

Bu Ratih manggut-manggut, "iya dulu Ibu kepikiran terus. Muka Bapak tuh kebayang-bayang gitu, terus rasanya kaya pengin deket terus sama Bapak," jelas Bu Ratih sneyum senyum sendiri. Bu Ratih menoleh ke arah Naira, "kenapa nanya gitu? Kamu lagi suka sama seseorang?" sambungnya menggoda.

Eh. Naira gelagapan sendiri dibuatnya. "Eng-enggak kok Bu, cuma nanya aja hehe," jawabnya absurd.

"Suka juga nggak papa Nai, wajar itu lah, kan manusia punya rasa suka. Jadi kalo suka ya bilang jangan diem-diem aja ahhaha," tawa Bu Ratih menggelegar. Naira hanya bisa tersenyum kikuk.

Setelah itu mereka melanjutkan aktivitas membuat kue, diiringi dengan berbagai cerita dan godaan dari Bu Ratih. Naira menanggapi hal itu dengan tersenyum.

Apa iya aku suka sama dia? Ya Alloh jika benar maka segeralah berikah jawaban padaku, supaya aku tidak melakukan zina. Batin Naira.

________
Bersambung......

Idolaku Suamiku •END•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang