BAB 32

2.5K 160 0
                                    

Jangan lupa Follow, Vote, and Coment 💜

Setelah menempuh perjalanan selama berjam-jam, akhirnya Naira sampai di terminal Bus Kota Semarang. Setelah turun dari Bus, Naira melangkahkan kakinya menuju kursi tunggu yang telah disediakan, di sana Naira menunggu Ayahnya yang akan menjemputnya.

"Udah lama nunggu?" suara seseorang yang sudah Naira hafal terdengar dari belakang tubuhnya.

Setelah berbalik, Naira langsung menubruk tubuh yang masih tegap meski sudah berumur itu. Naira langsung menangis didalam dada bidang itu.

"Bapak, Nai kangen," lirihnya dengan isakan.

"Bapak juga kangen Nduk," jawab Alif sembari mengusap pelan punggung putri kecilnya. "Udah yuk langsung pulang, pasti kamu capek, Mama sama adik kamu juga udah pada nunggu," sambungnya.

Terlepas dari pelukan itu, Naira dan Alif segera menuju motor matic yang sudah terparkir rapi di sana. Setelah meletakkan kopernya di bagian depan, Naira segera mengenakan helm dan langsung naik ke jok belakang sembari memeluk pinggang Alif dengan erat.

Selama perjalanan menuju rumah, banyak yang mereka bicarakan, tentang kehidupan Naira di sana, teman-teman Naira di sana, dan tentang Devano yang selalu mengirimkan bunga selama satu bulan terakhir ini.

Sesampainya di rumah, Naira langsung disambut pelukan hangat oleh seseorang yang telah berjuang melahirkannya ke dunia dan setia merawatnya sampai dia besar.

"Mama, Nai kangen," tangis Naira pecah saat berada di pelukan ibunya.

"Iya Sayang, Mama juga kangen," jawab Aisyah sembari menenangkan Naira. "Udah yuk masuk dulu," sambungnya sembari beranjak memasuki rumah dengan Naira yang dipelukannya.

Setelah acara kangen-kangenan bersama Ayah, Ibu beserta kedua adiknya, Naira melangkah menuju kamar yang sudah dia tinggal satu tahun lamanya. Naira menatap kamar tersebut takjub, tidak ada yang berubah sama sekali bahkan poster boyband Korea kesukaannya semasa SMA masih terpampang jelas di tembok kamarnya.

Naira kembali menyusuri setiap sudut kamarnya, kamar dengan ukuran 3×3 meter itu masih terasa nyaman saat Naira memasukinya. Dia ingat, dulu dia sering sekali rebahan sembari membaca Novel di ranjang sampai lupa waktu, menikmati lagu-lagu milik salah satu boyband terkenal di seluruh dunia, hingga menonton drama Korea yang bisa membuatnya baper tingkat dewa.

Naira kemudian melangkahkan kakinya menuju ranjangnya yang sudah lama dia tinggalkan. Dia mulai merebahkan diri di sana hingga rasa nyaman hinggap di hatinya.

"Nyaman," gumamnya sembari menutup mata.

Setelah melepas rindu dengan tempat ternyamannya itu, Naira mulai melangkahkan kakinya menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar. Naira jadi ingat dulu dia kekeuh minta di buatkan kamar mandi di kamarnya, padahal di rumahnya sudah ada dua kamar mandi tetapi Naira tetep kekeuh minta dibuatkan kamar mandi di kamarnya dengan alasan kalau dia ingin pergi ke kamar mandi tengah malam, dia tidak perlu jalan jauh-jauh karena dirinya lumayan takut dengan gelap. Maka dari itu, Alif--ayahnya--langsung membuatkan kamar mandi untuk putri pertamanya yang masih sangat manja padanya itu.

Selesai membersihkan diri, Naira dengan baju gamis polos berwarna biru dengan hijab instan senada segera keluar dari kamarnya menuju ruang keluarga. Di;sana sudah ada kedua adiknya yang sedang menonton.

"Nonton apa sih? Seru banget kayaknya," tanya Naira setelah sampai di ruang keluarga dan duduk di belakang di sofa yang ada disana.

"Nonton kartun Mbak," jawab Nazilla adik pertama Naira.

Idolaku Suamiku •END•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang