BAB 25

2.6K 156 3
                                    

Jangan lupa Follow, Vote, and Coment 💜


Setelah selesai membersihkan diri, Naira langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur yang tidak terlalu tebal. Dia ingin segera memejamkan matanya, tetapi semua sia-sia saat sekelebat bayangan percakapannya dengan Alif di telepon tadi hinggap dipikirannya.

"Astaghfirullah, astaghfirullah," gumamnya.

Setelah mengucapkan istighfar, Naira mulai memejamkan matanya yang entah kenapa sangat sulit dipenjamkan. Dengan perlahan mata itu pun tertutup dan Naira mulai memasuki alam mimpinya.

_______

Dilain tempat, terdapat seorang laki-laki yang sedang duduk di balkon hotelnya sembari memandang hamparan langit yang bertabur bintang di atas sana.

Dia Devano. Sepulang dari acara lamaran yang tak kunjung mendapat jawaban itu, Devano tidak bisa tidur. Banyaknya hal yang dipikirkan membuatnya susah tidur, salah satunya adalah masalah lamaran malam tadi.

Dia bingung harus bagaimana, dia bingung akan seperti apa perasaannya jika ditolak, dia juga bingung apakah dia benar-benar bisa memperjuangkan gadis yang dicintainya itu, dia sungguh bingung.

Di sisi lain dia percaya kalau lamaran nya pasti akan diterima, tetapi di sisi lain dia juga takut jika gadis itu menolaknya. Gadis itu berbeda dari wanita-wanita di luaran sana yang mengincarnya karena harta dan ketenaran yang dimilikinya, gadis itu berbeda. Hal ini yang membuat rasa percaya diri dalam diri Devano lenyap seketika.

Setelah lama merenung, pada akhirnya Devano memilih beristirahat, karena besok pagi dia akan pulang ke Jakarta. Banyak kerjaan yang ditinggal dan juga dia rindu pada gadis mungil yang selalu menghantui pikirannya, dia rindu--sangat.

________

Pagi hari menyapa, semua makhluk hidup di bumi memulai kembali aktivitas rutinnya di setiap pagi. Seperti sekolah, bekerja dan lain-lain.

Sama halnya dengan Naira. Gadi dengan hijab hitam yang melekat di kepalanya kini sudah berada di Caffe tempat dirinya bekerja. Meskipun banyak pikiran yang mengganggu, dia tidak boleh sampai meninggalkan kewajibannya sebagai pekerja di Caffe ini. Dia harus menjalani kehidupannya seperti biasa meskipun dirinya sedang dalam kebingungan.

"Nai bisa ganti tanda papan di pintu?" ujar salah satu karyawan Caffe.

"Iya Mas," jawab Naira dan langsung melangkahkan kakinya ke arah pintu masuk.

Setelah mengganti tanda papan, Naira kembali ke belakang untuk menyiapkan diri menyambut dan melayani pelanggan pelanggan yang akan datang nantinya.

Seperti hari biasanya, pelanggan di Caffe ini tidak pernah surut. Mungkin saja setiap harinya pelanggan akan bertambah, sehingga semua pekerja di Caffe itu harus memiliki tenaga ekstra dalam melayani pelanggan supaya pelanggan betah dan ketagihan datang ke Caffe itu.

Siang hari menyapa, bukannya pelanggan mulai surut, justru pelanggan semakin banyak yang berdatangan. Ada yang makan siang, menemui client, mengerjakan tugas kelompok, dan lain-lain.

Saat sedang sibuk-sibuknya, seorang kurir bunga memasuki Caffe sembari membawa buket bunga mawar putih yang lumayan besar ukurannya. Kurir tersebut berjalan ke arah meja kasir. Entah apa yang kurir itu bicarakan dengan Meli yang setia menjaga kasir, karena pada akhirnya Naira yang sedang berjalan ke arah dapur setelah memberikan pesanan pelanggan terpaksa membalikan badan menuju ke arah Meli yang memanggilnya.

"Ada apa Mbak?" tanya Naira setelah sampai di hadapan Meli dan kurir.

"Ini ada kurir nyariin kamu," jawab Meli.

"Gimana Mbak?" tanya Naira pada kurir bunga yang kebetulan perempuan.

"Dengan Mbak Naira?" tanya kurir tersebut.

"Iya."

"Ini ada kiriman bunga untuk Mbak Naira," jelas kurir itu seraya memberikan buket bunga mawar putih kepada Naira.

"Dari siapa?" tanya Naira kebingungan seraya menerima bunga tersebut.

"Di dalam ada surat dari pengirim Mbak. Kalau begitu saya pamit, permisi," pamit kurir itu dan langsung keluar dari Caffe.

Naira memandang buket bunga dipelukkannya dengan bingung.

"Dari siapa Nai?" tanya Meli yang membuat Naira tersadar dari kebingungannya.

"Nggak tau Mbak."

"Coba buka suratnya, katanya ada nama pengirimnya di sana."

"Iya Mbak, nanti aku buka. Aku ke belakang dulu ya Mbak, sekalian mau solat Dzuhur."

"Iya udah sana, nanti gantian."

Setelah mendapat respon dari Meli, Naira mulai berjalan menuju ruang karyawan untuk meletakkan buket bunga mawar putih yang masih tanda tanya siapa pengirimnya, dan mengambil air wudhu supaya dia bisa melaksanakan kewajibannya sebagai orang muslim.

________
Bersambung ....


Maaf, aku ngerasa part ini sedikit banget asli.

Gimana menurut kalian? Jalan ceritanya menarik nggak?

Idolaku Suamiku •END•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang