BAB 2

4.2K 212 0
                                    

Jangan lupa Follow, Vote, dan Coment ya💜

Sesampainya di dapur, Naira melihat orang yang dicari sedang berada di depan meja pantry sedang membuat adonan rainbow cake supaya tidak gugup saat ada yang memesan cake tersebut.

"Mas Bagas," sapanya setelah berada di samping Bagas.

"Iya ada apa Nai?" jawab dan tanya laki-laki yang di panggil Bagas tersebut tanpa mengalihkan pandangan dari adonan rainbow cake tersebut.

Lelaki berumur 22 tahun tersebut menjelma sebagai koki di Caffe Reaser selama dua tahun dia bekerja di sana. Dia mengenali Naira karena memang hanya Naira lah yang memanggil dirinya Mas, selebihnya tidak ada yang memanggilnya Mas karena kebanyakan pekerja tersebut memiliki umur yang hampir sama dengannya.

"Itu Mas aku mau nanya, katanya Mbak Lisa di depan pintu masuk itu ada setannya, emang bener Mas? Soalnya tadi kata Mbak Lisa biar jelas suruh tanya Mas Bagas," ucap Naila seraya memperhatikan Bagas yang sedang mencampurkan pewarna makanan pada adonan rainbow cake.

"Hahahhaha mau-maunya kamu dibohongin sama Lisa Nai, kamu kan tau dia orangnya suka bercanda hahah," jawabnya sambil tertawa. "Lagian kalaupun ada pasti dari dulu kamu tau, kan kamu udah hampir satu tahun bekerja di sini," lanjutnya.

"Eehh iya ya bener juga, kok aku nggak nyadar ya hehe," sadar Naira menjawab dengan cengiran khasnya.

"Ya udah Mas kalo gitu, aku mau lanjut kerja dulu. Semangat bikin kue-nya Mas," pamit Naira seraya meninggalkan dapur.

Setelah keluar dari dapur, Naira berjalan menuju kasir mengambil note untuk menulis pesanan para pelanggan karena pelanggan sudah mulai hadir. Setelahnya Naira menghampiri pelanggan yang memanggil nya.

"Permisi mau pesan apa Kak?" tanyanya sopan kepada pelanggan perempuan dimeja nomor 3 tersebut.

"Emm saya mau pesen kentang goreng sama burger terus minum nya lemon tea," ucap perempuan berambut sebahu tersebut.

"Saya sama-in aja Mbak," ujar perempuan lainnya yang duduk didepan perempuan berambut sebahu.

"Baik Kak tunggu sebentar ya," ujar Naira seraya pergi ke belakang tempat pesanan disiapkan.

Setelah pesanan siap Naira mengantarkan pesanan tersebut kepada pelanggan yang berada di meja nomor 3.

"Silakan menikmati Kak, semoga suka," ujar Naira sembari melangkah pergi dari meja pelanggan tersebut. Sebelum Naira benar benar melangkah pelanggan meja nomor 3 tersebut memanggilnya, sehingga dirinya mengurungkan niatnya untuk melangkah pergi dari meja tersebut.

"Mbak," panggil perempuan sebahu tersebut.

"Iya? Masih ada yang kurang?" tanya Naira ramah.

"Enggak Mbak, mau tanya aja. Itu panggung musik kok nggak pernah di gunain lagi sih?" tanyanya penasaran.

"Oohh itu. Iya Kak soalnya yang biasa nyanyi udah keluar jadi nggak ada atau lebih tepatnya belum ada yang gantiin," jelas Naira.

"Oohh gitu padahal gue mau minta dinyanyiin lagu," ujarnya lesu.

"Maaf sekali lagi Kak, nanti diusahakan kami akan mencari penggantinya," ujar Naira tidak enak hati.

"Oohh baiklah, semoga secepatnya ada ya Mbak," ucapnya seraya tersenyum.

"Kalau begitu saya pamit dulu Kak, permisi," pamitnya setelah mendapat anggukan dari dua perempuan tersebut.

Setelah beranjak dari meja nomor 3, Naira berjalan menuju kasir tempat Meli bekerja, seraya menunggu pelanggan datang lagi.

"Mbak Mel," sapa Naira setelah sampai di depan kasir.

"Kenapa Nai?" tanyanya sambil menghitung pemasukan.

"Itu Mbak tadi pelanggan meja nomor 3 nanya kenapa panggung musiknya nggak digunain lagi, terus aku jawab aja karena yang biasa nyanyi udah keluar, terus mereka bilang katanya suruh cari pengganti soalnya mereka yang sering minta dinyanyiin lagu," jelas Naira panjang lebar.

"Oohh gitu, nanti aku kasih tau Bu Reni deh kalo ada yang request suruh nyari penyanyi," jawab Meli seraya meletakan bulpoint pada tempatnya.

"Iya Mbak," jawab Naira seraya memperhatikan orang-orang yang mulai masuk Caffe. "Ya udah Mbak, aku ke sana dulu ada pelanggan," sambung Naira pamit.

Pekerjaan Naira setiap hari seperti itu, menanyakan pesanan, mengantarkan pesanan dan membersihkan meja setelah pelanggan pergi. Hal itu dilakukan dengan ikhlas oleh-nya, meskipun terkadang dia mengeluh karena kecapean maupun pulang malam, tapi hal tersebut tidak menyurutkan semangat kerjanya untuk menjadi orang yang sukses. Naira masih bersyukur diusia hampir 19 tahun ini dia sudah bisa mendapatkan uang sendiri, memberi sebagian gajinya kepada keluarga dikampung, dan menyimpan sebagian gajinya untuk keperluan pribadi. Walaupun gajinya tidak seberapa dia tetap bersyukur karena dengan gaji tersebut dia bisa membeli barang yang dia mau, tidak seperti dulu waktu masih sekolah. Mau beli sesuatu harus menabung dulu, itupun kalau masih ada uang sisa saku sekolah kalau tidak? ya sudah bersabar saja.

Meskipun di kampungnya banyak sekali anak-anak seusianya yang sudah menikah bahkan memiliki anak, Naira tidak pernah berpikiran untuk menikah muda. Memang kelihatan menyenangkan bila kita membaca cerita nikah muda di novel, tetapi kenyataannya tidak seindah ekspetasi. Banyak pasangan yang bercerai karena masih memiliki ego yang sama-sama tinggi. Maka dari itu dia tidak ingin menikah muda, tetapi beda halnya kalau Alloh sudah menakdirkan Naira untuk nikah muda, maka sekeras apapun Naira menolak tetap saja dia akan menikah.

Naira pun terus bekerja mengantarkan pesanan, menanyakan pesanan, membersihkan meja dan lain-lain sampai adzan Dzuhur menghentikan kegiatan di Caffe Reaser tersebut.

"Alhamdulillah sudah adzan," ucapnya seraya beranjak dari meja yang telah di bersihkan.

"Nai lagi solat nggak?" tanya Mbak Lisa yang sama sepertinya telah menyelesaikan memberikan meja.

"Iya Mbak solat, ini mau ke mushola," jawab Naira. Memang di Caffe Reaser disediakan mushola yang memang tidak terlalu luas mungkin hanya bisa menampung dua orang, tetapi hal tersebut tidak mematahkan semangat beribadah para pekerja di Caffe tersebut.

"Ohh ya udah ayo bareng," ujar Mbak Lisa seraya melangkah bersama menuju mushola Caffe.

"Eh Mel solat nggak?" tanya Mbak Lisa saat melewati kasir.

"Enggak Lis," jawabnya seraya tersenyum kepada pelanggan yang membayar.

"Oohh oke aku sama Naira mau solat dulu ya," pamitnya yang dijawab anggukan oleh Mbak Meli.

Setelah melaksanakan kewajiban sebagai umat Islam, Naira beranjak menuju loker karyawan untuk memasukkan kembali mukena yang telah digunakan.

"Mbak Lisa mau aku tungguin apa gimana?" tanya Naira kepada Lisa setelah melihat Lisa memasuki ruang karyawan.

"Duluan aja Nai, aku mau berbenah dulu," jawab Lisa seraya merapikan lokernya yang lumayan berantakan.

Setelah merapikan hijabnya Naira pun beranjak dari ruang karyawan, "duluan ya Mbak," pamitnya yang dibalas anggukan oleh Lisa.

_______

Bersambung....

Idolaku Suamiku •END•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang