BAB 55

2.3K 131 0
                                    

Jangan lupa Follow, Vote, and Coment 💜
.
.
.
.

Mungkin karena efek kelelahan, hingga membuat pasangan suami istri itu tertidur pulas hingga sore hari.

Naira yang baru saja selesai membersihkan diri melirik sekilas ke arah ranjang, dimana suaminya kini masih menjelajahi alam mimpinya.

Karena jam sudah menunjukkan pukul 16.30, maka Naira mau tak mau harus membangunkan sang Suami untuk melaksanakan sholat Ashar terlebih dahulu.

"Mas bangun," ucap Naira pelan sembari menggoyangkan lengan Devano.

"Mas bangun, belum sholat Ashar 'kan," kata Naira lagi.

Kali ini berhasil, terbukti dengan Devano yang mulai mengerjapkan kedua matanya pelan. "Kenapa Sayang?" tanyanya dengan suara serak khas orang bangun tidur.

"Bangun, mandi terus sholat. Tuh udah mau habis waktunya," jelas Naira dan beranjak menuju meja riasnya.

Tanpa menunggu lama, Devano pun segera melangkahkan kakinya menuju kamar mandi sembari membawa handuk di lehernya.

Tidak butuh waktu lama, Devano telah selesai dengan ritual mandinya. Begitu dirinya keluar kamar mandi, dirinya tidak mendapati lagi Naira ada di kamarnya. Tak mau ambil pusing, Devano memilih untuk mengerjakan ibadahnya sebelum waktu habis.

Sedangkan di sisi lain, setelah menyisir rambutnya tadi, Naira memilih untuk menuju dapur membantu Aisyah yang sudah dipastikan sedang memasak.

"Tumben nggak dipake hijabnya," kata Aisyah heran. Pasalnya Naira keluar kamar tanpa menggunakan penutup kepala atau hijab seperti biasanya. Naira hanya menggunakan daster lengan panjang bermotif batik dan membiarkan rambut basahnya terurai.

"Nggak papa Ma, pengin aja," balas Naira yang membuat Aisyah menganggukkan kepalanya.

Mereka asyik memasak sembari berbincang sembari sesekali tertawa tanpa menyadari ada dua pasang mata yang tengah mengamati kegiatan mereka sedari tadi.

"Ekhem, asik banget sih masaknya." Aisyah dan Naira sedikit tersentak mendengar suara tersebut. Dengan kompak, keduanya pun menoleh ke arah pintu dapur.

Dapat mereka lihat, dua pria beda generasi tengah menatap mereka sembari tersenyum simpul. Hal itu membuat kedua wanita itu ikut tersenyum.

"Asik dong, kan udah lama nggak masak bareng," jawab Naira dengan nada riang dan berjalan menghampiri Alif.

Begitu sampai di hadapan Alif, Naira pun segera menubrukkan tubuhnya ke arah cinta pertamanya, membuat Alif sedikit terhuyung ke belakang.

"Astaghfirullah Nduk, yang bener. Kalo Bapak jatuh pripun?" Meskipun sedikit protes, tak urung Alif membalas pelukan erat putrinya.

Devano yang melihat kedekatan antara Ayah dan Anak itu pun tersenyum. Ia ingin nantinya jika anaknya sudah lahir, ia dapat berperan seperti mertuanya, yang sangat dicintai oleh putra putrinya.

"Dedek bayinya kangen sama Mbah Kakung katanya," gumam Naira masih di dalam pelukan Alif.

"Dedek bayinya apa Mamanya?" Goda Alif membuat yang ada di sana terkekeh.

"Dua-duanya hehe," jawab Naira dengan cengirannya. Hal itu membuat mereka kembali terkekh geli.

"Sudah-sudah. Nduk, ajak Suamimu makan, dari siang kalian belum makan 'kan." Ucapan Aisyah membuat Naira mau tak mau harus melepaskan pelukannya.

Ia mengajak Devano untuk duduk di meja makan, dan dengan segera ia menyiapkan makanan untuk Suaminya itu dan untuk dirinya.

"Tumben kamu nggak pake hijab," kata Devano setelah mereka selesai makan.

"Lagi pengin aja," jawaban dari Naira membuat Devano mengangguk akan kepalanya.

"Mas," panggil Naira dengan nada manja.

Devano yang mendengar panggilan itu pun merasa was-was. Pasalnya, setiap Naira memanggilnya dengan nada seperti itu, pasti istrinya itu sedang menginginkan sesuatu. Terbukti dengan kalimat selanjutnya yang keluar dari bibir mungil yang sayangnya terasa manis itu.

"Katanya ada pasar malem loh," lanjut Naira.

"Terus."

"Nanti ke sana yuk, deket kok dari sini. Sekalian ajakin Nazila sama Nicho," jelas Naira dengan senyum manisnya.

"Ya udah, nanti kamu tunjukin jalannya," kata Devano pada akhirnya. Mau mengelak pun dia tidak bisa, pasalnya wajah ceria Naira mampu menerbitkan senyum di wajah tampannya itu.

"Yeyyy makasih Sayang." Senang Naira sampai tak sadar dirinya memanggil 'Sayang' untuk pertama kalinya pada Devano.

Sedangkan Devano yang mendengar panggilan asing itu pun membeku. Tadi istrinya memanggilnya 'Sayang'?

"Ay, kamu tadi ngomong apa?" tanyanya untuk memastikan.

"Yey makasih," ulang Naira dengan wajah bingung.

"Bukan, setelah kata makasih kamu ngomong apa?"

"Emang aku ngomong apalagi?"

"Kamu tadi manggil aku 'Sayang'?" tanya Devano dengan menahan senyum.

Naira sedikit berpikir, dan pada akhirnya dirinya membulatkan matanya setelah tersadar bahwa ia memanggil Devano dengan sebutan 'Sayang'.

"Ah-enggak kok." Kilah Naira sembari menatap ke arah lain malu.

"Ah masa?" Devano semakin gencar menggoda Naira itu. Karena menurutnya, saat ini wajah istrinya sangat menggemaskan dengan semburat merah di kedua pipinya.

"Enggak ih. Udahlah aku mau ke depan," kata Naira dan segera beranjak keluar dari dapur yang tergabung dengan meja makan.

"Kalau mau keluar hijabnya dipake," kata Devano dengan suara cukup keras, takut Naira tidak mendengarnya.

Setelah mengatakan itu, Devano kembali tersenyum. Dirinya merasa ingin terbang saat Naira memanggilnya 'Sayang'. Karena ini pertama kalinya istrinya memanggilnya dengan sebutan manis itu.

"Ah ... Bisa gila gue," gumam Devano sembari menggigit bibir bawahnya menahan rasa inginnya untuk berteriak.

Di sisi lain, Naira tengah menormalkan detak jantungnya yang menggila akibat ketidak sengajaannya memanggil Devano dengan sebutan 'Sayang'. "Kenapa bisa kelepasan sih," gumamnya sembari memeluk gulingnya.

"Ah maluuu ...."

________
Bersambung ....

Follow Ig aku ya ...
@naasyriz__

Idolaku Suamiku •END•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang