BAB 60

2.6K 141 1
                                    

Jangan lupa Follow, Vote, and Coment 💜
.
.
.
.
.
.
___________
Nareswara Errabani Aditama
___________

"Ganteng banget ponakan gue."

"Gila, bisa mirip banget sama Abang."

"Wehh, idungnya kek perosotan."

"Cucu Oma ganteng banget sih."

"Cucu Uti Masya Allah."

Dan masih banyak lagi celotehan-celotehan dari orang-orang yang berada di ruang rawat VIP itu.

Namun, celotehan itu seketika terhenti begitu saja ketika bibir mungil bayi laki-laki yang baru saja lahir itu mengeluarkan suara tangisnya.

"Ututu, haus ya?" tanya Melinda yang kini tengah berjalan ke arah Naira dengan bayi laki-laki di gendongannya itu.

Ya, saat ini mereka semua sudah berada di ruangan VIP untuk ditinggali Naira beberapa hari ke depan. Senyum bahagia senantiasa terpancar dari wajah orang-orang yang ada di sana. Kebahagiaan menyambut anggota baru di dalam keluarga mereka.

"Mirip banget Devano waktu kecil," ucap Melinda begitu melihat bayi mungil itu tertidur di dalam pelukan Naira.

"Iya nih Ma, masa miripnya sama Mas Dev, padahal aku yang bawa kemana-mana," sahut Naira cemberut.

"Berarti Gen aku lebih kuat Sayang." Sombong Devano membuat Naira tanpa segan mencubit pinggangnya.

"Namanya siapa Bang?" Tanya Deon tiba-tiba membuat semua orang di sana menatap penasaran ke arah pasangan suami istri itu.

"Nareswara Errabani Aditama, panggilannya Nares," ucap Naira dan Devano bersamaan.

"Nares," gumam semua orang yang ada di sana seraya menatap bayi mungil di gendongan Naira.

"Ya udah, Mama sama Bapak pulang dulu ya Nduk, kasian Adikmu di rumah." Aisyah berucap setelah beberapa saat terjadi keheningan.

"Mama sama Papa juga ya, nanti malam kita ke sini lagi," sahut Melinda berpamitan, diikuti oleh Keysha dan juga Deon.

"Iya, hati-hati di jalan semua," jawab Naira dengan senyum manisnya.

Begitu pintu ruangan ditutup, Devano dengan segera mendudukkan dirinya di ranjang samping Naira.

Suara rengekan bayi dalam dekapan Naira membuat kedua orang itu segera mengalihkan pandangan pada bayi laki-laki yang tengah membuka matanya.

"Masya Alloh, ganteng banget anak Mama," gumam Naira yang masih terdengar jelas di telinga Devano.

"Gen siapa dulu dong." Sombong Devano menatap Naira dengan tatapan menggoda.

"Sombong banget," kesal Naira. "Biasanya tuh kalo anaknya ganteng turunan gen dari Ibunya, karena aku cantik makanya Nares ganteng," balas Naira sombong.

"Kata siapa itu?" tanya Devano dengan alis terangkat.

"Kata aku lah." Tawa Naira terdengar begitu saja setelah menjawab pertanyaan Devano. "Mau gendong?" tanyanya setelah berhenti tertawa.

"Takut Ay." Devano menggeleng bergidik ngeri.

"Tadi waktu adzan in juga bisa kok," sahut Naira seraya mengingat kejadian di ruang bersalin.

"Pelan-pelan," kata Devano setelahnya.

Naira dengan pelan mulai memindahkan Nares ke dalam gendongan Devano. Sedangkan Devano dengan gerakan kaku menerimanya bayi mungil itu ke dalam dekapannya.

"Kecil banget ya Ay," kata Devano begitu berhasil menggendong putranya.

"Namanya juga bayi, apalagi baru lahir, ya kecil lah Mas," sahut Naira tak habis pikir.

"Tahu nggak Ay, tadi waktu di ruang bersalin, rasanya aku pengin gantiin posisi kamu, aku nggak tega ngelihat kamu kesakitan kayak gitu," jelas Devano tanpa menatap Naira, dia lebih memilih menatap putranya yang kembali memejamkan matanya.

"Tega nggak tega ya harus tega, karena itu emang udah tugas aku, konsekuensi aku sebagai seorang istri sekaligus Ibu," jawab Naira.

"Tapi seriusan, kalo bisa gantian posisi, aku mau, aku ikhlas--"

"Tapi itu nggak mungkin terjadi kan?" Potong Naira terlebih dahulu.

"Mas," panggil Naira seraya menolehkan kepala Devano untuk menghadap ke arahnya. "Semua wanita pasti akan merasakan hal yang sama, dia akan berjuang mati-matian supaya buah hatinya bisa melihat dunia, melihat Papanya. Jadi, apapun yang terjadi, itu sudah menjadi konsekuensi kita sebagai seorang wanita," jelasnya.

Mata Devano terus menyorot dalam mata Naira selama wanita itu menjelaskan. Hingga pertahanannya runtuh ketika air mata yang menggenang di pelupuk matanya terjatuh, dengan segera dia menyembunyikan wajahnya di belahan leher istrinya. "Makasih ya Ay, aku cinta kamu. Sangat," gumamnya.

"Ututu, udah jadi Papa kok masih nangis, nggak malu sama Nares?" Goda Naira yang berhasil membuat Devano menegakkan kepalanya dengan cemberut.

"Ay ..." Rengeknya.

"Apa sih? Bener kan?" tanyanya. "Iya kan Nak, masa Papa nangis sih," sambungnya seolah berbicara dengan putranya.

"Enggak Sayang, Papa nggak nangis, tadi cuma kelilipan aja," sahut Devano menatap putranya yang sudah membuka matanya, menatap ke arahnya dengan senyum di bibirnya. "Ihh, senyum dia Ay." Heboh Devano begitu matanya menangkap lengkungan tipis di wajah putranya.

"Berarti dia ngerespon ucapan kamu Mas," ujar Naira yang melihat binar bahagia dikedua mata Suaminya.

"Nares, anak Papa yang ganteng, cepet gede ya, supaya bisa bantuin Papa jagain Mama sama Adik-adik kamu," ucap Devano tiba-tiba.

"Baru juga berojol, udah ngomong adik," cibir Naira merotasi kan bola matanya.

"Ya kan pasti Nares bakalan punya adik," jawab Devano.

"Katanya nggak tega ngelihat aku berjuang di ruang bersalin," cibirnya lagi.

"Katanya udah jadi konsekuensinya," balas Devano mencibir.

"Tapi--"

"Lagi pun dibalik proses persalinan yang menyakitkan ada proses pembuatan yang mengenakan." Ucapan Devano sontak membuat Naira tanpa segan melayangkan pukulan ke bahu kekar suaminya itu.

"Ngomongnya!" Tajam Naira, tapi tak dihiraukan oleh Devano.

"Bener kan?" Goda Devano yang melihat wajah memerah istrinya.

"Dah lah, males sama Mas." Naira berbaring memunggungi Devano yang sudah menyemburkan tawanya.

"Mama ngambek Nak," kata Devano yang disambut senyum oleh Nares.

Dan pada akhirnya, ruangan itu terisi oleh tawa Devano dan wajah memerah Naira di balik selimutnya.

_________
Bersambung ....

Follow Ig aku
@naasyriz_

Idolaku Suamiku •END•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang