BAB 17

2.4K 162 0
                                    

Jangan lupa Follow, Vote, and Coment 💜



Sesampainya di Caffe, Naira segera meletakkan bunganya di atas meja dekat Meli. Tanpa menyapa orang di sekitarnya, Naira memilih pergi menuju kamar mandi untuk menenangkan diri.

"Benarkah itu Devano? Orang yang selalu menghantui pikiranku? Orang yang selalu aku sebut jika sedang bercerita dengan-Nya?" gumam Naira lirih saat sudah sampai di dalam kamar mandi.

"Aku tidak boleh suka dengannya. Aku dan dia sangat berbeda, ak-aku ..." Naira tidak dapat melanjutkan kalimatnya ketika dengan tiba-tiba air matanya turun.

"Kenapa aku menangis? Kenapa?" gumamnya lagi.

Lama dia di kamar mandi, Naira segera mencuci wajahnya supaya menyamarkan mata yang memerah setelah menangis.

Keluar dari kamar mandi, Naira berpapasan dengan Bagas yang sedang membawa tepung untuk adonan kue. "Kenapa Nai?" tanya Bagas ketika melihat mata merah Naira.

"Enggak papa Mas, tadi waktu kembali ke Caffe, mata Naira kelilipan makanya langsung masuk kamar mandi," bohongnya. Setelah itu Naira kembali ke depan, membatu karyawan lainnya mendekor Caffe sebagus mungkin.

"Mata kamu kenapa Nai?" tanya Martha yang membuat semua karyawan yang posisinya dekat dengan Naira menoleh ke arahnya.

Naira kikuk, apakah dia harus berbohong? "Tadi waktu jalan ke sini kelilipan Mbak, jadi ini matanya merah." Memang benar, sekali berbohong akan menimbulkan kebohongan-kebohongan lainnya untuk menutupi kebohongan itu.

Mendengar jawaban Naira, mereka hanya mengangguk anggukan kepala mengerti. Setelahnya mereka kembali bekerja, karena waktunya sudah tidak lama lagi. Acara di Caffe akan diadakan pukul 8 malam, maka dari itu sebelum pukul 8 semua harus sudah selesai.

_________

Hembusan napas kasar keluar dari mulut Devano yang sedang menyetir mobilnya menuju rumahnya. Setelah pergi dari toko bunga dan meninggalkan Juna di sana, Devano memilih untuk kembali ke rumahnya saja karena pikirannya sedang kacau.

"Ck," sesekali decakan juga keluar dari mulutnya.

Lama mengendarai mobilnya, akhirnya Devano sampai di depan rumahnya tanpa memarkirkan mobilnya dengan benar. Devano keluar dari mobil dan membiarkan begitu saja mobilnya, dia segera masuk kerumahnya dan menuju ke kamarnya. Tujuannya saat ini adalah mandi dan mendinginkan pikirannya yang panas entah kenapa.

Saat sedang menaiki tangga menuju ke kamarnya yang terletak di lantai 2, seseorang memanggilnya. Membuat Devano mengurungkan niatnya untuk menuju kamarnya dan memilih menuju ke orang yang memanggilnya.

"Kenapa Ma?" tanyanya setelah sampai di ruang keluarga dan mendudukan dirinya di samping Melinda, Mamanya.

Di ruangan itu hanya ada Melinda dan Geo. Sedangkan kedua anak lainnya sedang sibuk dengan urusan belajarnya di kampus maupun di sekolah.

Melinda menatap bingung pada putra sulungnya, "kenapa Bang?" tanyanya.

"Huffttt ... Ma," rengek Devano seraya meletakkan kepalanya di bahu Melinda.

Geo yang merasa terganggu langsung mengalihkan pandangan dari televisi ke putra sulungnya yang terlihat kacau. "Kenapa sih Bang?"

"Apa dia bakal kayak Mama?" gumamnya lirih.

Geo dan Melinda mendapat putranya bingung. Lama dengan bingungnya, Melinda menyadari hal yang menjadi pembahasannya saat ini. "Emang kenapa?" tanyanya sembari mengusap pelan rambut Devano.

Idolaku Suamiku •END•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang