BAB 42

2.9K 145 0
                                    

Jangan lupa Follow, Vote, and Coment 💜
.
.
.

"Pengantin baru emang auranya beda ya," goda Deon saat melihat Devano dan Naira berjalan berdampingan.

"Bener Dek, kayak mau nyebrang aja gandengan terus," sambung Keysha yang melihat tautan tangan keduanya.

Sebenarnya Naira malu dan ingin melepaskan genggaman tangannya, tapi Devano justru mengeratkan genggaman tangan mereka.

"Assalamualaikum, selamat pagi semua," salam Devano dan acuh dengan ocehan kedua adiknya.

Deon dan Keysha yang merasa di acuhkan pun mendengus kesal dengan sifat Abangnya.

"Wa'alaikumsalam," jawab mereka serempak.

Sarapan pagi bersama pun berjalan lancar dengan sesekali guyonan yang terlontar dari Deon.

Setelah selesai, mereka tidak langsung meninggalkan meja makan. Tetapi mereka memilih untuk sedikit berbincang-bincang.

"Gimana Dev, lancar?" Pertanyaan yang mengandung godaan dari Geo membuat Devano mendengus.

"Lancar dong, iya nggak Ay?" tanyanya sembari merangkul pundak Naira, tak lupa kedipan mata yang justru membuat Naira bingung.

"Lancar apa?" Bingung Naira.

Semua yang ada di meja makan menahan tawa melihat respon Naira. Apalagi melihat wajah Devano yang pasrah.

"Nggak jadi," putus Devano dan melepaskan rangkulannya.

Naira yang bodoamat pun acuh tak acuh. Dan hal itu membuat Devano kembali menghela napasnya. 'Kenapa istri kecilnya ini tidak peka?' teriaknya dalam hati.

"Kasian ..." ejek Keysha dan Deon yang langsung mendapat tatapan tajam dari Devano.

Yang lain hanya terkekeh melihat wajah kesal Devano dan wajah bodo amat Naira.

"Mbak Nai ..." Panggilan dari Arif membuat semua yang ada di meja makan terdiam dan menatap ke arah Arif.

"Dalem," jawab Naira sembari menatap bingung Ayahnya.

"Setelah ini, Bapak sama Mama bakal langsung pulang ke Semarang." Ucapan Arif berhasil membuat Naira protes.

"Kok gitu? Kan baru dua Minggu di sini, masa mau langsung pulang?" tanya Naira dengan mata berkaca-kaca.

"Kan di sana Bapak juga harus ngurus kebun. Nazila juga kan udah mau masuk Sekolah Dasar," jawab Arif sembari beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah Naira.

Sesampainya di samping Naira, Naira langsung memeluk erat pinggang Arif dan menyembunyikan wajahnya yang sudah di banjiri air mata di perut Ayahnya.

Suasana meja makan hening. Hanya ada isakaan kecil yang berasal dari Naira.

"Tapi Mbak masih kangen sama kalian, masa langsung ditinggal lagi." Naira menjawab dengan napas yang tersendat karena isakannya.

"Kan Mbak Nai bisa pulang kalo kangen," jawab Arif tenang dengan tangan yang mengusap lembut hijab belakang putrinya.

Bukannya berhenti, justru Naira tambah terisak. Dia masih ingin keluarganya di sini, masih terus manja-manja dengan keluarga.

Arif menatap semua yang ada di meja makan yang tengah menatap mereka. "Udah ya Nduk, nggak malu apa di liatin sama Suami." canda Arif.

"Maaf Nak Devano, Naira emang gini, manja banget. Maklum anak pertama, terus jarak sama adiknya jauh jadi ya gini," jelas Arif sembari menatap Devano.

Idolaku Suamiku •END•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang