Hari sudah ditetapkan. Sabtu pagi, ketika semua orang telah bersantai di dalam rumah mereka bersama dengan keluarga, Cokhi dan kedua orang tuanya pergi ke kediaman orang tua Moyla tanpa memberikan informasi terlebih dulu kepada si tuan rumah. Tentu saja, Moyla ikut serta bersama dengan mereka meskipun kekhawatiran di dalam dirinya sudah tak karuan. Ini adalah fase yang harus dijalankan. Mau tak mau, siap tak siap, dia harus tetap menghadapinya. Tak mungkin untuk terus menghindar sedangkan dia masih memiliki keluarga.
Di samping Cokhi, Moyla tak banyak bicara dan pandangannya terus saja menatap ke luar mobil. Cokhi jelas tahu bagaimana perasaan Moyla sekarang. Tapi memilih bungkam adalah keputusan yang tepat. Orang tuanya ada di mobil belakang mobilnya karena mereka memilih untuk pisah saja. Entah sudah berapa kali Moyla menarik nafas panjang hanya untuk menghilangkan segala sesuatu yang terasa mengganjal di dalam hatinya. Namun, semua itu seolah tak ada efek apapun.
Bahkan, entah bagaimana caranya dia justru merasa perjalanan ini sungguh terasa cepat sekali. Rumah besar orang tuanya sudah terlihat dan ini adalah saatnya.
"Semua akan baik-baik saja."
"Tidak perlu menghiburku, aku tahu apa yang harus aku lakukan." Inilah Moyla, dia bisa seperti singa kelaparan jika suasana hatinya sedang tidak baik. Untung saja, Cokhi sudah berbaik hati tidak mengeluarkan segala sesuatu yang berunsur godaan sejak tadi. Karena bisa-bisa, dia akan mendapatkan kalimat lebih tajam di luar perkiraan.
Cokhi tak menjawab dan hanya menghela nafas saja. Berdebat dengan Moyla di saat seperti ini, sama saja memberikan cuka di atas luka yang sudah terlihat menganga. Hanya ada satu kemungkinan, kemurkaan.
"Tante, Om, ini rumah orang tua Moyla. Kalau dilihat dari kendaraan mereka yang ada di rumah, sepertinya memang mereka tidak pergi kemanapun."
"Iya, kita masuk sekarang?" ibu Cokhi memberikan senyum kepada Moyla yang terlihat menyembunyikan perasaan yang sebenarnya. Perempuan itu seolah kuat dan tak terpengaruh akan apapun meskipun di dalam hatinya penuh dengan rasa yang tidak bisa dia jabarkan bagaimana rasanya.
Anggukan itu diberikan oleh Moyla, dan mereka berjalan untuk mendekati pintu kokoh rumah tersebut. Moyla menekan bel dan menunggu siapapun yang akan membukakan pintu untuk mereka. Tidak lama setelah itu, Bibi terlihat terkejut ketika berkata, "Non Moy!" mata Bibi menatap satu per satu orang yang datang bersama dengan Moyla dan memberikan senyuman ramah.
"Mama Papa ada, Bi?" tanyanya.
"Ada, Non. Mari silahkan masuk. Kenapa Non Moy lama nggak pulang?" sambil menutup pintu, Bibi bertanya.
"Bibi nggak perlu munafik berpura-pura tidak tahu dengan hubungan yang terjadi antara aku dan mereka kan, Bi?" mungkin saja, Bibi hanya berbasa-basi bertanya hal yang demikian, karena setelah jawaban yang diberikan oleh Moyla, wanita paruh baya itu terlihat kikuk sekali.
"Saya panggilkan Bapak sama Ibu dulu ya, Non." Bibi pergi dari hadapan Moyla dan yang lainnya. Moyla mempersilahkan 'tamunya' itu untuk duduk dan menunggu sang tuan rumah datang. Tak ada niatan Moyla untuk masuk lebih dalam lagi ke dalam rumah tersebut. Dia duduk dengan tenang menunggu orang tuanya datang. Dan yang pasti menunggu reaksi yang akan diberikan oleh dua orang tersebut setelah mengetahui Moyla datang dengan membawa rombongan. Suara langkah kaki terdengar, dan Moyla tahu sebentar lagi drama ini akan terjadi.
"Selamat siang!" ayah Moyla datang dengan wajah yang tidak ada senyum sama sekali. Menjabat tangan tamunya tak kecuali Moyla. Beliau duduk di sofa single, dan diikuti oleh ibu Moyla. Wanita yang sudah melahirkan Moyla tersebut juga terlihat memberikan senyum kepada putrinya. Moyla paham apa yang harus dilakukan, maka dia yang lebih dulu berbicara.
"Mama dan Papa, kedatangan kami kesini adalah dengan tujuan sebuah pembicaraan yang serius. Maaf sebelumnya, karena aku tidak memberi tahu terlebih dulu apa yang dan tiba-tiba saja datang." Moyla tidak mungkin berulah dengan melakukan hal yang tidak baik. Toh, sebenarnya dia adalah perempuan yang memang tidak akan menyentil orang jika dia tak disentil lebih dulu.
![](https://img.wattpad.com/cover/195622311-288-k373669.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Simple
Roman d'amourDia bukan lelaki yang suka berbasa-basi. Apa yang ada di kepala selalu diungkapkan dengan kata. Karena memendam hasil pemikirannya di dalam kepala, tak selamanya baik menurutnya. Dan kisahnya akan di mulai. Seri ke lima dari Kimchi. Dimulai tanggal...