Part 36. Sialan

820 181 32
                                    

"Kok kayaknya aku pengen ketemu ya? Sayangnya aku nggak bisa keluar. So, kamu bisa datang kan? Jangan banyak alasan ini dan itu. Aku udah bilang si Monyet kalau kamu kerja nggak jauh dari kantorku." Itu adalah isi chat dari Cokhi yang dibaca oleh Moyla.

Dengusan itu keluar dan membuat Galaksi tertawa. "Repot kan lo, Kak sekarang ngurusin bayi cheetah." Lemparan bantal dari Moyla tak membuat Galaksi lantas menutup bibirnya rapat dan justru tertawa puas.

"Gue nggak tahu akan seaktif apa anak gue nanti punya bapak macam dia." Moyla memberesi beberapa barangnya yang akan dibawanya menemui Cokhi. Pasalnya, ponselnya terus saja berdering dan membuat Moyla ingin sekali melemparkan uang ke wajah lelaki itu.

Ah, tidak. Uang Cokhi lebih banyak dibandingkan uangnya. Jadi dia tak jadi berpikiran yang tidak-tidak seperti itu.

"Mungkin kayak cacing kepanasan. Nyorok sana nyorok sini." Tanggapan Galaksi dengan santai sambil masih tertawa namun tak seheboh tadi.

"Serahmu lah. Gue berangkat dulu." Katanya. Berdecak karena ponselnya terus saja berbunyi. "Iya, aku kesana. Repot amat sih." Begitu katanya setelah panggilannya di angkat. Berjalan dengan langkah lebar-lebar seperti takut akan ketinggalan kereta.

Moyla lagi-lagi tahu bagaimana sifat Cokhi yang lainnya sekarang. Kalau lelaki itu menginginkan sesuatu, maka dia harus segera mendapatkan jawaban jika tidak mau terus diganggu. Karena setelah panggilan itu dijawab oleh Moyla, Cokhi tak lagi merecoki gadis itu.

"Dasar maniak." Begitu dumelnya.

"Iya, Mbak?" dia sudah ada di dalam taxi karena malas kalau harus menyetir sendiri. Cuaca sedang terik. Kemacetan Jakarta juga tak bisa ditolelir. Dia akan bad mood kalau sampai menyetir sendiri.

"Nggak ada, Pak. Saya lagi nyumpahin teman saya ini." sambil menunjukkan ponselnya kepada sopir tersebut. Dan lelaki paruh baya yang berada di belakang kemudi itu mengangguk mengerti.

Moyla sepanjang perjalanan hanya menutup matanya siapa tahu dia bisa sambil tidur. Lumayan kan? Begitu pikirnya.

Namun sayangnya, dia hampir terlelap ketika sopir taxi mengatakan jika mereka sudah sampai di depan gedung. "Cepet amat, Pak." Katanya sambil membuka tasnya untuk membayar.

"Jalanan sedang nggak macet, Neng."

"Padahal aku berharap sebaliknya." Dumelnya. Kemudian turun, dan masuk ke dalam gedung kantor tersebut.

Berjalan ke arah resepsionis dan mengatakan jika dia akan bertemu dengan Cokhi. "Ibu sudah buat janji?" tak menyangka dia akan ditanya seperti itu juga sekarang. Dia kira itu hanya ada di dalam novel ataupun film saja.

"Sudah, Mbak." Jawabnya.

"Baik, Ibu tunggu sebentar, saya akan sampaikan ke sekertaris Pak Cokhi terlebih dahulu." Katanya dengan sopan. Moyla hanya mengangguk dan tetap bediri di sana.

"Pak!" Moyla yang sedang menunduk sambil memainkan ponselnya itu sama sekali tak peduli ketika seorang resepsionis di depannya memanggil seseorang. Dia masih asyik dengan kegiatannya. Cokhi mengangguk kepada resepsionis tersebut dan menatap Moyla.

Membiarkan gadis itu tak mengetahui jika ada dirinya di sana. Entah merasa lama atau apa, Moyla mendongak. "Udah disampaikan Mbak?" tanyanya.

"Udah. Dan kamu asyik dengan hp mu." Cokhi mengambil ponsel Moyla ketika gadis itu terkaget dan otomatis cekalan tangannya lengah.

"Aku bawa dulu. Nggak ada main-main Hp." Moyla berdecak dengan sebal.

"Aku harus urus kerjaanku juga. Balikin!" katanya.

Mr. SimpleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang